Para yatim adalah golongan dhu’afa (kaum lemah) yang sangat
membutuhkan tangan-tangan penuh kasih, yang mau mengayomi mereka,
membimbing dan menjaga mereka dari ketergelinciran yang akan
mencelakakan hidup mereka. Maka selayaknya bagi setiap wali dan
pihak-pihak yang diberi amanah mengurusi mereka untuk selalu mengontrol
hati mereka, senantiasa meluruskan niat demi meraih keridhaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata, serta menjauhi sikap mengkhianati amanah,
berbuat zhalim dan semena-mena terhadap anak yatim.
Berbuat
zhalim kepada mereka merupakan dosa besar yang diancam dengan siksa
neraka. Adzab memakan harta anak yatim secara zhalim terkadang langsung
Allah berikan di dunia. Mungkin para yatim yang lemah itu, tidak bisa
membalas kezhaliman yang mereka terima, tidak bisa menuntut haknya yang
dirampas secara semena-mena. Namun janganlah kita lupa, Allah-lah yang
menjadi penolong mereka. Hendaklah kita takut terhadap adzab Allah yang
mungkin datang secara tiba-tiba dan kita ditimpa su’ul khatimah
disebabkan kezhaliman kita, Na'udzubillah..
Telah
banyak nash-nash syar’i yang menjelaskan keharaman memakan harta anak
yatim secara zhalim. Seluruh nash-nash tersebut datang dengan shighat
tahrim (konteks pengharaman atau larangan) yang sangat tegas. Di antara
nash-nash tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat
An Nisa’ di atas:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرً
“Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya
mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala”. [an Nisa’: 10]
Tentang tafsir ayat di atas, Syech Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, ”Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا)
“Yaitu
mengambil harta mereka dengan cara yang tidak benar. Batasan ini,
(yaitu secara zhalim) mengeluarkan masalah sebelumnya, yaitu bolehnya
memakan harta anak yatim bagi (pemelihara mereka ) yang faqir dengan
cara yang ma’ruf, serta bolehnya mencampurkan makanan mereka dengan
makanan para yatim”.
Barangsiapa yang memakannya secara
zhalim, maka (sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya), yaitu
sesungguhnya yang mereka makan hakikatnya adalah api neraka yang
menyala-nyala di dalam perut mereka, dan mereka sendiri yang memasukkan
api tersebut ke dalam perutnya. وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرً (dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala), yaitu api yang membakar dan
menyala-nyala. Ini merupakan ancaman yang sangat berat bagi dosa-dosa,
yang menunjukkan keburukan memakan harta anak yatim, dan ia menjadi
penyebab masuk neraka. Hal itu menunjukkan jika perbuatan itu termasuk
salah satu dari dosa-dosa besar. Kita memohon keselamatan kepada Allah.”
Kemudian Allah berfirman dalam surat Al Ma’un:
أَرَءَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim” . [al Ma’un : 1-2]
Imam
Al Mufassir Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnye, “Allah
Ta’ala berfirman: Apakah engkau tahu wahai Muhammad, (siapakah) yang
mendustakan din? (Din) adalah (hari) kembalinya manusia, balasan serta
pahala, فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (yaitu orang-orang yang
menguasai anak yatim), menzhalimi haknya, tidak memberinya makan dan
tidak berbuat baik kepadanya”
Dalam ayat di atas, Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada kaum mu’minin, berbuat zhalim
kepada anak yatim merupakan sifat orang-orang yang mendustakan agama.
Mereka akan dibalas atas kezhaliman tersebut dengan siksa yang amat
keras.
Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوْا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ
الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلَاتِ
“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang
membinasakan.” Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah! Apakah
perkara-perkara itu?” Beliau menjawab,”Berbuat syirik kepada Allah,
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang
benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang,
serta menuduh wanita merdeka yang menjaga diri lagi beriman dan tidak
berbuat kekejian”.
Dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam di atas, dengan jelas tersurat bahwa memakan harta anak yatim
termasuk dari tujuh perkara yang membinasakan. Konteks larangan
tersebut datang dengan lafazh ( اجْتَنِبُوا ). Hal ini menunjukkan
keharaman yang lebih tegas daripada sekedar lafazh nahyi (larangan)..
"Semoga jadi ilmu yang manfaat"