Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..
Melanjutkan pertanyaan dari Uni Eva di Solok Sumatra Barat yang menanyakan soal
Hukum Implantasi Gigi Menurut Islam, berikut penjelasan nya..
Ada beberapa hadits yang bisa kita jadikan acuan dalam masalah ini, diantaranya..
Pertama, hadits dari Urfujah bin As’ad radhiyallahu ‘anhu,
Ų£َŁَّŁُ Ų£ُŲµِŁŲØَ Ų£َŁْŁُŁُ ŁَŁْŁ
َ Ų§ŁْŁُŁَŲ§ŲØِ ŁِŁ Ų§ŁْŲ¬َŲ§ŁِŁِŁَّŲ©ِ، ŁَŲ§ŲŖَّŲ®َŲ°َ Ų£َŁْŁًŲ§ Ł
ِŁْ ŁَŲ±ِŁٍ ŁَŲ£َŁْŲŖَŁَ Ų¹َŁَŁْŁِ ŁَŲ£َŁ
َŲ±َŁُ Ų§ŁŁَّŲØِŁُّ ŲµَŁَّŁ Ų§ŁŁŁُ Ų¹َŁَŁْŁِ ŁَŲ³َŁَّŁ
َ Ų£َŁْ ŁَŲŖَّŲ®ِŲ°َ Ų£َŁْŁًŲ§ Ł
ِŁْ Ų°َŁَŲØٍ
Bahwa hidung beliau terkena senjata pada peristiwa perang Al Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas. (HR. An Nasai 5161, Abu Daud 4232, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Kedua, hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
ŁُŲ¹ŁŲŖ Ų§ŁŁŲ§ŲµŁŲ© ŁŲ§ŁŁ
Ų³ŲŖŁŲµŁŲ© ŁŲ§ŁŁŲ§Ł
ŲµŲ© ŁŲ§ŁŁ
ŲŖŁŁ
ŲµŲ© ŁŲ§ŁŁŲ§Ų“Ł
Ų© ŁŲ§ŁŁ
Ų³ŲŖŁŲ“Ł
Ų© Ł
Ł ŲŗŁŲ± ŲÆŲ§Ų”
“Dilaknat : orang yang menyambung rambut, yang disambung rambutnya, orang yang mencabut alisnya dan yang minta dicabut alisnya, orang yang mentato dan yang minta ditato, selain karena penyakit.” (HR. Abu Daud 4170 dan dishahihkan Al Albani).
Dalam riwayat lain, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
ŁŁŁ Ų¹Ł Ų§ŁŁŲ§Ł
ŲµŲ© ŁŲ§ŁŁŲ§Ų“Ų±Ų© ŁŲ§ŁŁŲ§ŲµŁŲ© ŁŲ§ŁŁŲ§Ų“Ł
Ų© Ų„ŁŲ§ Ł
Ł ŲÆŲ§Ų”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang mencukur alis, mengkikir gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali karena penyakit. (HR. Ahmad 3945 dan sanadnya dinilai kuat oleh Syuaib Al Arnaut).
Syech As Syaukani mengatakan,
ŁŁŁŁ (Ų„ŁŲ§ Ł
Ł ŲÆŲ§Ų”) ŲøŲ§ŁŲ±Ł Ų£Ł Ų§ŁŲŖŲŲ±ŁŁ
Ų§ŁŁ
Ų°ŁŁŲ± Ų„ŁŁ
Ų§ ŁŁ ŁŁŁ
Ų§ Ų„Ų°Ų§ ŁŲ§Ł ŁŁŲµŲÆ Ų§ŁŲŖŲŲ³ŁŁ ŁŲ§ ŁŲÆŲ§Ų” ŁŲ¹ŁŲ©، ŁŲ„ŁŁ ŁŁŲ³ ŲØŁ
ŲŲ±Ł
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘kecuali karena penyakit’ menunjukkan bahwa keharaman yang disebutkan, jika tindakan tersebut dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak haram. (Nailul Authar 6/244).
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan, semua intervensi luar yang mengubah keadaan tubuh kita hukumnya dibolehkan jika tujuannya dalam rangka pengobatan, atau mengembalikan pada kondisi normal. Dan ini tidak termasuk mengubah ciptaan Allah yang terlarang.
Lajnah Daimah untuk Fatwa dan Penelitian Islam, mendapat pertanyaan tentang hukum mencabut gigi yang rusak dan diganti dengan gigi palsu. Apakah termasuk mengubah ciptaan Allah?
Jawaban Lajnah:
ŁŲ§ ŲØŲ£Ų³ ŲØŲ¹ŁŲ§Ų¬ Ų§ŁŲ£Ų³ŁŲ§Ł Ų§ŁŁ
ŲµŲ§ŲØŲ© Ų£Ł Ų§ŁŁ
Ų¹ŁŲØŲ© ŲØŁ
Ų§ ŁŲ²ŁŁ Ų¶Ų±Ų±ŁŲ§ Ų£Ł Ų®ŁŲ¹ŁŲ§ ، ŁŲ¬Ų¹Ł Ų£Ų³ŁŲ§Ł ŲµŁŲ§Ų¹ŁŲ© ŁŁ Ł
ŁŲ§ŁŁŲ§ Ų„Ų°Ų§ Ų§ŲŲŖŁŲ¬ Ų„ŁŁ Ų°ŁŁ ؛ ŁŲ£Ł ŁŲ°Ų§ Ł
Ł Ų§ŁŲ¹ŁŲ§Ų¬ Ų§ŁŁ
ŲØŲ§Ų ŁŲ„Ų²Ų§ŁŲ© Ų§ŁŲ¶Ų±Ų± ، ŁŁŲ§ ŁŲÆŲ®Ł ŁŲ°Ų§ ŁŁ ŲŖŲØŲÆŁŁ Ų®ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŁ
Ų§ ŁŁŁ
Ų§ŁŲ³Ų§Ų¦Ł
“Tidak masalah mengobati gigi yang rusak atau cacat, dengan gigi lain, sehingga bisa menghilangkan resiko sakit, atau melepasnya kemudian diganti gigi palsu, jika dibutuhkan. Karena semacam ini termasuk bentuk pengobatan yang mubah, untuk menghilangkan madharat. Dan tidak termasuk mengubah ciptaan Allah, sebagaimana yang dipahami penanya.” (Fatawa Lajnah 25/15).
Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibnu Utsaimin. Beliau ditanya tentang hukum gigi palsu, untuk menggantikan gigi yang rontok. Jawaban beliau,
ŁŲ¬ŁŲ² ŁŁŲ„ŁŲ³Ų§Ł Ų„Ų°Ų§ Ų³ŁŲ·ŲŖ Ų£Ų³ŁŲ§ŁŁ Ų£Ł ŁŲ³ŲŖŲ¹ŁŲ¶ Ų¹ŁŁŲ§ ŲØŲ£Ų³ŁŲ§Ł Ų£Ų®Ų±Ł ŲµŁŲ§Ų¹ŁŲ© ؛ ŁŲ£Ł Ų°ŁŁ Ł
Ł Ų„Ų²Ų§ŁŲ© Ų§ŁŲ¹ŁŲØ ، ŁŁ
Ų§ Ų£Ų°Ł Ų§ŁŲ±Ų³ŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
ŁŲ£ŲŲÆ Ų§ŁŲµŲŲ§ŲØŲ© Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
Ų§ŁŲ°Ł Ų§ŁŁŲ·Ų¹ Ų£ŁŁŁ Ų£Ł ŁŲŖŲ®Ų° Ų£ŁŁŲ§ً Ł
Ł ŁŲ¶Ų© ŁŲ£ŁْŲŖŁ ، ŁŲ£Ų°Ł ŁŁ Ų£Ł ŁŲŖŲ®Ų° Ų£ŁŁŲ§ً Ł
Ł Ų°ŁŲØ ، ŁŲ§ŲŖŲ®Ų° Ų£ŁŁŲ§ً Ł
Ł Ų°ŁŲØ . ŁŲ°ŁŁ Ų£ŁŲ¶Ų§ً Ų§ŁŲ£Ų³ŁŲ§Ł Ų„Ų°Ų§ Ų³ŁŲ·ŲŖ ŁŁŁŲ„ŁŲ³Ų§Ł Ų£Ł ŁŲ¶Ų¹ ŲØŲÆŁŁŲ§ Ų£Ų³ŁŲ§ŁŲ§ً ŲµŁŲ§Ų¹ŁŲ© ، ŁŁŲ§ ŲŲ±Ų¬ Ų¹ŁŁŁ ŁŁ Ų°ŁŁ
“Boleh bagi seseorang ketika ada giginya yang rontok, untuk diganti dengan gigi palsu, karena semacam ini termasuk bentuk menghilangkan cacat tubuh. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan salah seorang sahabat yang terpotong hidungnya, untuk menambal hidungnya dengan perak. Namun malah membusuk. Kemudian beliau mengizinkan menambal hidungnya dengan emas. Demikian pula gigi. Ketika ada gigi seseorang yang rontok, dia boleh memasang gigi palsu sebagai penggantinya, dan hukumnya tidak masalah. (Fatawa Nur ‘ala Ad Darb volume 9).
Lalu bagaimana setelah meninggal, Apakah gigi palsu itu harus di cabut atau boleh dibiarkan saja'?
Akhi Ukhti, Jenazah muslim wajib disikapi sebagaimana orang hidup. Artinya tidak boleh dikerasi, tidak boleh dilukai, atau diambil bagian tubuhnya, apalagi dipatahkan tulangnya.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ŁَŲ³ْŲ±ُ Ų¹َŲøْŁ
ِ Ų§ŁْŁ
َŁِّŲŖِ ŁَŁَŲ³ْŲ±ِŁِ ŲَŁًّŲ§
”Mematahkan tulang mayit, statusnya sama dengan mematahkan tulangnya ketika masih hidup.” (HR. Abu Daud 3207, Ibnu Majah 1616, dan yang lainnya).
Mengingat hadits ini, Fatawa Syabakah Islamiyah menegaskan satu kaidah,
ŁŁ
Ł Ų§ŁŁ
ŁŲ±Ų± Ų“Ų±Ų¹Ų§ً Ų£Ł ŲŲ±Ł
Ų© Ų§ŁŁ
Ų³ŁŁ
ŁŁŁ Ł
ŁŲŖ ŁŲŲ±Ł
ŲŖŁ ŁŁŁ ŲŁ، ŁŁ
Ł Ų«Ł
ŁŁŲ§ ŁŲ¬ŁŲ² Ų§ŁŲŖŲ¹ŲÆŁ Ų¹ŁŁ ŲŲ±Ł
ŲŖŁ
”Bagian prinsip penting dalam syariat, kehormatan seorang muslim ketika sudah mati statusnya sama dengan kehormatannya ketika masih hidup. Karena itu, tidak boleh dilanggar kehormatannya.” (Fatawa Syabakah islamiyah no.12511)
Para ulama menegaskan bahwa tidak wajib mengambil benda asing yang ada pada tubuh mayit. Makna tidak wajib, artinya keberadaan barang itu di tubuh mayit, tidak memberikan dampak apapun bagi mayit. Keberadaan benda itu, tidaklah menyebabkan si mayit menjadi tertahan amalnya atau dia tidak tenang, atau keyakinan semacamnya.
Dalam kitab Al Inshaf, Al Mardawi Al Hambali mengatakan,
ŁŲ§Ł ŁŁ Ų§ŁŁŲµŁŁ: ŁŁŲ°Ų§ ŁŁ Ų±Ų¢Ł Ł
ŲŲŖŲ§Ų¬Ų§ Ų„ŁŁ Ų±ŲØŲ· Ų£Ų³ŁŲ§ŁŁ ŲØŲ°ŁŲØ ŁŲ£Ų¹Ų·Ų§Ł Ų®ŁŲ·Ų§ Ł
Ł Ų°ŁŲØ، Ų£Ł Ų£ŁŁŲ§ Ł
Ł Ų°ŁŲØ ŁŲ£Ų¹Ų·Ų§Ł ŁŲ±ŲØŲ·Ł ŲØŁ ŁŁ
Ų§ŲŖ، ŁŁ
ŁŲ¬ŲØ ŁŁŲ¹Ł ŁŲ±ŲÆŁ، ŁŲ£Ł ŁŁŁ Ł
Ų«ŁŲ©
“Dalam kitab Al Fushul dinyatakan, jika ada orang yang butuh untuk mengikat giginya dengan emas, kemudian giginya diberi kawat emas. Atau dia butuh hidung emas, kemudian dia diberi hidung emas lalu diikat, kemudian dia mati, maka tidak wajib dilepas dan dikembalikan kepada pemiliknya. Karena melepasnya menyebabkan menyayat mayat.” (Al Inshaf 2/555).
Hal yang sama juga disampaikan Ibnu Qudamah,
ŁŲ„Ł Ų¬ŲØŲ± Ų¹ŲøŁ
Ł ŲØŲ¹ŲøŁ
ŁŲ¬ŲØŲ±، Ų«Ł
Ł
Ų§ŲŖ، ŁŁ
ŁŁŲ²Ų¹ Ų„Ł ŁŲ§Ł Ų·Ų§ŁŲ±Ų§. ŁŲ„Ł ŁŲ§Ł ŁŲ¬Ų³Ų§ ŁŲ£Ł
ŁŁ Ų„Ų²Ų§ŁŲŖŁ Ł
Ł ŲŗŁŲ± Ł
Ų«ŁŲ© Ų£Ų²ŁŁ؛ ŁŲ£ŁŁ ŁŲ¬Ų§Ų³Ų© Ł
ŁŲÆŁŲ± Ų¹ŁŁ Ų„Ų²Ų§ŁŲŖŁŲ§ Ł
Ł ŲŗŁŲ± Ł
Ų¶Ų±Ų©. ŁŲ„Ł Ų£ŁŲ¶Ł Ų„ŁŁ Ų§ŁŁ
Ų«ŁŲ© ŁŁ
ŁŁŁŲ¹
”Jika tulang seseorang ditambal dengan tulang hewan lain, lalu ditutup, kemudian dia mati, maka tidak boleh dilepas, jika tulang pasangan itu suci. Namun jika tulang pasangan itu najis, dan memungkinkan untuk dihilangkan tanpa menyayat mayit maka dia diambil. Karena ini termasuk benda najis yang mampu untuk dihilangkan tanpa membahayakan. Namun jika harus menyayat mayit maka tidak perlu dilepas.” (Al Mughni 2/404).
Dari keterangan di atas, pada prinsipnya melepas benda yang ada di jasad mayit tidak diperbolehkan, kecuali jika ada 2 pertimbangan..
• Ada maslahat besar untuk mengambil benda itu, misalnya karena nilainya yang mahal atau karena benda yang ada di tubuh mayit itu najis.
• Tidak membahayakan bagi mayit, misal tidak menyebabkan harus menyayat mayit.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
Ł
Ų§ ŲŁŁ
Ų£Ų³ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ°ŁŲØ ŁŲŗŁŲ±ŁŲ§ Ł
Ł
Ų§ Ų±ŁŲØŁ Ų§ŁŲ„ŁŲ³Ų§Ł ŁŁ ŲŁŲ§ŲŖŁ ŁŁ ŲŖŲÆŁŁ Ł
Ų¹Ł Ų£Ł
ŲŖŲ®ŁŲ¹؟ Ų§ŁŲ¬ŁŲ§ŲØ: Ų£Ł
Ų§ Ł
Ų§ ŁŲ§ ŁŁŁ
Ų© ŁŁ ŁŁŲ§ ŲØŲ£Ų³ Ų£Ł ŁŲÆŁŁ Ł
Ų¹Ł ŁŲ§ŁŲ£Ų³ŁŲ§Ł Ł
Ł ŲŗŁŲ± Ų§ŁŲ°ŁŲØ ŁŲ§ŁŁŲ¶Ų© ŁŲ§ŁŲ£ŁŁ Ł
Ł ŲŗŁŲ± Ų§ŁŲ°ŁŲØ، ŁŲ£Ł
Ų§ Ł
Ų§ ŁŲ§Ł ŁŁ ŁŁŁ
Ų© ŁŲ„ŁŁ ŁŲ¤Ų®Ų° Ų„ŁŲ§ Ų„Ų°Ų§ ŁŲ§Ł ŁŲ®Ų“Ł Ł
ŁŁ Ų§ŁŁ
ُŲ«ŁŲ©، ŁŁ
Ų§ ŁŁ ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ³Ł ŁŁ Ų£Ų®Ų°ŁŲ§Ł ŲµŲ§Ų±ŲŖ Ų§ŁŁ
ُŲ«ŁŲ© ŁŲ„ŁŁ ŁŲØŁŁ Ł
Ų¹Ł
“Bagaimana hukum gigi emas atau semacamnya yang dipasang seseorang ketika hidup. Apakah dikubur bersama mayit ataukah boleh dilepas?.
Jawabannya, jika benda itu tidak bernilai, tidak masalah dikubur bersama mayit, seperti gigi yang bukan emas atau perak, atau hidung palsu yang bukan emas. Namun jika benda itu bernilai, maka boleh diambil, kecuali jika dikhawatirkan akan merusak badan mayit, misalnya ketika gigi itu diambil akan merusak rahang, maka gigi itu dibiarkan untuk dikubur bersama mayit.” (Asy Syarh Al Mumthi 5/283)
''Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat''
0 komentar:
Posting Komentar