Doa
adalah senjata orang mukmin, ia penghilang kegundahan, pelenyap
kesusahan dan solusi jitu untuk menyelesaikan berbagai problematika
hidup, karena memang pada saat berdoa kita sedang memohon kepada Dzat
yang Menguasai dan Memiliki seluruh jagad raya ini; di tangan-Nya lah
segala perbendaharaan langit dan bumi. Pertanyaannya, kapankah waktu
ketika doa dijamin akan dikabulkan pada hari Jum’at sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam shahihnya?
Sebaik-baik
hari bagi umat Islam dalam sepekan adalah hari Jum’at. Ia-lahsayyidul
ayyaam (pemimpin hari) yang paling agung dan paling utama di sisi Allah
Ta’ala. Banyak ibadah yang dikhususkan pada hari itu, misalnya membaca
surat As-Sajdah dan Al-Insan pada shalat Subuh, membaca surat Al-Kahfi,
shalat Jum’at berikut amalan-amalan yang menyertainya, dan amal ibadah
lain yang sangat dianjurkan sekali pada hari Jum’at. Di dalamnya juga
terdapat satu waktu di mana doa begitu mustajab; dijanjikan akan
dikabulkan. Tidaklah seorang hamba yang beriman memanjatkan do’a kepada
Rabbnya pada waktu itu kecuali Allah akan mengabulkannya selama tidak
berisi pemutusan silaturahmi dan tidak meminta yang haram. Karenanya
seorang muslim selayaknya memperhatikan dan memanfaatkan waktu yang
berbarakah ini.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah
membicarakan tentang hari Jum’at lalu beliau bersabda,
« فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ »
“Pada
hari itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim shalat
berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan
Dia akan mengabulkannya.” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya,
-yang kami pahami- untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat
singkat).” (HR. Bukhari nomor 893 dan Muslim nomor 852)
Hadits
ini berkaitan dengan salah satu keutamaan hari Jum’at di mana pada hari
tersebut Allah akan mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Nya. Doa
yang dipanjatkan pada saat itu mustajab (mudah dikabulkan) karena
bertepatan dengan waktu pengabulan doa.
Tetapi para
ulama berbeda pendapat tentang waktu dikabulkannya doa pada hari Jum’at
ini. Sampai-sampai Ibnu Hajar dan Asy-Syaukani menyebutkan empat puluh
tiga pendapat beserta argument masing-masingnya. Dari kesemuanya,
pendapat yang paling kuat tentang waktu mustajab pada hari Jum’at ini
ada dua; yaitu pertama, sejak duduknya imam di atas mimbar hingga shalat
selesai, dan kedua, di akhir waktu setelah shalat Ashar. Tentang hal
ini, Ibnu Hajar berkomentar, “Tidak diragukan lagi bahwa pendapat yang
paling kuat adalah hadits Abu Musa (sejak duduknya imam di atas mimbar
hingga shalat selesai) dan hadits Abdullah bin Salam (akhir waktu
setelah shalat Ashar).” Muhibb Ath-Thabari juga berkata, “Hadits yang
paling shahih adalah hadits Abu Musa, dan pendapat yang paling masyhur
adalah pendapat Abdullah bin Salam. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah juga
berkata, “Pendapat yang paling kuat adalah dua pendapat yang dituntut
oleh hadits-hadits yang tsabit, dan salah satunya lebih kuat daripada
yang lain.” Dari sinilah kemudian para ulama salaf berbeda pendapat
manakah dari keduanya yang lebih kuat.
Berikut ini uraian lebih rinci tentang kedua pendapat tersebut :
Pendapat
pertama : waktu mustajab itu dimulai sejak duduknya imam di atas mimbar
sampai shalat selesai. Hujjah dari pendapat ini adalah hadits Abu
Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari, dia bercerita, “Abdullah bin Umar pernah
berkata kepadaku, ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan
hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai satu waktu
yang terdapat pada hari Jum’at?’ Aku (Abu Burdah) menjawab, “Ya, aku
pernah mendengarnya berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ
“Saat itu berlangsung antara duduknya imam sampai selesainya shalat.” (HR. Muslim nomor 853 dan Abu Dawud nomor 1049).
Pendapat kedua : waktu mustajab berada di akhir waktu setelah shalat Ashar.
Hadits yang menerangkan hal ini cukup banyak, di antaranya :
1. Hadits Abdullah bin Salam
Abdullah
bin Salam berkata, “Aku berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapatkan di
dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum’at terdapat satu saat yang tidaklah
seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu
kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.’ Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan dengan tangannya bahwa itu
hanya sesaat. Kemudian Abdullah bin Salam bertanya,‘kapan saat itu
berlangsung?’ beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Saat itu
berlangsung pada akhir waktu siang.” Setelah itu Abdullah bertanya lagi,
‘Bukankah saat itu bukan waktu shalat?’ beliau menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاة
“Benar,
sesungguhnya seorang hamba mukmin jika mengerjakan shalat kemudian
duduk, tidak menahannya kecuali shalat, melainkan dia berada di dalam
shalat.” (HR. Ibnu Majah nomor 1139, dan Syaikh Al-Albani menilainya
hasan shahih).
2. Hadits Abu Hurairah
Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, “Suatu ketika saya keluar menuju
sebuah bukit, lalu saya berjumpa dengan Ka’ab Al-Ahbar, maka saya pun
duduk-duduk bersamanya. Lantas, ia menceritakan perihal kitab Taurat
kepada saya, dan saya pun menceritakan perihal Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam kepadanya.
Di antara perkara yang
saya ceritakan kepadanya ialah, ketika itu saya mengatakan, bahwa
Rasulullah pernah bersabda, “Sebaik-baik hari yang disinari matahari
ialah hari Jum’at –sampai pada sabda beliau- ‘Di dalamnya terdapat satu
waktu, tidaklah seorang muslim melakukan shalat bertepatan dengan waktu
tersebut, lalu ia memohon sesuatu kepada Allah melainkan Allah akan
mengabulkan permintaannya itu.”
Ka’ab berkata, ‘Apakah
yang demikian itu berlangsung satu hari dalam setahun?’, maka, saya
menjawab, ‘Bukan, tetapi dalam setiap hari Jum’at.’ Lantas, Ka’ab pun
membaca kitab Taurat, lalu ia berkata, ‘Rasulullah benar’
Abu
Hurairah melanjutkan, “Lalu saya berjumpa dengan Bashrah bin Abu
Bashrah Al-Ghifari. Lantas, ia bertanya kepada saya. ‘Dari mana Anda
tadi?’ saya menjawab, ‘Dari sebuah bukit’ maka ia berkata, ‘Kalau saja
saya berjumpa dengan Anda sebelum Anda keluar ke sana, maka saya tidak
akan keluar. Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak boleh bepergian
(dalam rangka beribadah) kecuali ke tiga masjid: masjidil Haram,
masjidku ini (masjid Nabawi), dan masjid Elia (masjil Aqsha di Baitul
Maqdis). Ia ragu.’
Abu Hurairah berkata, “Saya kemudian
berjumpa dengan Abdullah bi Salam. Maka saya pun menceritakan perihal
perbincangan saya dengan Ka’ab Al-Ahbar kepadanya, dan mengenai apa yang
saya ceritakan kepadanya tentang hari Jum’at.”
Saya –Abu Hurairah- berkata, “Ka’ab mengatakan bahwa yang demikian itu terjadi satu hari dalam setahun.”
Abu
Hurairah melanjutkan, “Abdullah bin Salam berkata, ‘Ka’ab telah
berbohong.’, lalu saya mengatakan, ‘Kemudian Ka’ab membaca kitab Taurat,
dan berkata, ‘Ya, benar, yang dimaksud ialah pada setiap hari Jum’at.’
Maka, Abdullah bin Salam berkata, ‘Ka’ab benar.’ Selanjutnya, Abdullah
bin Salam mengatakan, ‘Sesungguhnya saya mengetahui persis mengenai
waktu yang dimaksud itu?’
Abu Hurairah berkata, “Saya
berkata kepadanya, ‘Beritahukan kepada saya tentang waktu itu, dan
jangan sekali-kali kamu menyembunyikannya terhadap saya.’ Maka, Abdullah
bin Salam berkata, ‘Waktu yang dimaksud adalah waktu yang akhir pada
setiap hari Jum’at.’
Abu Hurairah berkata, “Lantas,
saya bertanya, ‘Bagaimana mungkin kalau waktu yang dimaksud ialah
saat-saat yang terakhir pada hari Jum’at, sementara Rasulullah sendiri
telah bersabda, “Tidaklah seorang muslim menjumpainya, di kala ia sedang
melakukan shalat…; sementara waktu yang kamu sebutkan itu ialah waktu
yang tidak boleh melakukan shalat?’
Lantas, Abdullah bin Salam menjawab,
أَلَمْ
يَقُلْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ جَلَسَ مَجْلِسًا
يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فَهُوَ فِى صَلاَةٍ حَتَّى يُصَلِّىَ »
‘Bukankah
Rasulullah juga telah bersabda, ‘Barangsiapa yang duduk pada suatu
majelis sambil menunggu-nunggu shalat, maka ia itu berada dalam kondisi
melakukan shalat hingga ia benar-benar melaksanakan shalat?’.”
Abu
Hurairah berkata, “Saya berkata, ‘Ya, tentu.’ Abdullah bin Salam
berkata, ‘Ya, itulah waktu yang dimaksud’.” (HR. Abu Dawud nomor 1046,
At-Tirmidzi nomor 491, dan Abu Isa berkomentar hadits hasan shahih,
sedangkan Al-Albani berkomentar hadits shahih).
3. Hadits Jabir bin Abdillah
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً
لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا
آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
Dari
Jabir bin Abdillah, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Hari Jum’at adalah dua belas jam. Di dalamnya terdapat satu
waktu di mana tidaklah seorang muslim memohon sesuatu kepada Allah pada
saat itu, melainkan Allah akan mengabulkannya. Maka carilah ia pada
saat-saat terakhir setelah shalat Ashar.” (HR. An-Nasa’I nomor 1388).
Dari
dua pendapat ini, pendapat yang terkuat adalah pendapat kedua. Inilah
pendapat mayoritas ulama. Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa pendapat ini
dianut oleh Abdullah bin Salam, Abu Hurairah, Imam Ahmad dan yang
lainnya. Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata, “Saat mustajab berlangsung
pada akhir waktu setelah Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk
agama. Menurut Ahli Kitab, ia merupakan saat pengabulan. Inilah salah
satu yang ingin mereka ganti dan merubahnya. Sebagian orang dari mereka
yang telah beriman mengakui hal tersebut.”
Sekalipun
pendapat kedua lebih kuat, beberapa ulama tetap menganggap bahwa
pendapat pertama juga perlu diakui keabsahannya. Oleh karenanya mereka
berusaha mengambil jalan tengah dengan menggabungkan kedua pendapat di
atas. Tetap melazimi berdoa pada kedua waktu tersebut.
Imam
Ahmad berkata, “Mayoritas hadits tentang waktu yang diharapkan
terkabulnya doa menunjukkan bahwa itu terjadi setelah Ashar, tetapi juga
diharapkan setelah tergelincirnya matahari (setelah imam berdiri untuk
berkhutbah pen.).”
Ibnu Abdil Barr berkata, “Semestinya
yang dilakukan seorang muslim adalah bersungguh-sungguh memanjatkan doa
kepada Allah untuk kebaikan agama dan dunia pada dua waktu yang telah
disebutkan karena berharap dikabulkan. Karena doa itu tidak akan
sia-sia, insyaAllah. Sungguh benar perkataan Ubaid bin Abrash yang
mengatakan, “Siapa yang meminta kepada manusia, mereka akan menolaknya,
dan siapa yang meminta Allah, pintanya tidak akan sia-sia.” [16] Bahkan,
Ibnul Qayyim yang menguatkan pendapat kedua pun, beliau tetap
menekankan agar setiap muslim tetap membiasakan berdoa pada waktu
shalat. Katanya, “Menurut hemat saya, waktu shalat juga merupakan waktu
yang diharapkan terkabulkannya doa. Jadi, keduanya merupakan waktu
mustajab meskipun satu waktu yang dikhususkan di sini adalah akhir waktu
setelah shalat Ashar. Sehingga ia merupakan waktu yang telah diketahui
secara pasti dari hari Jum’at; tidak maju dan tidak mundur. Adapun waktu
shalat, ia mengikuti shalat itu sendiri; maju atau mundurnya. Sebab,
dengan berkumpulnya kaum muslimin, shalat, kekhusyukan, dan munajat
mereka kepada Allah memiliki dampak dan pengaruh yang sangat besar untuk
dikabulkan. Karena, ketika kaum muslimin sedang berkumpul sangat
diharapkan sekali doa terkabulkan.” Selanjutnya Ibnul Qayyim
berkesimpulan, “Dengan demikian, semua hadits yang disebutkan di atas
sesuai dan berkaitan. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk senantiasa
memanjatkan doa dan bermunajat kepada Allah pada dua waktu dan masa
ini.”
Hal ini juga diikuti oleh Syech Ibnu Bazz
rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa’id bin Ali al Qahthan
dalam Shalâtul Mukmin. Syech Ibnu Bazz berkata, “Hal itu menunjukkan
bahwa sudah sepantasnya bagi orang muslim untuk memberikan perhatian
terhadap hari Jum’at. Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang
tidaklah seorang muslim berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat
tersebut melainkan Allah akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat
Ashar. Mungkin saat ini juga terjadi setelah duduknya imam di atas
mimbar. Oleh karena itu, jika seseorang datang dan duduk setelah Ashar
menunggu shalat Maghrib seraya berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian
halnya jika setelah naiknya imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam
sujud dan duduknya maka sudah pasti doanya akan dikabulkan.”
Jadi,
mari tetap memuliakan dua waktu tersebut dengan banyak-banyak berdoa,
karena doa kita pasti dikabulkan, entah kapan; diijabahi langsung, atau
dihindarkan dari bahaya yang setara dengan doanya, atau sebagai
penghapus dosa, atau menjadi simpanan di akhirat kelak..
"Semoga jadi ilmu yang manfaat"