Assalamu'alaikum, Siang Akhi Ukhti'..
Kita telah
mengetahui bahwa Allah satu-satunya pemberi rizki. Rizki sifatnya umum,
yaitu segala sesuatu yang dimiliki hamba, baik berupa makanan dan selain
itu. Dengan kehendak-Nya, kita bisa merasakan berbagai nikmat rizki,
makan, harta dan lainnya. Namun mengapa sebagian orang sulit menyadari
sehingga hatinya pun bergantung pada selain Allah.
Lihatlah
di masyarakat kita bagaimana sebagian orang mengharap-harap agar
warungnya laris dengan memasang berbagai penglaris. Agar bisnisnya
berjalan mulus, ia datang ke dukun dan minta wangsit, yaitu apa yang
mesti ia lakukan untuk memperlancar bisnisnya dan mendatangkan banyak
konsumen..
Semuanya ini bisa terjadi karena kurang
menyadari akan pentingnya aqidah dan tauhid, terutama karena tidak
merenungkan dengan baik nama Allah “Ar Rozzaq” (Maha Pemberi Rizki).
Allah Satu-Satunya Pemberi Rizki
Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya pemberi rizki, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ
خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain
Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?”
(QS. Fathir: 3)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah.” (QS. Saba’: 24)
Tidak
ada yang berserikat dengan Allah dalam memberi rizki. Oleh karena itu,
tidak pantas Allah disekutukan dalam ibadah, tidak pantas Allah disembah
dan diduakan dengan selain. Dalam lanjutan surat Fathir, Allah Ta’ala
berfirman,
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
“Tidak
ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah, maka
mengapakah engkau bisa berpaling (dari perintah beribadah kepada Allah
semata)?” (QS. Fathir: 3)
Selain Allah, sama sekali tidak ada yang dapat memberikan rizki. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَهُمْ رِزْقًا مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ شَيْئًا وَلَا يَسْتَطِيعُونَ
“Dan
mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan
rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa
(sedikit juapun).” (QS. An Nahl: 73)
Seandainya Allah
menahan rizki manusia, maka tidak ada selain-Nya yang dapat membuka
pintu rizki tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
مَا
يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا
يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Apa
saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak
ada seorang pun yang dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh
Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan
Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2).
Itu memang benar, tidak mungkin ada yang dapat memberikan makan dan minum ketika Allah menahan rizki tersebut.
Allah Memberi Rizki Tanpa Ada Kesulitan
Allah
memberi rizki tanpa ada kesulitan dan sama sekali tidak terbebani. Ath
Thohawi rahimahullah dalam matan kitab aqidahnya berkata, “Allah itu
Maha Pemberi Rizki dan sama sekali tidak terbebani.” Seandainya semua
makhluk meminta pada Allah, Dia akan memberikan pada mereka dan itu sama
sekali tidak akan mengurangi kerajaan-Nya sedikit pun juga. Dalam
hadits qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
يَا
عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ
قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ
مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ
الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
“Wahai hamba-Ku,
seandainya orang² yang terdahulu dan orang² yang belakangan serta semua
jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian
masing² Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi
kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang
menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim no.2577,
dari Abu Dzar Al Ghifari).
Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab rahimahullah
berkata, “Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada Allah
dan meminta segala kebutuhan pada-Nya.”
Dalam hadits dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
إِنَّ اللَّهَ قَالَ لِى أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ ». وَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَمِينُ اللَّهِ مَلأَى لاَ يَغِيضُهَا
سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُذْ خَلَقَ
السَّمَاءَ وَالأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَغِضْ مَا فِى يَمِينِهِ »
“Allah
Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak
(memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah
berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu,
sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan
bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang
karenanya.” (HR. Bukhari no.4684 dan Muslim no.993)
Ibnu
Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Allah sungguh Maha Kaya. Allah
yang memegang setiap rizki yang tak terhingga, yakni melebihi apa yang
diketahui setiap makhluk-Nya.”
Allah Menjadikan Kaya dan Miskin dengan Adil
Allah
memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan
kaya dengan banyaknya rizki dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin.
Ada hikmah berharga di balik itu semua. Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” (QS. An Nahl: 71)
Dalam ayat lain disebutkan,
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya
Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menyempitkannya, Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan
hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isro’: 30)
Dalam ayat kedua
di atas, di akhir ayat Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia
Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya”. Ibnu Katsir
menjelaskan maksud penggalan ayat terakhir tersebut, “Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui dan Maha Melihat manakah di antara hamba-Nya yang
pantas kaya dan pantas miskin.” Sebelumnya beliau rahimahullah berkata,
“Allah menjadikan kaya dan miskin bagi siapa saja yang Allah kehendaki.
Di balik itu semua ada hikmah."
Di tempat lain, Ibnu Katsir menerangkan firman Allah,
وَلَوْ
بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ
يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan
jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba²-Nya tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
(keadaan) hamba²-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)
Beliau
rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba
tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh , tentu mereka akan
melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan
bertingkah sombong.”
Selanjutnya Ibnu Katsir
menjelaskan lagi, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai
dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk
mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk
mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai
pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka
yang Dia nilai pantas menerimanya.”
Dalam sebuah hadits disebutkan,
إن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا بالغنى ولو أفقرته لكفر، وإن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا الفقر ولو أغنيته لكفر
“Sesungguhnya
di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan
kekayaan padanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan
kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah
memberikan kemiskinan padanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu
ia akan kufur”. Hadits ini dinilai dho’if(lemah), namun maknanya adalah
shahih karena memiliki dasar shahih dari surat Asy Syuraa ayat 27.
Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Ketahuilah
bahwa kaya dan miskin bukanlah tanda orang itu mulia dan hina. Karena
orang kafir saja Allah beri rizki, begitu pula dengan orang yang
bermaksiat pun Allah beri rizki. Jadi rizki tidak dibatasi pada orang
beriman saja. Itulah lathif-nya Allah (Maha Lembutnya Allah).
Sebagaimana dalam ayat disebutkan,
اللهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ القَوِيُّ العَزِيزُ
“Allah
Maha lembut terhadap hamba²-Nya, Dia memberi rezki kepada yang di
kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy
Syura: 19)
Sifat orang² yang tidak beriman adalah
menjadikan tolak ukur kaya dan miskin sebagai ukuran mulia ataukah
tidak. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالُوا نَحْنُ
أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ (35) قُلْ
إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (36) وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا
أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ
آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا
عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آَمِنُونَ (37)
“Dan
mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak² (dari pada
kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah: “Sesungguhnya
Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan
(pula) anak² kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun, tetapi
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itulah yang
memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan, dan mereka aman sentosa di tempat² yang Tinggi (dalam
syurga).” (QS. Saba’: 35-37)
Orang-orang kafir
berpikiran bahwa banyaknya harta dan anak adalah tanda cinta Allah pada
mereka. Perlu diketahui bahwa jika mereka, yakni orang-orang kafir
diberi rizki di dunia, di akherat mereka akan sengsara dan diadzab.
Allah subhanahu wa ta’ala telah menyanggah pemikiran rusak orang kafir
tadi dalam firman-Nya,
نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ
“Kami bersegera memberikan kebaikan² kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 56)
Bukanlah
banyaknya harta dan anak yang mendekatkan diri pada Allah, namun iman
dan amalan sholeh. Sebagaiman dalam surat Saba’ di atas disebutkan,
وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Dan
sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang
mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun, tetapi orang² yang beriman dan
mengerjakan amal² shaleh.” Penjelasan dalam ayat ini senada dengan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat
kepada hati dan amal kalian” (HR. Muslim no.2564 dari Abu Hurairah)
Kaya
bisa saja sebagai istidroj dari Allah, yaitu hamba yang suka bermaksiat
dibuat terus terlena dengan maksiatnya lantas ia dilapangkan rizki.
Miskin pun bisa jadi sebagai adzab atau siksaan. Semoga kita bisa
merenungkan hal ini.
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menerangkan firman Allah,
فَأَمَّا
الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ
فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)
“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah
memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya
Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16);
Beliau
rahimahullah berkata, “Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari
orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah
sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan
luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak
demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman,
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ
“Apakah
mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada
mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan
kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun:
55-56)
Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia
merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana
yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki
itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia
cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang yang Dia
cintai atau pun tidak. Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang
dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada
Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang
berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut,
maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun
bersabar.”
Sebab Bertambah dan Barokahnya Rizki
Takwa kepada Allah adalah sebab utama rizki menjadi barokah. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan mengenai Ahli Kitab,
وَلَوْ
أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ
أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا
يَعْمَلُونَ
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan
kepada mereka dari Rabbnya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari
atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang
pertengahan. dan Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan
mereka.” (QS. Al Maidah: 66)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ القُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al
A’rof: 96)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar,
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath
Tholaq: 2-3)
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا
“Dan
bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang
segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin: 16)
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Sebab Berkurang dan Hilangnya Barokah Rizki
Kebalikan
dari di atas, rizki bisa berkurang dan hilang barokahnya karena maksiat
dan dosa. Mungkin saja hartanya banyak, namun hilang barokah atau
kebaikannya. Karena rizki dari Allah tentu saja diperoleh dengan
ketaatan. Allah Ta’ala berfirman,
ظَهَرَ الفَسَادُ فِي
البَرِّ وَالبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar
Rum: 41).
Yang dimaksudkan kerusakan di sini, kata
sebagian ulama adalah kekeringan, paceklik, hilangnya barokah (rizki).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Yang dimaksudkan kerusakan di
sini adalah hilangnya barokah (rizki) karena perbuatan hamba. Ini semua
supaya mereka kembali pada Allah dengan bertaubat.” Sedangkan yang
dimaksud dengan kerusakan di laut adalah sulitnya mendapat buruan di
laut. Kerusakan ini semua bisa terjadi karena dosa-dosa manusia.
Yang Penting Berusaha dan Tawakkal
Keimanan
yang benar rizki bukan hanya di nanti². Kita bukan menunggu ketiban
rizki dari langit. Tentu saja harus ada usaha dan tawakkal, yaitu
bersandar pada Allah. Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ
أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ
كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
“Seandainya
kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan
memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung
tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore
harinya dalam keadaan kenyang.”
Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa As Suyuthi mengatakan, “Al Baihaqi mengatakan dalam Syu’abul Iman:
Hadits
ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha
untuk memperoleh rizki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang
memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut pergi di pagi
hari untuk mencari rizki. Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini:
Seandainya mereka bertawakkal pada Allah Ta’ala dengan pergi dan
melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian melihat bahwa
setiap kebaikan berada di tangan-Nya dan dari sisi-Nya, maka mereka akan
memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang pergi pagi hari dalam
keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang. Namun ingatlah
bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha
mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya.
Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.”
Rizki yang Paling Mulia
Sebagian
kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan.
Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu.
Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada
hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada
hamba²-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah
disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak
pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah
sebutkan bagi hamba²-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu
sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya
Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan
rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)
وَمَنْ يُؤْمِنْ
بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا
“Dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh
niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath
Tholaq: 11)
Jika setiap kita memahami hal ini, yang
Allah satu-satunya pemberi rizki dan sungguh Allah benar-benar yang
terbaik bagi kita, maka tentu saja kita tidak akan menggantungkan hati
pada selain Allah untuk melariskan bisnis. Allah Ta’ala sungguh
benar-benar Maha Mencukupi. Allah Maha Mengetahui manakah yang terbaik
untuk hamba-Nya, sehingga ada yang Dia jadikan kaya dan miskin. Setiap
hamba tidak perlu bersusah payah mencari solusi rizki dengan meminta dan
menggantungkan hati pada selain-Nya. Tidak perlu lagi bergantung pada
jimat dan penglaris. Gantilah dengan banyak memohon dan meminta
kemudahan rizki dari Allah..
Wallahu Waliyyut Taufiq..
"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat"