Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..
Jangan ikuti jalan setan. Sifat jalan setan itu ada beberapa yang patut kita waspadai..
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169)
“Dan janganlah kamu mengikuti langkah² syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS. Al Baqarah: 168-169)
Beberapa pelajaran penting yang bisa ditarik dari ayat di atas:
1. Kita diperintahkan tidak mengikuti jalan setan.
2. Pahamilah bahwa setan adalah musuh manusia.
Ayat di atas menunjukkan bahwa setan itu adalah musuh manusia. Ini bukan hanya berarti menjauh dari setan, namun menjauh pula dari teman² setan dari kalangan manusia yang mengajak pada perbuatan dosa. Setan jelas musuh kita, yang menjadi teman² setan pun adalah musuh yang mesti dijauhi.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Hai orang² yang beriman, janganlah kamu mengambil orang² Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin²(mu), sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.”
(QS. Al Maidah: 51)
Dalam ayat lain disebutkan pula,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
“Hai orang² yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman² setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita² Muhammad), karena rasa kasih sayang.” (QS. Al Mumtahanah: 1)
Berarti dari sini, kita diperintahkan untuk mencari teman yang baik, bukan teman yang buruk yang menjadi temannya setan.
3. Setan mengajak pada dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar.
Yang dimaksud dengan as-suu’ dalam ayat adalah amalan kejelekan di bawah Al fahsya’. Adapun Al fahsya’ adalah dosa² besar yang dianggap jelek oleh akal dan syari’at. Berarti As suu’ adalah dosa kecil, sedangkan Al fahsya’ adalah dosa besar.
Kalau dalam diri kita ada niatan untuk melakukan dosa kecil maupun dosa besar, maka ketahuilah, itu adalah jalan setan. Maka mintalah pada Allah perlindungan dari maksiat atau dosa tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.”
(QS. Al A’raf: 200)
Contoh yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan pada Allah agar tidak terjerumus dalam zina atau perselingkuhan.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى
“Allahumma inni a’udzu bika min syarri sam’ii, wa min syarri basharii, wa min syarri lisanii, wa min syarri qalbii, wa min syarri maniyyi..”
(artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelekan pada mani atau kemaluanku). (HR. An Nasa’i no.5446, Abu Daud no.1551, Tirmidzi no.3492. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
4. Setan mengajak berbicara tanpa ilmu.
Berbicara tentang Allah ada tiga macam:
• Berbicara tentang Allah yang benar² itu dari Allah, seperti itu boleh. Bahkan bisa jadi wajib untuk berbicara seperti itu jika dibutuhkan.
• Berbicara tentang Allah yang diketahui bahwa Allah menyelisihi hal itu, maka haram berbicara seperti itu. Bahkan hal tersebut keras dilarang karena termasuk menentang Allah.
• Berbicara tentang Allah yang tidak diketahui kalau Allah mengatakannya, maka haram juga berbicara tentang hal tersebut.
Pembicaraan yang haram tentang Allah bisa jadi berbicara dalam masalah hukum. Allah haramkan sesuatu, ia menyatakan bahwa Allah menghalalkannya. Begitu pula yang lebih dari itu lagi adalah berbicara tentang Allah dalam masalah nama dan sifat Allah. Seperti menyatakan Allah serupa dengan makhluk atau menolak nama atau sifat Allah.
Padahal Allah Ta’ala berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syura: 11)
فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu² bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 74)
Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..
Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..
0 komentar:
Posting Komentar