Kamis, 28 Juli 2016

BAKTI KEPADA ORANG TUA

01.55.00 Posted by Admin No comments




Udeh banyak tumpukan bukti yang Allah kasih liat ke ane gimane efeknye dari bakti ke orang tua atau sebalik nye jadi durhaka ma orang tua'..

Demi Allah, Orang tua adalah keramat terhebat yang ada di ini dunia'..

Emang udeh seharusnye kite sebagai anak harus bakti ma orang tua dan haram buat durhaka terhadap mereka'..

Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an agar berbakti kepada kedua orang tua. Mengenai wajibnya seorang anak berbakti kepada orang tua, Allah berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya” [Al-Isra : 23]

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]

Juga An-Nisa ayat 36.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukanNya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak…..” [An-Nisa : 36]

Juga terdapat dalam surat Luqman ayat 14-15.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kalian kembali” [Luqman : 14]

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik dan ikuti jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu maka Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu kerjakan” [Luqman : 15]

Berbakti dan taat kepada orang tua terbatas pada perkara yang ma’ruf. Adapun apabila orang tua menyuruh kepada kekafiran, maka tidak boleh taat kepada keduanya. Allah berfirman.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا

“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya..” [Al-Ankabut : 8]

Serta surat Al-Ahqaaf ayat 15-16.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

” Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk menysukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridlai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Al-Ahqaaf : 15]

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

” Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka” [Al-Ahqaaf : 16]

Sedangkan tentang anak durhaka kepada kedua orang tuanya terdapat di dalam surat Al-Ahqaaf ayat 17-20.

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

“Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya, ‘Cis (ah)’ bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku ? lalu kedua orang tua itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, “Celaka kamu, berimanlah ! Sesungguhnya janji Allah adalah benar” Lalu dia berkata, “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu” [Al-Ahqaaf : 17]

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ

“Mereka itulah orang-orang yang telah pasti (adzab) atas mereka, bersama-sama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi” [Al-Ahqaaf : 18]

Sedangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 215

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 215]

Banyak sekali ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang wajibnya berbakti kepada kedua orang tua. Dalam surat Luqman, Allah menyebutkan wajibnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua dan bersyukur kepadanya serta disebutkan juga tentang larangan mengikuti orang tua jika orang tua tersebut mengajak kepada kesyirikan'

Sehebat apapun diri kita, bila kita durhaka sama "orang tua" jangan harap bisa hidup tenang di dunia, Na'udzubillah..

UJIAN ATAU AZAB

01.37.00 Posted by Admin No comments

Firman Allah swt :

مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ

Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisaa : 79)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah” adalah dari karunia dan kasih sayang Allah swt. Sedangkan makna “dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura : 30)

As Suddiy, Hasan al Bashri, Ibnu Juraih dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna “maka dari dirimu sendiri” adalah karena dosamu. Qatadah mengatakan bahwa makna” “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Adalah akibat dosamu wahai anak Adam.

Didalam sebuah hadits disebutkan,”Demi yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah seorang mukmin ditimpa kegalauan, kesedihan, kepayahan bahkan duri yang menancap padanya kecuali dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya.” (Tafsir al Qur’an al Azhim juz II hal 363)
Sedangkan bala atau cobaan maupun ujian juga telah disebutkan didalam Al Qur’an diantaranya firman Allah swt :

وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Artinya : “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiya : 35)

Cobaan atau ujian yang menimpa setiap orang dan ia ini isa berupa keburukan atau kebaikan, kesenagan atau kesengsaraan, sebagaimana disebutkan pula didalam firman-Nya yang lain :

Artinya : “Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk.” (QS. Al A’raf : 168)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)” adalah terkadang Kami menguji dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan agar kami mengetahui orang-orang yang bersyukur dari orang-orang yang kafir, orang-orang yang bersabar dari orang-orang yang berpuus asa sebagaimana perkataan Ali bin Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa makna “Dan Kami menguji kalian” dia mengatakan Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (cobaan), dengan kesulitan dan kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan… sedangkan firman-Nya yang berarti “dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” adalah Kami akan memberikan ganjaran (balasan) atas amal kamu. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz V hal 342)

Cobaan atau ujian ini juga terkadang disesuaikan dengan kadar dan kualitas keimanan seseorang serta sebagai sarana untuk menambahkan pahala orang yang terkena ujian ini, karena itu didalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori disebutkan bahwa orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi.

Syeikh Al Mubarokhfuriy mengatakan bahwa mereka (para nabi) yang paling berat ujian dan cobaannya karena mereka adalah orang-orang yang merasakan kelezatan semua cobaan itu sebagaimana kebanyakan orang merasakan lezat semua kenikmatan. Karena apabila para nabi tidak diuji maka keimanan kepada Allah yang ada didalam diri mereka hanya akan menjadi khayalan dan melemahkan umat didalam kesabarannya menghadapi suatu cobaan. Hal itu juga dikarenakan orang yang paling berat cobaan adalah yang paling kuat ketaatannya dan paling kuat didalam mengembalikan segala urusannya kepada Allah swt. (Tuhfatul Ahwadzi juz VI hal 185)

Cobaan atau ujian ini bisa juga disebabkan karena kesalahan atau dosa yang dilakukan seseorang, seperti dosa seseorang yang meninggalkan jihad dikarenakan para wanita-wanitanya, sebagaimana firman Allah swt :

وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ ائْذَن لِّي وَلاَ تَفْتِنِّي أَلاَ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُواْ

Artinya : “Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49)

Sesungguhnya ujian ataupun cobaan yang ditimpakan kepada orang itu adalah ketika orang itu mengatakan pemohonan izinnya kepada Rasulullah saw disebabkan kelemahan iman mereka untuk ikut berperang di jalan Allah melawan pasukan Romawi dengan mencari-cari alasan kecantikan para wanita Romawi yang bisa membuat mereka tidak tahan dan akan mempengaruhi jihad mereka.
Dengan demikian bisa difahami bahwa cobaan atau ujian adalah lebih luas atau lebih umum daripada musibah. Dikarenakan tidaklah disebut musibah kecuali untuk sesuatu yang tidak menyenangkan bagi seorang yang mendapatkannya sementara ujian atau cobaan bisa berupa kesenangan atau kesengsaraan. Dan terkadang efek dari bala’ ini lebih berat daripada musibah. Orang terkadang sanggup bertahan didalam keimanan saat mendapatkan kesulitan akan tetapi hilang imannya tatkala mendapatkan kesenangan.

Dan apapun yang diterima seorang muslim baik ia berupa ujian maupun cobaan baik berupa kesenangan ataupun kesengsaraan, kelapangan atau kesempitan, kekayaan atau kemiskinan maka semuanya adalah baik baginya karena mereka adalah orang-orang yang bersyukur ketika dirimpa kesenangan dan bersabar ketika ditimpa kesengsaraan.

Dan tidaklah suatu musibah atau ujian itu ditimpakan kepada seorang mukmin kecuali adalah sebagai pembersih dosa dan kesalahannya di dunia sehingga tidak ada lagi baginya siksa atas dosa itu di akhrat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang mukmin atau mukminah yang ditimpa suatu bala’ (cobaan) sehingga ia berjalan di bumi tanpa membawa kesalahan.”

Sementara musibah atau ujian yang diberikan kepada orang-orang kafir adalah bagian dari adzab Allah kepada mereka di dunia sementara adzab yang lebih besar telah menantinya di akherat, sebagaimana firman-Nya :

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya : “Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As Sajdah : 21)

Artinya : “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan. (QS. Huud : 16)

Didalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya Allah tidaklah menzhalimi seorang mukmin, diberikan kepadanya kebaikan di dunia dan disediakan baginya pahala di akherat. Adapun orang yang kafir maka ia memakan dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di dunia sehingga ketika dia kembali ke akherat maka tidak ada lagi satu kebaikan pun sebagai ganjaran baginya. “ (HR. Muslim)

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

DO'A UNTUK KETETAPAN HATI

01.27.00 Posted by Admin No comments
Do’a Agar Hati Ditetapkan Dalam Hidayah

رَبَّناَ لاَتُزِغ ْقُلُوبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْلَناَ مِنْ لَدُنْك َرَحْمَةً إِنَّكَ أَنْت َالوَهَّابُ

‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Mahapemberi (karunia).”(QS. Ali Imran 8 )

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوب ِصَرِّف ْقُلُوبَناَ عَلَى طاَعَتِكَ

“Ya Allah, yang mengarahkan hati, arahkanlah hai-hati kami pada ketaatan kepada-Mu.”

ياَ مُقَلِّبَ القُلُوب ِثَبّتْ قَلبِ ْعَلَى دينِكَ

“Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.”

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"