Rabu, 09 November 2016

MEMBALAS SALAM NON MUSLIM

00.51.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Melanjutkan pertanyaan dari Ukhti Arma di Cileungsi yang menanyakan Soal menjawab salam dari non muslim, berikut penjelasannya..

Sebenarnya bagaimanakah hukum membalas salam ahli kitab maupun non muslim lainnya? Dan bolehkah memulai mengucapkan salam pada mereka? Ada pula hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berjumpa orang kafir, maka pepetlah mereka ke pinggir. Bagaimana penjelasan hal ini?

Ada sebuah riwayat yang menjelaskan masalah di atas. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

“Jangan kalian mengawali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR. Muslim no.2167)

Memulai Salam Pada Orang Non Muslim

Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum memulai ucapan salam pada non muslim dan hukum membalas salam mereka. Kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan mengharamkan memulai ucapan salam.

Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim 14: 145).

Adapun memulai mengucapkan “selamat pagi” pada orang non muslim, tidaklah masalah. Namun lebih baik tetap tidak mengucapkannya kecuali jika ada maslahat atau ingin menghindarkan diri dari mudhorot.

Membalas Salam Orang Non Muslim

Mayoritas ulama (Jumhur) berpendapat bahwa jika orang non muslim memberi salam, maka jawablah dengan ucapan “wa ‘alaikum”.
Dalilnya adalah hadits muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ

“Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no.6258 dan Muslim no.2163)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata,

مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »

“Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no.6926)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan orang non muslim. Ibnu Battol berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas salam orang non muslim adalah wajib berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa ayat 86).

Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang mengucapkan salam padamu, maka balaslah ucapannya walau ia seorang Majusi.” Demikian pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah. Namun Imam Malik dan jumhur (mayoritas ulama) melarang demikian. Atho’ berkata, “Ayat (yaitu surat An Nisa’ ayat 86) hanya khusus bagi kaum muslimin. Jadi tidak boleh menjawab salam orang non muslim secara mutlak. Hadits di atas cukup menjadi alasan.” (Fathul Bari 11: 42)

Surat An Nisa ayat 86 yang dimaksud adalah,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86).

Inilah dalil yang jadi alasan sebagian ulama (seperti Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah) bahwa jika orang non muslim memberi salam ‘as salaamu ‘alaikum’, maka hendaklah dibalas dengan yang semisal, yaitu ‘wa ‘alaikumus salam’.

Ketika Bertemu Orang Non Muslim di Jalan

Adapun maksud hadits,

فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

“Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” 
Yang dimaksud adalah janganlah membuka jalan pada orang non muslim dalam rangka memuliakan atau menghormati mereka. Sehingga bukanlah maknanya jika kalian bertemu orang non muslim di jalan yang luas, maka paksalah mereka hingga ke lubang sehingga jalan mereka menjadi sempit. Pemahaman seperti ini berarti menyakiti non muslim tanpa ada sebab. Demikian keterangan Al Munawi dalam Faidul Qodir (6: 501) yang menyanggah tafsiran sebagian ulama yang keliru.

Wallahu Waliyyut Taufiq..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

SELAMAT PAGI DAN UCAPAN SALAM, MANA LEBIH BAIK?

00.38.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Selamat pagi kalau ingin dibandingkan dengan ucapan salam dalam ajaran Islam sungguh jauh berbeda. Ucapan salam yang diajarkan dalam agama kita lebih jauh sempurna kandungan maknanya dibandingkan dengan ucapan ‘selamat pagi’.
Ucapan salam: Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Di antara keutamaan ucapan salam dalam Islam dan yang menunjukkan kesempurnaannya dibandingkan dengan salam umat lainnya, yaitu salam yang kita ucapkan telah menjadi pilihan dari Allah untuk salam di dunia dan salam bagi penghuni Darus Salam (penghuni surga). Ini karena baik dan sempurnanya ajaran Islam. Salam tersebut mengandung banyak kebaikan.

Ibnul Qayyim menyatakan bahwa seseorang bisa selamat dalam hidupnya jika ia:

  1. Selamat dari segala macam kejelekan dan segala sesuatu yang berlawanan dengan penghidupan.
  2. Mendapat rahmat dengan tercapainya kebaikan.
  3. Mendapat berkah yang langgeng dan kebaikan.


Ketiga kandungan di atas menyempurnakan hidup seseorang jika ia peroleh. Oleh karena itu disyari’atkan salam penghormatan
Assalamu ‘alaikum yang mengandung makna Selamat dari segala kejelekan.
Wa rahmatullahi yang mengandung makna Tercapainya kebaikan.
Wa barakatuh yang mengandung makna Tetap dan langgengnya kebaikan.

Sebagaimana makna dari barokah adalah kebaikan yang banyak dan terus menerus ada.
Demikian keterangan Ibnul Qayyim dalam Badai’ul Fawaid dinukil dari Kunuz Riyadhis Sholihin 11: 294.
Dari situ, kita sudah barang tentu yakin bahwa yang manfaat adalah ucapan salam dibanding mengucapkan ‘selamat pagi’, ‘selamat sore’ atau pun ‘selamat malam’.

Mari kita amalkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no.54)

Adapun mengenai hukum selamat pagi dijelaskan oleh Syech Abdul Aziz bin Baz berikut..

Syech Ibnu Baz rahimahullah berkata,
Ucapan selamat pagi (shobahul khoir) adalah ucapan yang tidak kuketahui maksudnya, begitu pula ucapan selamat sore (masa-ul khoir). Seharusnya seorang muslim mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum” terlebih dahulu. Lalu setelah itu sah² saja mengucapkan selamat pagi atau selamat sore, atau ia menanyakan ‘bagaimana kabar Anda di pagi atau di sore ini?’ Sedangkan memberi ucapan selamat pagi (shobahul khoir) atau selamat sore (masa-ul khoir), aku tidak mengetahui asal muasal ucapan tersebut dan aku pun tidak mengetahui apa maksudnya. Mungkin saja maksud kalimat tersebut, semoga Allah memberi engkau kebaikan di pagi ini. Atau maksudnya semoga Allah menurunkan kebaikan di pagi ini. Menggunakan kalimat tanya seperti ‘kayfa ash-bahta’ (bagaimana kabarmu di pagi ini) atau ‘kayfa amsayta’ (bagaimana kabarmu di sore ini), atau dengan kalimat do’a ‘shobahakallahu bilkhoir’ (semoga Allah memberi kebaikan di pagi ini untukmu) atau ‘masakallahu bilkhoir’ (semoga Allah memberi kebaikan di sore ini untukmu) boleh saja, namun kalimat² tersebut diucapkan setelah ucapan salam “assalamu ‘alaikum” atau “assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh”, itu yang lebih afdhol.. Semua bentuk ucapan tadi baik karena menunjukkan perhatian pada saudara kita. (Sumber fatwa Syech Ibnu Baz).

Wallahu Waliyyut Taufiq..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

MOGA TIDAK LUPA BERDZIKIR

00.26.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Kadang kita lalai dari berdzikir. Itu yang membuat urusan kita sulit, sulit mendapatkan pertolongan Allah. Lupa dzikir, sulit terlepas dari berbagai gangguan.

Lisan Terus Berdzikir

عن عبد الله بن بسر قال : أتى النبي صلى الله عليه و سلم أعرابيان فقال أحدهما من خير الرجال يا محمد قال النبي صلى الله عليه و سلم من طال عمره وحسن عمله وقال الآخر ان شرائع الإسلام قد كثرت علينا فباب نتمسك به جامع قال لا يزال لسانك رطبا من ذكر الله عز و جل

Dari Abdullah bin Busr, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang Arab Badui berkata, “Siapa orang yang paling baik, wahai Muhammad?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Yang lain bertanya pula, “Wahai Rasulullah, syari’at Islam begitu banyak, memberatkan kami dan sulit kami menjalani itu semuanya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan saran, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan berdzikir pada Allah.” (HR. Ahmad 4: 188. Syech Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Di Antara Keutamaan Dzikir

1. Allah akan mengingat orang yang berdzikir.

Hal ini mengkonsekuensikan pertolongan Allah begitu mudah untuk datang.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152).

Ibnul Qayyim mengatakan, “Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.”

2. Dengan dzikir, hati akan semakin hidup.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?

3. Hati dan ruh semakin kuat dengan dzikir.

Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan.

Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ atau perkataan beliau yang semisal ini.
Diceritakan oleh Ibnul Qayyim dalam Al Wabilush Shoyyib.

4. Dzikir adalah inti dari bersyukur.

Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,

« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »

“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu wahai Mu’adz, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).”

Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).

Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih kebahagiaan dan keberuntungan.

Jenis Dzikir

  1. Dzikir dengan mengingat nama dan sifat Allah serta memuji, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
  2. Dzikir dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah.
  3. Dzikir dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri.


Jenis dzikir di atas disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.

Dzikir Dengan Dihayati

Kalau kita melihat beberapa dzikir punya keutamaan yang besar. Ada dzikir yang manfaatnya bisa melindungi kita dari berbagai gangguan, penyakit, dan mendapatkan manfaat ukhrowi, juga duniawi. Namun kenapa kita biasa rutinkan misalkan dzikir pagi petang, namun tak juga berpengaruh pada diri kita? Apa ada yang salah dari dzikir tersebut?

Ada keterangan dari guru ane, Syech Abdul Aziz bin Marzuq Ath Thorifi hafizhahullah berikut ini..

Ane bertanya: Apa sebab seorang muslim bisa terkena berbagai musibah padahal ia telah merutinkan berbagai macam dzikir? Ia sudah merutinkan dzikir namun tetap saja ia terkena suatu musibah atau terkena sesuatu yang ia tidak sukai.

Jawab Syech Ath Thorifi, “Dzikir punya keutamaan (fadhilah) beragam. Bahkan sampai² Al Hafizh Ibnul Qayyim menyebutkan sampai 64 keutamaan berdzikir dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib.
Namun faedah atau keutamaan dzikir tersebut ada yang mendapatkannya, ada pula yang tidak mendapatkannya. Ini semua tergantung bagaimanakah cara ia membaca dzikir tersebut dan tergantung pada penghadiran hatinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bacaan sayyidul istighfar menyatakan, “Siapa yang membacanya dalam keadaan meyakininya …”
Berarti yang membaca tidak dengan penuh keyakinan, hanya di lisan saja, atau tak memahami maknanya, maka ia tidak mungkin mendapatkan seluruh faedah dari dzikir yang telah disebutkan. Karenanya, siapa yang berdzikir dengan cara yang benar dan ia berdzikir secara lahir dan batin, maka ia pasti akan mendapatkan apa yang dijanjikan.” (Adzkarush Shobaah wal Masaa’ Riwayatan wa Dirayatan hal.108)

Yang dimaksud keutamaan bacaan sayyidul istighfar adalah dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mengucapkan dzikir sayyidul istighfar di siang hari dalam keadaan penuh keyakinan, lalu ia mati pada hari tersebut sebelum petang hari, maka ia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang mengucapkannya di malam hari dalam keadaan penuh keyakinan, lalu ia mati sebelum shubuh, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari no.6306).

Bacaan sayyidul istigfar yang dimaksud adalah,

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku pada-Mu (yaitu menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan) semampuku dan aku yakin akan janji-Mu (berupa pahala). Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (Dibaca 1x setiap pagi dan petang)

Jika dalam dzikir demikian adanya, maka dalam do’a pun demikian. Do’a yang dikabulkan hanyalah dari hati yang tidak lalai.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdo’alah pada Allah sedangkan kalian dalam keadaan yakin terkabul. Ketahuilah bahwasanya Allah tidaklah mengabulkan do’a dari hati yang lalai dan bersenda gurau.” (HR. Tirmidzi no.3479. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa memberikan kepada kita taufiq dan hidayah-Nya agar kita tidak lupa dari dzikir pada Allah..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..