Kamis, 09 Maret 2017

JANGAN MENGKHIANATI AMANAT

00.43.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Kalau memang seseorang dibebankan suatu amanat, janganlah dikhianati. Tunaikanlah amanat tersebut dengan baik. Jika masa tugas belum selesai padahal sudah berjanji dengan bersumpah akan merampungkannya, maka sudah barang tentu janji tersebut kudu dipenuhi.

Lihatlah perintah Allah Ta’ala dalam menunaikan amanat,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An Nisa: 58)

Kalau sudah pernah berjanji pada rakyat untuk menunaikan amanat, maka tunaikanlah,

أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ

“Tunaikanlah amanat kepada orang yang menitipkan amanat padamu.”
(HR. Abu Daud no.3535 dan At Tirmidzi no.1624, hasan shahih)

Ketahuilah bahwa orang yang berkhianat terhadap amanat pun menyandang salah satu sifat munafik.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tiga tanda munafik adalah jika berkata ia dusta, jika berjanji ia mengingkari, dan ketika diberi amanat maka ia ingkar.” (HR. Bukhari no.33 dan Muslim no.59).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menerangkan tanda munafik, yang memiliki sifat tersebut berarti serupa dengan munafik atau berperangai seperti kelakuan munafik. Karena yang dimaksud munafik adalah yang ia tampakkan berbeda dengan yang disembunyikan. Pengertian munafik ini terdapat pada orang yang memiliki tanda² tersebut.” (Syarh Muslim 2: 47).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Menunaikan amanat yang dimaksudkan adalah umum mencakup segala yang diwajibkan pada seorang hamba, baik hak Allah atau hak sesama manusia” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 4: 124).

Syech As Sa’di rahimahullah berkata, “Amanat adalah segala sesuatu yang diemban oleh seseorang yang diperintahkan untuk ditunaikan. Para fuqoha menyebutkan bahwa orang yang dibebankan amanat, hendaklah ia benar² menjaganya. Mereka berkata bahwa seseorang tidak disebut menunaikan amanat melainkan dengan menjaganya, dan hukumnya adalah wajib.” (Taisir Al Karimir Rahman no.183).

Bahkan jika kita menjadi seorang pemimpin, benar² kita harus memegang amanat karena banyak pemimpin yang hanya mengingkari janji²nya.

Dari Abu Dzarr pula, ia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan?” Lalu beliau memegang pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْىٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيهَا

“Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim no.1825).

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

AMANAT BERAT PADA MANUSIA

00.31.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Amanat berat telah disematkan pada manusia. Amanat ini berupa perintah dan larangan dari Allah. Ada manusia yang bisa memikul beban ini secara lahir dan batin, merekalah orang² beriman. Dan ada yang menerimanya dengan melakukan kemunafikan dan kesyirikan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung², maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. Al Ahzab: 72).

Syech ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,

Allah Ta’ala menerangkan mengenai beratnya amanat yang diemban. Amanat ini adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amanat ini ditunaikan dalam keadaan diam² atau tersembunyi, sebagaimana pula terang²an. Asalnya, Allah memberikan beban ini kepada makhluk yang besar seperti langit, bumi dan gunung. Jika amanat ini ditunaikan, maka akan memperoleh pahala yang besar. Namun jika dilanggar, maka akan memperoleh hukuman. Karena makhluk² ini takut tidak bisa mengembannya, bukan karena mereka ingin durhaka pada Rabb mereka atau ingin sedikit saja menuai pahala.

Lalu amanat tersebut diembankan pada manusia dengan syarat yang telah disebutkan. Mereka mengemban dan memikulnya, namun dalam keadaan berbuat zalim disertai kebodohan. Mereka senyatanya telah memikul beban yang teramat berat.

Dilihat dari menjalankan amanat ataukah tidak, manusia dibagi menjadi tiga:

1. Kaum munafik, yaitu yang secara lahir nampak memikul amanat, namun secara batin tidak.

2. Kaum musyrik, yaitu yang secara lahir dan batin tidak menjalankan amanat tersebut.

3. Kaum mukmin, yaitu yang secara lahir dan batin menjalankan amanat dengan baik.

Mengenai tiga golongan tersebut dijelaskan amalan, pahala dan balasan bagi mereka pada ayat selanjutnya.

Allah Ta’ala berfirman,

لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Sehingga Allah mengazab orang² munafik laki² dan perempuan dan orang² musyrikin laki² dan perempuan, dan sehingga Allah menerima taubat orang² mukmin laki² dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 73).

Segala puji bagi Allah. Ayat terakhir ini, Allah tutup dengan menyebutkan dua nama-Nya yang mulia yang menunjukkan kemaha sempurnaan ampunan, rahmat serta karunia Allah. Sedangkan kebanyakan makhluk tidak mensyukuri ampunan dan rahmat-Nya, malah membalasnya dengan berbuat kemunafikan dan kesyirikan.” (Taisir Al Karimir Rahman 673-674).

Ada dua sebab kata Ibnu Taimiyah rahimahullah yang disimpulkan dari ayat ini bahwa manusia itu sulit memikul amanat yang Allah bebankan. Dua sebab itu adalah: (1) zalim, (2) tidak memiliki ilmu. Zalim dan tidak memiliki ilmu adalah dua sifat yang hampir berdekatan. Orang yang bodoh tidak tahu dirinya zalim. Sedangkan orang yang zalim adalah orang yang hakekatnya itu bodoh yang menghalanginya untuk meraih ilmu. (Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 5: 279-280).

Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat zalim dan bodoh sehingga kita bisa memikul amanat berat yang Allah bebankan untuk menjalani perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

TUA-TUA KELADI, MAKIN TUA MAKIN JADI

00.26.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Lelaki yang sudah lanjut usia apabila tingkah lakunya nakal akan dikata tua² keladi. Hal itu sebagaimana yang dikatakan dalam peribahasa yang maksudnya orang tua yang berperangai buruk seperti anak muda. Ada hadits di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam permisalkan orang tua yang seperti itu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَلْبُ الشَّيْخِ شَابٌّ عَلَى حُبِّ اثْنَتَيْنِ حُبِّ الْعَيْشِ وَالْمَالِ

“Masih ada yang sudah berumur memiliki hati seperti anak muda yaitu mencintai dua hal: cinta berumur panjang (panjang angan²) dan cinta harta.” (HR. Muslim no.1046)

Dalam riwayat lain disebutkan,

يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ

“Ada yang sudah tua dari usia, namun masih bernafsu seperti anak muda yaitu dalam dua hal: tamak pada harta dan terus panjang angan² (ingin terus hidup lama).”

Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang sudah sepuh masih punya hasrat dan ambisi yang besar pada harta. Keadaan ia ketika sudah dimakan usia sama seperti hasratnya anak muda. Sedangkan hal kedua yang digandrungi adalah ia sangat berharap terus diberi umur panjang dan lupa akan maut yang sewaktu² bisa menjemputnya.

Namun tabiat cinta akan harta dan berharap umur panjang asalnya tidak tercela selama tidak melanggar syari’at Allah.

Imam Nawawi membuatkan judul bab untuk hadits di atas, “Bab: Terlarang terlalu hasrat pada dunia“. Imam Nawawi mengatakan, “Yang disebutkan dalam hadits adalah majaz dan maksudnya adalah orang yang sudah berumur sangat cinta pada harta. Keadaannya dalam mencintai harta adalah seperti keadaan anak muda.” (Syarh Shahih Muslim 7: 125).

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..