Sabtu, 17 Desember 2016

DIBANGKITKAN SESUAI DENGAN NIAT

00.43.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Niat dalam beramal memegang peranan penting. Ketika suatu kaum disiksa dan siksaan tersebut menimpa pula orang² sholih, maka nanti yang diperhatikan adalah niatan mereka. Di dunia, mereka bisa jadi mendapatkan azab yang sama. Namun di akhirat, mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat mereka.

Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ ، فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ » . قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ، وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ . قَالَ « يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ »

“Akan ada satu kelompok pasukan yang hendak menyerang Ka’bah, kemudian setelah mereka berada di suatu tanah lapang, mereka semuanya dibenamkan ke dalam perut bumi dari orang yang pertama hingga orang yang terakhir.” ‘Aisyah berkata, saya pun bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedangkan di tengah² mereka terdapat para pedagang serta orang² yang bukan termasuk golongan mereka (yakni tidak berniat ikut menyerang Ka’bah)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka semuanya akan dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat mereka.” (HR. Bukhari no.2118 dan Muslim no.2884, dengan lafazh Bukhari).

Imam Nawawi membawakan hadits di atas dalam kitab Riyadhus Sholihin dalam Bab “Ikhlas dan menghadirkan niat dalam setiap amalan dan ucapan baik yang nampak maupun yang tersembunyi.” Kaitan hadits di atas dengan judul bab adalah pada penggalan hadits, “kemudian nantinya mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat mereka”.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1. Setiap amalan manusia tergantung pada niatnya. Dan ada yang berniat baik, ada pula yang berniat buruk.

2. Bahaya berteman dengan ahli maksiat dan orang yang berbuat zholim.

3. Motivasi supaya berteman dengan orang² yang baik.

4. Siapa yang bersama-sama dengan ahli kebatilan, maka ia akan sama² mendapatkan hukuman.

Hukuman tersebut akan menimpa yang sholih maupun tholih (pelaku maksiat), pelaku kebaikan dan pelaku kejahatan, mukmin dan kafir,  orang yang taat shalat dan pembangkang. Hukuman tersebut akan menimpa mereka semua. Namun pada hari kiamat, mereka akan dibangkitkan sesuai niatan mereka. Hal ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat,

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang² yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal: 25).

5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang perkara ghoib, yaitu tentang hari berbangkit.

Perkara ghoib seperti ini wajib diimani. Apa yang beliau beritakan pasti akan terjadi karena tidak mungkin Rasul kita memperturut hawa nafsunya sendiri.

Semoga Allah Ta'alaa memberi taufik kepada kita semua supaya bisa ikhlas dan menghadirkan niat dalam setiap perkataan maupun perbuatan..

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

SETIAP AMALAN TERGANTUNG PADA NIAT

00.40.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Niat punya peranan penting dalam setiap ibadah termasuk dalam sedekah. Ada kisah dalam hadits yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab yang sudah  sangat masyhur di tengah² kita yaitu kitab Riyadhus Sholihin. Kisah ini berkaitan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap amalan itu tergantung pada niat. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.

Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Al Akhnas radhiyallahu ‘anhum, ia, ayah dan kakeknya termasuk sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana Ma’an berkata bahwa ayahnya yaitu Yazid pernah mengeluarkan beberapa dinar untuk niatan sedekah. Ayahnya meletakkan uang tersebut di sisi seseorang yang ada di masjid (Ayahnya mewakilkan sedekah tadi para orang yang ada di masjid). Lantas Ma’an pun mengambil uang tadi, lalu ia menemui ayahnya dengan membawa uang dinar tersebut. Kemudian ayah Ma’an (Yazid) berkata, “Sedekah itu sebenarnya bukan kutujukan padamu.” Ma’an pun mengadukan masalah tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ

“Engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai Yazid. Sedangkan, wahai Ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati.” (HR. Bukhari no.1422).

Kisah di atas menceritakan bahwa ayah Ma’an (Yazid)  ingin bersedekah kepada orang fakir. Lantas datang anaknya (Ma’an) mengambil sedekah tersebut. Orang yang diwakilkan uang tersebut di masjid tidak mengetahui bahwa yang mengambil dinar tadi adalah anaknya Yazid. Kemungkinan lainnya, ia tahu bahwa anak Yazid di antara yang berhak mendapatkan sedekah tersebut. Lantas Yazid pun menyangkal dan mengatakan bahwa uang tersebut bukan untuk anaknya. Kemudian hal ini diadukan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun bersabda, “Engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai Yazid. Sedangkan, wahai Ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati”.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1. Setiap amalan tergantung pada niatan setiap orang. Jika seseorang telah meniatkan yang baik, maka ia akan mendapatkannya.

Walaupun Yazid tidak berniat bahwa yang mengambil uangnya adalah anaknya. Akan tetapi anaknya mengambilnya dan anaknya tersebut termasuk di antara orang² yang berhak menerima.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Engkau dapati apa yang engkau niatkan.”

2. Setiap orang akan diganjar sesuai yang ia niatkan walaupun realita yang terjadi ternyata menyelisihi yang ia maksudkan. Termasuk dalam sedekah, meskipun yang menerima sedekah adalah bukan orang yang berhak.

3. Hadits di atas adalah sebagai kaedah untuk beberapa masalah:

• Bila seseorang menyerahkan zakat kepada orang yang awalnya ia nilai berhak menerima, namun ternyata ia adalah orang yang berkecukupan (kaya) dan tidak pantas menerima zakat, maka zakatnya tetap sah. Kewajiban baginya telah lepas. Karena awalnya ia berniat memberikan pada yang berhak, maka ia akan dibalas sesuai yang ia niatkan.

• Jika seseorang mewakafkan rumahnya yang berukuran kecil, namun ternyata yang ia ucapkan diisyaratkan pada rumah yang besar, beda dengan yang ia niatkan, maka yang teranggap saat itu adalah apa yang ia niatkan walaupun menyelisihi ucapannya. Karena setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan.

3. Hadits ini memotivasi untuk bersedekah.

4. Boleh menyerahkan sedekah untuk anak dengan syarat tidak menggugurkan kewajiban nafkah. Namun jika sedekah tersebut dimaksudkan pula untuk nafkah, maka seperti ini tidaklah sah karena ia berniat menggugurkan yang wajib. Misalnya, jika ayah melunasi utang anaknya dan ayahnya mengambil dari sedekah (zakat), maka seperti itu boleh karena anaknya adalah keluarga dia yang paling dekat yang lebih pantas menerima daripada orang yang jauh.

5. Sedekah yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah sedekah sunnah dan sedekah sunnah boleh diserahkan pada anak (furu’). Sedangkan sedekah wajib tidaklah boleh diserahkan pada anak (furu’) atau pada orang tua (ushul).

6. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya zakat atau sedekah diwakilkan penyerahannya pada orang lain.

7. Ayah tidak boleh menarik kembali sedekah yang sudah diambil oleh anaknya, walau berbeda dengan apa yang ia niatkan.

8. Tidaklah termasuk durhaka jika anak mengadukan ayahnya untuk mengenalkan kebenaran.

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..