Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..
Tidak khawatirkah para perokok dengan asap rokoknya? Taruhlah ia mendapatkan kesenangan? Namun asapnya itu sebenarnya mengganggu dan menzalimi yang lain.
Apa tak takut dengan doa jelek orang yang terzalimi atau tersakiti?
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Mu’adz bin Jabal pernah diberi wasiat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika diutus ke Yaman,
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Hati²lah dengan doa orang yang dizalimi. Ingatlah tak ada hijab antara dirinya dengan Allah (doa tersebut akan diijabahi, tak tertolak).” (HR. Bukhari no.1496 dan Muslim no.19)
Hadits ini kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (9: 100) menunjukkan larangan untuk bertindak zalim.
Ibnu Hajar dalam Fath Al Bar (3: 360) menyatakan bahwa doa tetap terkabul walaupun yang mendoakan adalah orang yang fajir (gemar maksiat). Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ وَإِنْ كَانَ فَاجِراً فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ
“Doa orang yang terzalimi itu terkabul meskipun yang mendoakan adalah orang yang fajir (gemar maksiat). Kefajiran yang perbuat itu tanggung jawab dirinya.” (HR. Ahmad 2: 367. Ibnu Hajar menyatakan dalam Fath Al-Bari 3: 360 bahwa hadits ini hasan.Sedangkan Syech Syu’aib Al Arnauth pada komentarnya dalam Musnad Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini dha’if)
Syukur² orang yang dizalimi malah doakan kebaikan, “Moga si perokok itu mendapatkan hidayah.” Namun kalau yang ia doakan jelek bagaimana?
Coba renungkan nasihat di atas. Bisa jadi masalah² kita belum Allah angkat dan berikan jalan keluar, cuma lantaran ada tindakan zalim kita pada orang lain yang belum kita utarakan maaf. Bahkan mungkin tanpa sadar, asap rokok kitalah yang membuat orang lain mendoakan jelek pada kita yang merokok..
Di antara nasihat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu,
مَا عَاقَبْتَ مَنْ عَصَى اللهَ فِيْكَ بِمِثْلِ أَنْ تَطِيْعَ اللهَ فِيْهِ
“Engkau tiada pernah dapat membalas orang yang telah berbuat dosa kepada Allah dengan cara menyakiti dirimu, melebihi sikapmu yang tetap menegakkan ketaatan kepada Allah pada diri orang tersebut.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman 6: 323).
Maksudnya, tetap lebih baik membalas orang yang menzalimi kita dengan kebaikan..
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba² orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat² yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang² yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang² yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..
Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..