Minggu, 06 November 2016

BOLEHKAH MELAGUKAN AL QUR'AN?

02.03.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bolehkah melagukan bacaan Al Quran? Bagaimana keutamaannya?

Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin membawakan judul bab “Sunnahnya memperindah suara ketika membaca Al Qur’an dan meminta orang lain membacanya karena suaranya yang indah dan mendengarkannya.”
Beberapa dalil yang disebutkan oleh beliau berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَىْءٍ مَا أَذِنَ لِلنَّبِىِّ أَنْ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ

“Allah tidak pernah mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan Nabi yang indah suaranya melantunkan Al Qur’an dan mengeraskannya.” (HR. Bukhari no.5024 dan Muslim no.792).

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ

“Wahai Abu Musa, sungguh engkau telah diberi salah satu seruling keluarga Daud.” (HR. Bukhari no.5048 dan Muslim no.793).

Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada Abu Musa,

لَوْ رَأَيْتَنِى وَأَنَا أَسْتَمِعُ لِقِرَاءَتِكَ الْبَارِحَةَ لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ

“Seandainya engkau melihatku ketika aku mendengarkan bacaan Al Qur’anmu tadi malam. Sungguh engkau telah diberi salah satu seruling keluarga Daud” (HR. Muslim no.793).

Dari Al Bara’ bin ‘Aazib, ia berkata,

سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَقْرَأُ ( وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ ) فِى الْعِشَاءِ ، وَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا مِنْهُ أَوْ قِرَاءَةً

“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam surat Isya surat Ath Thiin (wath thiini waz zaituun), maka aku belum pernah mendengar suara yang paling indah daripada beliau atau yang paling bagus bacaannya dibanding beliau.” (HR. Bukhari no.7546 dan Muslim no.464)

Beberapa faedah yang dapat diambil dari beberapa hadits di atas:

  1. Dibolehkan memperindah suara bacaan Al Qur’an dan perbuatan seperti itu tidaklah makruh. Bahkan memperindah suara bacaan Al Qur’an itu disunnahkan.
  2. Memperbagus bacaan Al Quran memiliki pengaruh, yaitu hati semakin lembut, air mata mudah untuk menetes, anggota badan menjadi khusyu’, hati menyatu untuk menyimak, beda bila yang dibacakan yang lain.
  3. Itulah keadaan hati sangat suka dengan suara² yang indah. Hati pun jadi lari ketika mendengar suara yang tidak mengenakkan.
  4. Diharamkan Al Quran itu dilagukan sehingga keluar dari kaedah dan aturan tajwid atau huruf yang dibaca tidak seperti yang diperintahkan. Pembacaan Al Quran pun tidak boleh serupa dengan lagu² yang biasa dinyanyikan, bentuk seperti itu diharamkan.Termasuk bid’ah kala membaca Al Quran adalah membacanya dengan nada musik.
  5. Disunnahkan mendengarkan bacaan Al Quran yang sedang dibaca dan diam kala itu.
  6. Disunnahkan membaca pada shalat ‘Isya’ dengan surat qishorul mufashol seperti surat At Tiin.


Apa Yang Dimaksud “Yataghonna bil Quran”?

Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan dengan,

يُحَسِّن صَوْته بِهِ

“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”

Namun bisa pula maknanya ‘yataghonna bil quran’ adalah mencukupkan diri dengan Al Quran, makna lain pula adalah menjaherkan Al Qur’an.
Demikian keterangan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 6: 71.

Wallahu Waliyyut Taufiq..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

DZIKIR DAN SHALAT HARUSKAH MENGGERAKKAN LISAN (LIDAH)?

01.56.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apakah dzikir dan shalat harus menggerakkan lidah atau bibir (lisan)? Misal kala kita membaca surat dalam shalat, apa boleh mulut didiamkan saja?

Dzikir Tidak Cukup di Lisan

Yang pertama perlu dipahami bahwa dzikir itu tidak cukup di lisan. Dzikir haruslah dengan lisan, dengan hati dan anggota badan.
Syech Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Jika disebut dzikir pada Allah, maka mencakup dzikir dengan memiliki akidah yang benar pada Allah, dzikir dengan pikiran, dzikir dengan amalan hati, dzikir dengan amalan badan, atau dzikir dengan memuji Allah, atau dzikir juga bisa dengan mempelajari dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat dan semacam itu. Semua termasuk dzikir pada Allah Ta’ala.” (Ar Riyadh An Nadhroh hal.245)

Akan tetapi, dzikir yang terpenting adalah dengan hati, bukan hanya gerakan bibir semata sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya.” (QS. Al Kahfi: 28).

Kata Syech Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, makna orang yang lalai dari dzikir di antaranya adalah orang yang berdzikir dengan lisan namun tidak dengan (perenungan) hatinya. (Tafsir Al Qur’an Al Karim Surat Al Kahfi hal. 62)

Bentuk dzikir dengan hati adalah dengan memikirkan ayat² Allah, mencintai Allah, mengagungkan Allah, kembali pada Allah, takut pada Allah, tawakkal pada Allah, dan amalan hati lainnya.
Bentuk dzikir dengan lisan adalah mengucapkan dengan perkataan yang mendekatkan diri pada Allah. Bentuk dzikir lisan yang utama adalah dzikir ‘laa ilaha illallah’.

Bentuk dzikir dengan jawarih (anggota badan) adalah dengan perbuatan yang mendekatkan diri pada Allah seperti dengan berdiri ketika shalat, dengan ruku’, sujud, jihad dan menunaikan zakat.

Dzikir Dengan Menggerakkan Lisan (Lidah)

Ibnu Rusyd berkata dalam Al Bayan wa At Tahshil (1:490), dari Imam Malik rahimahullah bahwa beliau ditanya mengenai bacaan yang dibaca dalam shalat lantas tidak didengar oleh seorang pun, tidak pula oleh dirinya sendiri, dan lisan ketika itu tidak bergerak. Jawab Imam Malik, itu bukanlah qira’ah (membaca). Yang dimaksud dengan membaca adalah dengan menggerakkan lisan.

Al Kasani dalam Badai’ Ash Shanai’ (4:118) berkata, “Membaca hendaklah dengan menggerakkan lisan (bibir) kala mengucapkan huruf. Jika ada yang mampu membaca namun cuma diam saja tanpa menggerakkan lisan dengan mengucapkan huruf, shalatnya tentu tidak sah. Begitu pula jika ada yang bersumpah tidak mau membaca satu surat pun dalam Al Qur’an lantas ia melihat Al Qur’an dan memahaminya tanpa menggerakkan lisannya, ketika itu belum disebut membatalkan sumpah.”
Karena saat itu yang terjadi hanyalah melihat, bukan membaca.

Disebutkan pula oleh Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (2:187-189) bahwa para ulama melarang orang junub untuk membaca Al Qur’an. Namun mereka masih membolehkan jika orang yang junub tersebut melihat mushaf Al Qur’an dan dia hanya membaca di dalam hati, tanpa menggerakkan lisan. Jadi kedua hal tersebut berbeda. Tidak menggerakkan bibir atau lidah berarti tidak dianggap membaca.

Kesimpulannya, tidak cukup mulut mingkem (diam) saat membaca, yang tepat lidah atau bibir (lisan) digerakkan. Itulah baru disebut membaca jika dituntut membaca seperti membaca Al Fatihah, membaca surat, dan membaca dzikir.

Wallahu Waliyyut Taufiq..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

ZUHUD SECARA LAHIR DAN BATIN

01.23.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Satu pelajaran lagi dari Ibnu Taimiyah rahimahullah yang bagus tentang maksud zuhud. Bagaimanakah bentuknya seseorang memiliki zuhud secara batin dan secara lahir. Semoga bahasan berikut ini bermanfaat.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,
Zuhud yang disyari’atkan adalah meninggalan setiap hal yang tidak bermanfaat untuk kehidupannya di akhirat dan hati begitu yakin pada apa yang di sisi Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi,

لَيْسَ الزُّهْدُ فِي الدُّنْيَا بِتَحْرِيمِ الْحَلَالِ وَلَا إضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنَّ الزُّهْدَ أَنْ تَكُونَ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ أَوْثَقَ بِمَا فِي يَدِك وَأَنْ تَكُونَ فِي ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إذَا أَصَبْت أَرْغَبَ مِنْك فِيهَا لَوْ أَنَّهَا بَقِيَتْ لَك

“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu.
Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi padamu.”

Karena Allah Ta’ala berfirman,

لِكَيْ لَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ

“Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al Hadid: 23).

Ini menunjukkan bahwa zuhud di sini merupakan ciri-ciri zuhud dalam hati (batin).
Adapun zuhud secara lahiriyah (zhohir) adalah dengan seseorang meninggalkan berlebih-lebihan dalam hal makanan, pakaian, harta dan lainnya yang tidak sebagai pengantar untuk taat pada Allah.

Sebagaimana Imam Ahmad pernah katakan,

إنَّمَا هُوَ طَعَامٌ دُونَ طَعَامٍ وَلِبَاسٍ دُونَ لِبَاسٍ وَصَبْرِ أَيَّامٍ قَلَائِلَ

“(Yang dimaksud zuhud secara lahir) adalah seseorang mengonsumsi makanan namun tidak secara berlebih-lebihan, mengenakan pakaian juga tidak secara berlebihan dan bersabar di hari² penuh kesulitan.”

Dari penjelasan Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah, kita dapat mengerti bahwa zuhud itu ada dua macam. Orang yang dikatakan zuhud bukanlah secara lahiriah saja, namun juga yang utama adalah secara batin. Bagaimanapun zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat nanti. Juga beliau tambahkan maksud zuhud secara batin adalah menjadikan hati begitu yakin pada janji Allah, dalam hal rizki dan lainnya. Sedangkan secara lahiriah, zuhud ditunjukkan dengan seseorang bersikap sederhana (artinya, tidak berlebih-lebihan) dalam hal makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya, ditambah dengan bersabar.

Jadi tidak selamanya zuhud adalah dengan hidup sederhana dalam harta, artinya tidak berlebih-lebihan, namun hendaknya ada perbuatan batin sebagaimana yang Ibnu Taimiyah rahimahullah sebutkan.

Semoga pelajaran berharga ini semakin menjadikan akhlaq kita mulia di sisi Allah dan semoga Allah Ta'alaa menganugerahkan kepada kita untuk bersikap zuhud.

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibbas Saailiin..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..