Sabtu, 26 November 2016

DIUNDANG MAKAN DAN MEMBAWA REKAN LAIN

00.53.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bagaimana jika hanya kita yang diundang lalu kita membawa rekan lain yang tidak diundang? Apakah dibolehkan?

عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ كَانَ مِنَ الأَنْصَارِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو شُعَيْبٍ ، وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لَحَّامٌ فَقَالَ اصْنَعْ لِى طَعَامًا أَدْعُو رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَامِسَ خَمْسَةٍ ، فَدَعَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَامِسَ خَمْسَةٍ ، فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهَذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا ، فَإِنْ شِئْتَ أَذِنْتَ لَهُ ، وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتَهُ »

“Dari Abu Mas’ud Al Anshori, ia berkata bahwa ada seseorang dari kalangan Anshor yang bernama Abu Syu’aib. Ia memiliki anak yang menjadi seorang penjual daging. Ia katakan padanya, “Buatkanlah untukku makanan dan aku ingin mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk jatah lima orang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diundang dengan jatah untuk lima orang, namun ketika itu ada seseorang yang ikut bersama beliau. Kala itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau telah mengundang kami untuk jatah lima orang, sedangkan orang ini mengikuti kami. Jika engkau mau, izinkan dia untuk ikut. Jika tidak, ia bisa pulang.” (HR. Bukhari no.5434 dan Muslim no.2036).

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1. Disyari’atkannya mengundang orang lain untuk bertamu di rumahnya, lebih ditekankan lagi jika memiliki hajat penting.

2. Siapa saja yang telah membuatkan makanan untuk orang lain, ia punya dua pilihan: (a).Mengantar ke rumah orang yang hendak diberi makanan,
(b).Mengundang makan di rumah yang membuatkan makanan.

3. Boleh mengajak orang lain jika diundang, namun dengan seizin dan keridhoan pihak pengundang.

4. Disunnahkan bagi para pemimpin untuk memenuhi undangan rakyat yang berada di bawahnya.

5. Siapa saja yang membuatkan makanan untuk orang banyak, maka sesuaikanlah dengan kemampuannya dan ia boleh membatasi yang diundang makan. Namun bagi yang punya rezeki berlebih, hendaklah tidak membatasi.

6. Jika yang diundang membawa rekan lainnya, maka hendaklah ia meminta izin pada pihak pengundang, apalagi jika undangannya sebenarnya khusus pada person tertentu.

7. Boleh saja tuan rumah atau yang mengundang menolak orang lain yang tidak diundang untuk ikut. Dan yang tidak diizinkan atau ditolak, harus terima dengan lapang dada.

8. Kata Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin bahwa boleh saja seseorang tidak mengizikan seseorang bertamu di rumahnya saat ia sedang sibuk. Dan yang ditolak untuk bertamu saat itu mesti lapang dada atas penolakan tersebut.

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

KAPAN MENGGUNAKAN TANGAN KANAN

00.46.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Kapan tangan kanan digunakan ketika kita beraktivitas? Saat makan, tentu saja dengan tangan kanan. Bagaimana dengan aktivitas lainnya?

Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin telah memberikan penjelasan untuk membantu dalam memahami hal ini.

Beliau rahimahullah berkata, “Para ulama berselisih pendapat apakah bersiwak menggunakan tangan kanan ataukah kiri.
Sebagian ulama berkata bahwa bersiwak itu menggunakan tangan kanan karena bersiwak adalah suatu hal yang disunnahkan."

Perkara sunnah adalah termasuk bentuk ketaatan dan pendekatan diri pada Allah. Sedangkan tangan kiri didahulukan untuk menghilangkan kotoran.

Dalam kaedah disebutkan,

أن اليسرى تقدم للأذى واليمنى لما عداه

“Tangan kiri didahulukan untuk menghilangkan kotoran, sedangkan tangan kanan untuk selain itu.”

Sehingga jika menjalankan suatu bentuk ibadah, maka didahulukan yang kanan.
Ulama lain berkata bahwa saat bersiwak menggunakan tangan kiri, itu lebih afdhol. Inilah yang masyhur dalam Madzhab Imam Ahmad, alasannya karena bersiwak adalah untuk menghilangkan kotoran. Sebagaimana ketika istinja’ dan istijmar menggunakan tangan kiri, demikian halnya untuk perbuatan menghilangkan kotoran lainnya.

Sedangkan ulama Malikiyah rahimahumullah Ta’ala berpendapat bahwa bersiwak adalah untuk membersihkan mulut sebagaimana seseorang baru saja bangun dari tidurnya dan mulutnya butuh dibersihkan. Begitu pula jika maksudnya adalah untuk membersihkan bekas makan dan minum, juga dengan tangan kiri karena maksudnya adalah menghilangkan kotoran.

Jadi, jika maksud menjalankan sunnah, maka bersiwak berarti dengan tangan kanan karena bentuknya adalah qurbah atau ibadah. Namun dalam masalah ini ada keluasan karena tidak ada dalil tegas yang menunjukkan dengan tangan apakah harus bersiwak.” (Syarhul Mumthi’ 1: 178).

Pelajaran yang penting dari penjelasan Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin bahwa tangan kiri digunakan untuk hal yang kotor atau menghilangkan kotoran. Selain itu, tangan kananlah yang digunakan.

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

DIUNDANG MAKAN DAN SEDANG PUASA

00.28.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bagaimana jika kita diundang makan, namun kita sedang puasa? Apa tetap undangan tersebut dihadiri atau kita sengaja batalkan puasa kita?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ

“Jika salah seorang di antara kalian diundang makan, maka penuhilah undangan tersebut. Jika dalam keadaan berpuasa, maka do’akanlah orang yang mengundangmu. Jika dalam keadaan tidak berpuasa, santaplah makanannya.” (HR. Muslim no.1431).

Penuhilah Undangan

Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin menjelaskan, jika ada yang mengundang, maka hendaklah kita memenuhi undangan tersebut. Jika undangan tersebut adalah undangan nikah, diwajibkan untuk dihadiri. (Syarh Riyadhis Sholihin 4: 203).

Hukum Menyantap Makanan Saat Diundang

Adapun hukum menyantap hidangan saat walimah adalah sunnah, bukanlah wajib menurut madzhab Syafi’i. (Syarh Shahih Muslim 9: 210).

Kata Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, hendaklah yang diundang menyantap makanan jadi bukan hanya hadir saja karena orang yang mengundang sengaja mengajak kita supaya menikmati makanan yang telah ia sajikan. Coba bayangkan jika sampai yang punya rumah mengundang dan telah membuat makanan yang banyak lalu kita tidak menyantapnya, tentu akan merasa kecewa. (Syarh Riyadhis Sholihin 4: 203).

Jika Berpuasa Saat Diundang

Menurut jumhur ulama (mayoritas ulama), maksud “falyusholli” adalah doakanlah orang yang mengundang makan dengan ampunan, keberkahan dan semisalnya. Karena asalnya makna “shalat” adalah berdo’a. Imam Nawawi rahimahullah berkata, khusus untuk orang yang berpuasa, tidak wajib ia makan saat diundang makan seperti itu, lebih² jika itu puasa wajib karena puasa wajib tidak boleh dibatalkan. Sedangkan puasa sunnah boleh dibatalkan saat diundang makan seperti itu.

Imam Nawawi juga berkata, jika sampai orang yang mengundang merasa berat jika orang yang diundang tetap berpuasa, maka hendaklah ia batalkan puasanya. Jika tidak ada perasaan seperti itu, maka tidak mengapa tidak membatalkan puasa saat itu. (Syarh Shahih Muslim 9: 210).

Syech Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan, ada tiga keadaan saat seseorang diundang:

1. Jika diundang dalam keadaan tidak berpuasa, maka nikmatilah hidangan makan yang ada.

2. Jika diundang dalam keadaan berpuasa wajib, maka tidak makan saat itu dan tidak membatalkan puasa (cukup mendo’akan kebaikan pada yang mengundang sebagaimana diterangkan dalam hadits di atas).

3. Jika diundang dalam keadaan berpuasa sunnah, maka punya pilihan saat itu. Jika ingin membatalkan puasa, santaplah hidangan saat itu. Jika tidak ingin batalkan, juga tidak mengapa namun kabarkan pada yang mengundang. Namun hendaknya memilih mana yang lebih maslahat. Jika dianggap bahwa membatalkan puasa saat itu baik, maka batalkanlah dan nikmati hidangan saat itu. Jika tidak, maka meneruskan puasa itu lebih utama. Wallahu a’lam. (Syarh Riyadhis Sholihin 4: 204).

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..