Selasa, 14 Februari 2017

SUNGGUH, KITA TELAH BANYAK MENYIA-NYIAKAN WAKTU

00.43.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Inilah nasehat berharga dari para guru² ane. Sungguh di zaman ini, kita akan melihat banyak orang yang menyia-nyiakan waktu dan umurnya dengan sia². Kebanyakan kita saat ini hanya mengisi waktu dengan maksiat, lalai dari ketaatan dan ibadah, dan gemar melakukan hal yang sia² yang membuat lalai dari mengingat Allah. Padahal kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang sangat singkat, tetapi kebanyakan kita lalai memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan. Pada tausiah kali ini, ane akan menyajikan perkataan² ulama terdahulu mengenai menjaga waktu dan Insyaa Allah nasehat ini sangat menyentuh qolbu. Semoga dengan merenungkan nasehat para ulama berikut, kita dapat menjadi lebih baik dan tidak menjadi orang yang menyia-nyiakan waktu. 

Ketahuilah bahwa Kita Seperti Hari² Kita sendiri

Hasan Al Bashri mengatakan,

ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya bagaikan hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.” (Hilyatul Awliya’ 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi)

Waktu Pasti akan Berlalu, Beramallah

Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Robi’ah menasehati Sufyan Ats Tsauri,

إنما أنت أيام معدودة، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك، ويوشك إذا ذهب البعض أن يذهب الكل وأنت تعلم، فاعمل.

“Sesungguhnya engkau bagaikan hari yang dapat dihitung. Jika satu hari berlalu, maka sebagian darimu juga akan pergi. Bahkan hampir² sebagian harimu berlalu, namun engkau merasa seluruh yang ada padamu ikut pergi. Oleh karena itu, beramallah.” (Shifatush Shofwah 1/405, Asy Syamilah)

Waktu Bagaikan Pedang

Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan,

صحبت الصوفية فلم أستفد منهم سوى حرفين أحدهما قولهم الوقت سيف فإن لم تقطعه قطعك

“Aku pernah bersama dengan seorang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”

Jika Tidak Tersibukkan dengan Kebaikan, Pasti akan Terjatuh pada Perkara yang Sia² 

Lanjutan dari perkataan Imam Asy Syafi’i di atas,

“Kemudian orang sufi tersebut menyebutkan perkataan lain,

ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل

"Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal² yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal² yang sia² (batil).” (Al Jawabul Kafi 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Waktu Berlalu Begitu Cepatnya

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung). Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”

Kematian Lebih Layak Bagi Orang yang Menyia-nyiakan Waktu

Lalu Ibnul Qoyyim mengatakan perkataan selanjutnya yang sangat menyentuh qolbu, “Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal² yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.” (Al Jawabul Kafi no.109)

Janganlah Sia-siakan Waktumu Selain untuk Mengingat Allah

Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata, “Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya. Lalu dia berkata pada kami, ‘Bertasbihlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertasbih sampai di pohon yang dia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata pada kami, ‘Bertakbirlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertakbir. Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami.” (Az Zuhud li Ahmad bin Hambal, 3/321, Asy Syamilah)

Semoga kita bisa memanfaatkan waktu kita dalam ketaatan, ibadah dan berdzikir pada Allah..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

MENYIA-NYIAKAN ORANG TUA SAMA SAJA MEROBEK-ROBEK TIKET MASUK SURGA

00.35.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Adakah penyanyi religi yang kita sukai? Misalkan kita penggemar berat lagu² Wali Band, suatu ketika kita mendapatkan tiket gratis menonton konser Wali band sekaligus makan dan foto bersama, bahkan tiket transportasi pulang pergi dan biaya penginapan hotel juga diberikan, Bagaimana perasaan kita? Pasti senangkan? Akan digunakankah tiket tersebut? Bukankah amat sayang jika tiket gratis tersebut disia-siakan dan tidak dipakai?

Begitulah kira² gambaran orang² yang melalaikan orang tuanya, padahal banyak dari kita mengaku bercita² ingin masuk surga dan selalu berdoa mengharap surga dan segala kenikmatan di dalamnya, tapi kok tiket ke surganya malah disia-siakan! Sadarkah kita bahwa orang tua kita adalah tiket ke surga bagi diri kita?

Dalam sebuah hadits riwayat sahabat Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

"Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia²kan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya." (HR. Ahmad)

Ketika menerangkan hadits diatas, Imam Al Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan,

والمعنى أن أحسن ما يتوسل به إلى دخول الجنة ويتوسل به إلى وصول درجتها العالية مطاوعة الوالد ومراعاة جانبه , وقال غيره : إن للجنة أبوابا وأحسنها دخولا أوسطها , وإن سبب دخول ذلك الباب الأوسط هو محافظة حقوق الوالد

“Makna hadits, bahwa cara terbaik untuk masuk surga, dan sarana untuk mendapatkan derajat yang tinggi di surga adalah mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu itu adalah menjaga hak orang tua.’ (Tuhfatul Ahwadzi 6/21)

Dari hadits di atas, jika kita renungi dengan mendalam maka akan tergambarkan bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya mengenai kewajiban anak kepada orang tua, dan apa² saja hak orang tua yang harus dipenuhi oleh anak²nya.

Dan perintah untuk berbuat baik pada orang tua tidak hanya dijelaskan dalam hadits saja, Namun dalam berbagai ayat dalam Al Qur'anul Karim, Allah senantiasa mengingatkan pada hamba-Nya untuk senantiasa berbuat baik pada orang tua, salah satunya adalah ayat² berikut,

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak² yatim, orang² miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang² yang sombong dan membanggakan diri.." ( QS. An-Nisa’: 36)

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا

"Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik²nya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua²nya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali² janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.." (QS. Al-Isra’: 23)

Dalam dua ayat diatas dijelaskan dengan sangat gamblang, Bahwa kewajiban manusia selain menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya adalah berbuat baik kepada orang tua, Dan ini tidak hanya disebut sekali dua kali dalam kitab suci Al Qur'an, Namun hampir ayat yang menyuruh manusia untuk menyembah Allah pasti akan diiringi dengan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.

Itulah mengapa keutamaan berbuat baik kepada kedua orang tua atau birrul walidain ini sangat tinggi pahalanya dan sangat mulia nilainya di sisi Allah. Bahkan Allah pun tidak tanggung² dalam memberi penghargaan kepada mereka yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya.

Menyia-nyiakan Tiket Masuk Surga

Suatu ketika, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk bersama para sahabatnya. Tiba², Rasulullah mengucapkan “Aamiin”-“Aamiin”-“Aamiin”. Sahabat² yang ada di sekeliling beliau lantas terkejut. “Ya Rasulullah, mengapa engkau tiba² mengucapkan Aamiin sampai tiga kali?” telisik para sahabat.

Rasulullah pun menceritakan bahwa dirinya kedatangan malaikat Jibril yang menyampaikan tiga hal dan menyuruh beliau mengucap Aamiin setiap Jibril menyelesaikan perkataannya. Salah satu hal yang disampaikan Jibril terkait dengan orangtua. Kata Jibril, celakalah, hinalah, orang yang menjumpai kedua orang tuanya, mengalami hidup bersama dengan kedua orang tuanya, tapi hal itu tidak membuat dirinya masuk surga.

Kenapa Rasul sampai berkata demikian? Jawabannya satu. Karena ini menunjukkan ruginya orang yang tidak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Padahal dengan hidup bersama orang tuanya, dia memiliki kesempatan yang sangat besar untuk berbuat baik kepada mereka. Kesempatan yang berganjar tiket untuk memasuki surga Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Maka abai pada mengurus dan merawat orang tua sama dengan menyia-nyiakan sebuah tiket untuk masuk surga.

Kalau sedemikian besar balasan yang Allah berikan, lalu mengapa kita dengan mudahnya melalaikan kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua bahkan merobek-robek tiket menuju surga ini?

Mungkin ada beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang tidak menjalankan kewajiban tersebut. Misalnya, semasa kecil sang anak tidak mendapat perlakuan yang baik dari orang tuanya, atau anak enggan merawat orang tua dengan alasan hanya akan merepotkan, atau secara ekonomi anak berkekurangan sehingga khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan orang tua, dan sederet alasan lainnya.

Namun bagaimanapun juga, hambatan² tersebut hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menyepelekan kedua orang tua kita. Dengan mengandung, melahirkan, merawat kita, dan membesarkan, itu saja sudah menjadi bukti betapa besarnya jasa orang tua kepada anak. Jasa mereka tak akan pernah bisa terbayarkan.

Apalagi jika sang anak menolak merawat orang tua dengan melontarkan kata² ‘toh saya tidak minta dilahirkan’, jelas hal ini tidak bisa dibenarkan secara syariat maupun hakikat.

Karena kita ada karena takdir Allah, dan orang tua berjasa besar dalam hidup sang anak. Bayangkan seandainya kita ditakdirkan menjadi seekor kera, misalnya.

Maka sudah sepatutnya kita bersyukur diciptakan Allah sebagai manusia yang mempunyai bentuk paling sempurna diantara makhluk-Nya yang lain, kemudian bersyukurlah karena berkat orang tua kita dirawat dan dididik hingga besar.

Dan berbicara tentang materi pun sebenarnya tidak terlalu berarti bagi orang tua, sebab semakin lanjut usia semakin sensitif pula mereka. Membahagiakan batin dan perasaannya.

Memberikan hati kita sepenuhnya kepada mereka, memberi perhatian yang besar untuk mereka, sesungguhnya jauh lebih berarti daripada memberi materi.

Namun, selama kita mampu, upayakan untuk memenuhi kebutuhan materi orang tua. Namun, jika kemampuan kita di luar itu, ingatlah, Allah tidak membebani seseorang di luar kesanggupannya.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..