Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
Untuk melanjutkan pertanyaan dari mba Noer yang menanyakan soal batas waktu zakat fitri berikut penjelasan nye..
Zakat
fithri atau fitrah adalah zakat yang ditunaikan karena berkaitan dengan
waktu Idul Fithri sehingga waktunya pun dekat dengan waktu perayaan
tersebut.
Waktu pembayaran zakat itu ada dua macam:
1. Waktu utama (afdhol) yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied.
2.
Waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar. (Mau lebih jelasnye lihat aje
Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, 640 & Minhajul Muslim, 231)
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَنْ
أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا
بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Barangsiapa
yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan
barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap
sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan
Ibnu Majah no. 1827. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,
وَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ،
وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dan
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada
orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu
sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari no.
1511).
Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat
fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang
menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata,
أَنَّ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى
الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ
“‘Abdullah
bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya
dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fithri.” (HR. Malik dalam
Muwatho’nya no. 629, 1: 285).
Sebagian ulama
berpendapat bahwa zakat fithri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan. Ada
pula yang berpendapat boleh ditunaikan satu atau dua tahun sebelumnya.
(Mau lebih jelasnye liat pendapat berbagai ulama dalam Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah, 2: 8284 dan Al Mughni, 5: 494).
Namun
pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini, dikarenakan zakat fithri
berkaitan dengan waktu fithri (Idul Fithri), maka tidak semestinya
diserahkan jauh hari sebelum hari fithri. Sebagaimana pula telah
dijelaskan bahwa zakat fithri ditunaikan untuk memenuhi kebutuhan orang
miskin agar mereka bisa bersuka ria di hari fithri. Jika ingin
ditunaikan lebih awal, maka sebaiknya ditunaikan dua atau tiga hari
sebelum hari ‘ied.
Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan,
“Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah
diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud
disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin
di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah
hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut
zakat fithri, Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si
miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh
didahulukan jauh hari sebelum waktunya.” (Al Mughni, 4: 301).
Terus kepada siape aje zakat itu harus di serahin'?
Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai makanan bagi orang miskin ….”
(Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syech Al-Albani)
Hadist
ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi zakat fithri adalah sebagai
makanan bagi orang miskin. Ini merupakan penegasan bahwa orang yang
berhak menerima zakat fithri adalah golongan fakir dan miskin.
Bagaimana dengan enam golongan yang lain?
Dalam surat At-Taubah, Allah berfirman,
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (التوبة: 60
“Sesungguhnya,
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan
untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah.” (Qs. At-Taubah:60)
Ayat di atas
menerangkan tentang delapan golongan yang berhak menerima zakat. Jika
kata “zakat” terdapat dalam Alquran secara mutlak, artinya adalah ‘zakat
yang wajib’. Oleh sebab itu, ayat ini menjadi dalil yang menguraikan
golongan-golongan yang berhak mendapat zakat harta, zakat binatang,
zakat tanaman, dan sebagainya.
Meskipun demikian,
apakah ayat ini juga berlaku untuk zakat fithri, sehingga delapan orang
yang disebutkan dalam ayat di atas berhak untuk mendapatkan zakat
fithri? Dalam hal ini, ulama berselisih pendapat..
Pertama,
zakat fithri boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut. Pendapat
ini adalah pendapat mayoritas ulama. Mereka berdalil dengan firman
Allah pada surat At-Taubah ayat 60 di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menamakan zakat fithri dengan “zakat”, dan hukumnya wajib untuk
ditunaikan. Karena itulah, zakat fithri berstatus sebagaimana
zakat-zakat lainnya yang boleh diberikan kepada delapan golongan.
An-Nawawi mengatakan, “Pendapat yang terkenal dalam mazhab kami
(Syafi’iyah) adalah zakat fitri wajib diberikan kepada delapan golongan
yang berhak mendapatkan zakat harta.” (Al-Majmu’)
Kedua,
zakat fithri tidak boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut,
selain kepada fakir dan miskin. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syekhul
Islam Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Dalil pendapat kedua:
Perkataan
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mewajibkan zakat fithri sebagai makanan bagi orang miskin ….”
(Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syech Al-Albani)
Berkaitan
dengan hadis ini, Asy-Syaukani mengatakan, “Dalam hadis ini, terdapat
dalil bahwa zakat fithri hanya (boleh) diberikan kepada fakir miskin,
bukan 6 golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar, 2:7)
Ibnu
Umar mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
memerintahkan zakat fitri dan membagikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ‘Cukupi kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta
pada hari ini.’” (Hr. Al-Juzajani; dinilai sahih oleh sebagian ulama)
Yazid (perawi hadis ini) mengatakan, “Saya menduga (perintah itu) adalah ketika pagi hari di hari raya.”
Dalam
hadis ini, ditegaskan bahwa fungsi zakat fithri adalah untuk mencukupi
kebutuhan orang miskin ketika hari raya. Sebagian ulama mengatakan bahwa
salah satu kemungkinan tujuan perintah untuk mencukupi kebutuhan orang
miskin di hari raya adalah agar mereka tidak disibukkan dengan
memikirkan kebutuhan makanan di hari tersebut, sehingga mereka bisa
bergembira bersama kaum muslimin yang lainnya.
Di samping dua
alasan di atas, sebagian ulama (Ibnul Qayyim) menegaskan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum tidak
pernah membayarkan zakat fithri kecuali kepada fakir miskin. Ibnul
Qayyim mengatakan, “Bab ‘Zakat Fitri Tidak Boleh Diberikan Selain kepada
Fakir Miskin’. Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah mengkhususkan orang miskin dengan zakat ini. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah membagikan zakat fitri kepada seluruh
delapan golongan, per bagian-bagian. Beliau juga tidak pernah
memerintahkan hal itu. Itu juga tidak pula pernah dilakukan oleh seorang
pun di antara sahabat, tidak pula orang-orang setelah mereka (tabi’in).
Namun, terdapat salah satu pendapat dalam mazhab bahwa tidak boleh
menunaikan zakat fithri kecuali untuk orang miskin saja. Pendapat ini
lebih kuat daripada pendapat yang mewajibkan pembagian zakat fithri
kepada delapan golongan.” (Zadul Ma’ad, 2:20)
"Semoga jadi ilmu yang manfaat"