Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..
Apakah yang di maksud dengan Hadits mudhthorib?
Hadits mudhthorib adalah hadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang bervariasi yang sama-sama kuat.
Secara jelas, hadits mudhthorib adalah hadits yang diriwayatkan dengan riwayat yang saling bertentangan yang tidak mungkin dikompromikan antara riwayat-riwayat yang ada. Bahkan pertentangan yang ada adalah antara riwayat yang sama-sama kuat dan tak mungkin dikuatkan riwayat yang ada satu dan lainnya dengan jalan tarjih (penguatan).
Disebutkan dalam Ba’its Al-Hatsits,
أن يختلف الرواة فيه على شيخ بعينه، أو من وجوه أُخر متعادلة لا يترحح بعضها على بعض. وقد يكون تارة في الإسناد، وقد يكون في المتن. وله أمثلة كثيرة يطول ذكرها. والله أعلم
“Ada perbedaan perawi dalam hal guru tertentu atau ada riwayat yang berbeda yang tidak bisa dikuatkan satu dan lainnya. Mudhthorib bisa terjadi pada sanad, bisa pula pada matan hadits.
Contoh hadits mudhthorib begitu banyak yang sangat panjang untuk disebut satu per satu.” (Ba’its Al Hatsits hlm.78)
Kalau kita melihat penjelasan di atas, suatu hadits disebut mudhthorib ketika memenuhi dua syarat:
Adanya perbedaan riwayat yang tak mungkin ada titik temu untuk disatukan.
Riwayat yang ada sama-sama kuat yang tidak mungkin ditarjih (dikuatkan) satu dan lainnya.
Seandainya saja hadits tersebut masih bisa dikuatkan atau bisa dicari titik temu, maka sifat idhthirob dalam hadits menjadi tiada. Ketika bisa dikuatkan, maka diamalkanlah riwayat yang lebih kuat. Bisa jadi pula dicari titik temu sehingga kedua hadits bisa diamalkan.
Hadits mudhthorib ada dua macam, ada mudhthorib pada sanad dan ada mudhthorib pada matan.
Contoh mudhthorib pada sanad
Pertama:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رضى الله عنه يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ شِبْتَ. قَالَ « شَيَّبَتْنِى هُودٌ وَالْوَاقِعَةُ وَالْمُرْسَلاَتُ وَ (عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ) وَ (إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ) »
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Abu Bakar kenapa sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cepat beruban. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada sahabatnya, “Yang telah membuatku beruban adalah surat Hud, surat Al-Waqi’ah, surat Al-Mursalat, surat An-Naba’, dan surat At-Takwir.” (HR. Tirmidzi no.3297. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Karena pada ayat tersebut mengandung perintah untuk beristiqamah. Itulah yang terasa berat bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ad-Daruquthni mengatakan bahwa hadits ini mudhtharib. Hadits ini hanyalah diriwayatkan dari jalur Abu Ishaq. Ada kurang lebih dua puluh perbedaan riwayat dari Abu Ishaqa. Ada yang diriwayatkan secara mursal (terputus antara tabi’in dan Nabi). Ada yang diriwayatkan secara maushul (bersambung). Ada yang menyebutkan bahwa haditsnya adalah musnad Abu Bakar, ada pula yang menyatakan musnad Sa’ad, juga ada yang menyebut musnad ‘Aisyah, dan ada yang menyebut berbeda dengan itu. Periwayatannya semuanya dari yang tsiqah (terpercaya) dan tidak bisa dikuatkan (tarjih) satu dan lainnya, juga tidak bisa dijama’ (dikompromikan). (Tadrib Ar-Rawi 1: 265. Dinukil dari Taysir Musthalah Al-Hadits hlm.142)
Kedua:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « اقْرَءُوا (يس) عَلَى مَوْتَاكُمْ ».
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacakanlah surat Yasin pada orang yang hampir mati di antara kalian.” (HR. Abu Daud no.3121; Ibnu Majah no.1448; An-Nasa’i dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah no.1074. Kata Ibnu Hajar dalam Bulugh Al-Maram no.538, hadits ini dianggap shahih oleh Ibnu Hibban. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)
Hadits ini memiliki dua alasan dha’if:
Hadits ini mengalami idhthirab dalam sanad. Hadits ini diriwayatkan dari Abu ‘Utsman, dari bapaknya, dari Ma’qil secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ada pula riwayat yang menyebutkan dari Abu ‘Utsman, dari Ma’qil secara marfu’, tanpa menyebut bapak dari Abu ‘Utsman. Juga ada riwayat yang menyebut dari seseorang (tanpa menyebut nama), dari bapaknya, dari Ma’qil secara marfu’. Ada juga riwayat dari Ma’qil secara mawquf (hanya sampai pada sahabat Nabi saja, artinya jadi perkataan Ma’qil).
Sebagaimana disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal fii Naqd Ar-Rijal, Abu ‘Utsman dan bapaknya adalah perawi majhul yang tidak diketahui siapa mereka.
Namun perlu dipahami, Abu ‘Utsman yang dimaksud di atas bukanlah Abu ‘Utsman An-Nahdi. Karena Sulaiman At-Taimi biasa memiliki riwayat dari Abu ‘Utsman An-Nahdi, nama aslinya adalah ‘Abdurrahman bin Mall. Abu ‘Utsman An-Nahdi di sini kredibel, seorang yang terpercaya dan seorang ahli ibadah sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Talkhish (2: 110) menukil dari Ibnul ‘Arabi, dari Ad-Daruquthni, ia berkata, “Sanad hadits ini dha’if, matannya majhul (tidak diketahui). Tidak ada hadits yang shahih dalam bab ini sama sekali.” (Minhah Al ‘Allam 4: 241-242).
Contoh mudhthorib pada matan
Ada perbedaan dari sisi matan hadits dari dua hadits berikut ini..
عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ سَأَلْتُ أَوْ سُئِلَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الزَّكَاةِ فَقَالَ « إِنَّ فِى الْمَالِ لَحَقًّا سِوَى الزَّكَاةِ »
Dari Fathimah binti Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya atau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang zakat, “Sesungguhnya harta masih punya kewajiban selain untuk zakat.” (HR. Tirmidzi no.659)
عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّهَا سَمِعَتْهُ – تَعْنِى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- – يَقُولُ « لَيْسَ فِى الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ »
Dari Fathimah binti Qais, ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kewajiban harta hanyalah untuk zakat.” (HR. Ibnu Majah no.1789)
Kedua matan atau isi hadits di atas saling bertentangan dengan sangat jelas.
Intinya, hadits mudhthorib termasuk hadits dha’if karena tidak adanya dhabth (hafalan atau catatan) yang kuat dari perawinya.
"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat"
0 komentar:
Posting Komentar