Assalamu'alaikum, Siang Akhi Ukhti'..
Untuk tauziah siang ini,
ane akan ngejelasin beberapa amalan sederhana yang bila diamalkan akan
dibangunkan rumah atau istana oleh Allah di surga kelak..
Amalan-amalan tersebut adalah:
Pertama: Membangun masjid dengan ikhlas karena Allah
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
“Siapa
yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat
burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah)
seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 738. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Mafhash
qathaah dalam hadits artinya lubang yang dipakai burung menaruh
telurnya dan menderum di tempat tesebut. Dan qathah adalah sejenis
burung.
Hadits tentang keutamaan membangun masjid juga disebutkan
dari hadits ‘Utsman bin ‘Affan. Di masa Utsman yaitu tahun 30 Hijriyah
hingga khilafah beliau berakhir karena terbunuhnya beliau, dibangunlah
masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Utsman katakan pada mereka
yang membangun sebagai bentuk pengingkaran bahwa mereka terlalu
bermegah-megahan. Lalu Utsman membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
“Siapa
yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya
semisal itu di surga.” (HR. Bukhari, no. 450; Muslim, no. 533).
Kata Imam Nawawi rahimahullah, maksud akan dibangun baginya semisal itu di surga ada dua tafsiran:
1.
Allah akan membangunkan semisal itu dengan bangunan yang disebut bait
(rumah). Namun sifatnya dalam hal luasnya dan lainnya, tentu punya
keutamaan tersendiri. Bangunan di surga tentu tidak pernah dilihat oleh
mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik dalam
hati akan indahnya.
2. Keutamaan bangunan yang
diperoleh di surga dibanding dengan rumah di surga lainnya adalah
seperti keutamaan masjid di dunia dibanding dengan rumah-rumah di dunia.
(Syarh Shahih Muslim, 5: 14)
Kedua: Membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali
Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً فِى الْجَنَّةِ
“Siapa
yang membaca qul huwallahu ahad sampai ia merampungkannya (surat
Al-Ikhlas) sebanyak sepuluh kali, maka akan dibangunkan baginya rumah di
surga.” (HR. Ahmad, 3: 437. Syech Al-Albani dalam Ash-Shahihah
mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguat)
Ketiga: Mengerjakan shalat dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat raka’at
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعًا، وَقَبْلَ الأُولَى أَرْبَعًا بنيَ لَهُ بِهَا بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Siapa
yang shalat Dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat
raka’at, maka dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Ath-Thabrani
dalam Al-Awsath. Dalam Ash-Shahihah no. 2349 disebutkan oleh Syech
Al-Albani bahwa hadits ini hasan)
Keempat: Mengerjakan 12 raka’at shalat rawatib dalam sehari
Dari Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa
mengerjakan shalat sunnah dalam sehari semalam sebanyak 12 raka’at,
maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di
surga.” (HR. Muslim, no. 728)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ
لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa
merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari, maka Allah
akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at
tersebut adalah empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at sesudah
zhuhur, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua
raka’at sebelum shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414; Ibnu Majah, no. 1140;
An-Nasa’i, no. 1795. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
Kelima: Meninggalkan perdebatan
Keenam: Meninggalkan dusta
Ketujuh: Berakhlak mulia
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا
زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ
كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ
وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ
خُلُقَهُ
“Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran
surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang
benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang
meninggalkan kedustaan walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan
jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.”
(HR. Abu Daud, no. 4800. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad
hadits ini hasan)
Kedelapan: Mengucapkan alhamdulillah dan istirja’ (inna ilaihi wa innaa ilaihi raaji’’un) ketika anak kita wafat
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ
عَبْدِى. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ.
فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِى فَيَقُولُونَ
حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِى بَيْتًا فِى
الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ
“Apabila anak
seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya,
“Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.”
Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?” Mereka
menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku
saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan istirja’ (innaa
lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk
hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (rumah
pujian).” (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415. Syech Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kesembilan: Membaca doa masuk pasar
Dari
Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar, dari bapaknya Ibnu ‘Umar, dari kakeknya
(‘Umar bin Al-Khattab), ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكُ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَىٌّ لاَ يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ
حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ
أَلْفِ دَرَجَةٍ
“Siapa yang masuk pasar lalu
mengucapkan, “Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku
walahul hamdu yuhyii wayumiit wa huwa hayyun laa yamuut biyadihil khoir
wahuwa ‘alaa kulli syain qodiir (tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah yang memiliki
kekuasaan dan segala pujian untuk-Nya.” Allah akan menuliskan untuknya
sejuta kebaikan, menghapus darinya sejuta kejelekan, mengangkat untuknya
sejuta derajat, dan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga.” (HR.
Tirmidzi, no. 3428. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini dha’if).
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
دَخَلَ السُّوْقَ فَبَاعَ فِيْهَا وَاشْتَرَى ، فَقَالَ : لاَ إِلَه
َإِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الملْكُ ، وَلَهُ
الحَمْدُ ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر ،
كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ
سَيِّئَةٍ ، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ
“Siapa
yang memasuki pasar lalu ia melakukan jual beli di dalamnya, lantas
mengucapkan: Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa
lahul hamdu, yuhyi wa yumiit wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir; maka
Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan, akan menghapus darinya
sejuta kejelekan dan akan membangunkan baginya rumah di surga.” (HR.
Al-Hakim dalam Mustadrak, 1: 722)
Meskipun riwayatnya
dha’if atau lemah namun karena kita diperintahkan berdzikir ketika orang
itu lalai seperti kala di pasar, maka dzikir di atas masih boleh
diamalkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“إذا
تضمنت أحاديث الفضائل الضعيفة تقديراً وتحديداً ؛ مثل صلاة في وقت معين ،
بقراءة معينة ، أو على صفة معينة ؛ لم يجز ذلك – أي العمل بها – لأن
استحباب هذا الوصف المعين لم يثبت بدليل شرعي ، بخلاف ما لو روي فيه : (مَن
دخل السوق فقال : لا إله إلا الله كان له كذا وكذا) فإن ذكر الله في السوق
مستحب ، لما فيه من ذكر الله بين الغافلين ، فأما تقدير الثواب المروي فيه
فلا يضر ثبوته ولا عدم ثبوته
“Jika suatu hadits yang
menerangkan fadhilah atau keutamaan suatu amalan dari sisi jumlah atau
pembatasan tertentu seperti shalat di waktu tertentu, membaca bacaan
tertentu, atau ada tata cara tertentu, tidak boleh diamalkan jika
haditsnya berasal dari hadits dha’if. Karena menetapkan tata cara yang
khusus dalam ibadah haruslah ditetapkan dengan dalil.
Adapun
mengenai doa masuk pasar yaitu haditsnya berbunyi, siapa yang masuk
pasar lantas membaca laa ilaha illallah dan seterusnya, maka perlu
dipahami bahwa secara umum berdzikir ketika masuk pasar itu disunnahkan.
Karena kita diperintahkan berdzikir saat orang-orang itu lalai.
Besarnya pahala yang disebutkan dalam hadits tersebut (hingga disebutkan
sejuta) tidaklah menimbulkan problema ketika bacaan tersebut diamalkan,
baik nantinya hadits tersebut dihukumi shahih ataukah tidak. ” (Majmu’
Al-Fatawa, 18: 67)
Dalil umum yang memerintahkan kita banyak dzikir termasuk di pasar adalah hadits berikut.
Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,
جَاءَ
أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ
أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ
عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ
أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Ada dua orang Arab (badui)
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah satu
dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang
baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah
satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam
amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung
padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,”
jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syech Syu’aib
Al-Arnauth).
Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap
saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai
dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.
Abu
‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus
berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada
di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu
lebih baik.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524)
Kesepuluh: Menutup celah dalam shaf shalat
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً
“Barang
siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan
mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya
sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al-Muhamili dalam Al-Amali, 2: 36.
Disebutkan dalam Ash-Shahihah, no. 1892)
Kesebelas: Beriman pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا
زَعِيمٌ وَالزَّعِيمُ الْحَمِيلُ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَهَاجَرَ
بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَأَنَا
زَعِيمٌ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ
وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى غُرَفِ الْجَنَّةِ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلَمْ
يَدَعْ لِلْخَيْرِ مَطْلَبًا وَلَا مِنْ الشَّرِّ مَهْرَبًا يَمُوتُ حَيْثُ
شَاءَ أَنْ يَمُوتَ
“Aku menjamin orang yang beriman
kepadaku, masuk islam dan berhijrah dengan sebuah rumah di pinggir
surga, di tengah surga, dan surga yang paling tingggi. Aku menjamin
orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berjihad dengan rumah di
pinggir surga, di tengah surga dan di surga yang paling tinggi.
Barangsiapa yang melakukan itu, maka ia tidak membiarkan satu pun
kebaikan, dan ia lari dari setiap keburukan, ia pun akan meninggal, di
mana saja Allah kehendaki untuk meninggal.” (HR. An-Nasa’i, no. 3135.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"