Jumat, 02 Desember 2016

ADAB MAKAN PENUH BAROKAH (Bag.2)

07.15.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Berikut adalah lanjutan adab² makan pada bagian sebelumnya..

Keenam: Tidak menjelek-jelekkan makanan yang tidak disukai

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

مَا عَابَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – طَعَامًا قَطُّ ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ ، وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela suatu makanan sekali pun dan seandainya beliau menyukainya maka beliau memakannya dan bila tidak menyukainya beliau meninggalkannya (tidak memakannya).” 

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Inilah adab yang baik kepada Allah Ta’ala. Karena jika seseorang telah menjelek-jelekkan makanan yang ia tidak sukai, maka seolah-olah dengan ucapan jeleknya itu, ia telah menolak rizki Allah.”

Ketujuh: Makan secara bersama-sama dan tidak makan sendirian

Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ إِذَا كُنْتَ فِى وَلِيمَةٍ فَوُضِعَ الْعَشَاءُ فَلاَ تَأْكُلْ حَتَّى يَأْذَنَ لَكَ صَاحِبُ الدَّارِ.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda, “Kemungkinan kalian makan sendiri².” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” 

Ibnu Baththol berkata, “Makan secara bersama-sama adalah salah satu sebab datangnya barokah ketika makan.”

Kedelapan: Tidak membiarkan suapan makanan yang terjatuh

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

“Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan setan.”

Kesembilan: Menjilat tangan sebelum mencuci atau mengusapnya

Lanjutan dari hadits Jabir sebelumnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى فِى أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ

“Janganlah dia sapu tangannya dengan serbet sebelum dia jilati jarinya. Karena dia tidak tahu makanan mana yang membawa berkah.”

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Menjilat jari (seusai makan) adalah sesuatu yang disyari’atkan (dianjurkan). Alasannya sebagaimana yang disebutkan di akhir hadits, yaitu karena orang yang makan tidak mengetahui di manakah barokah yang ada pada makanannya. Makanan yang disajikan pada orang yang makan benar² ada barokahnya. Namun tidak diketahui apakah barokahnya ada pada makanan yang dimakan, atau pada makanan yang tersisa pada jari atau pada mangkoknya, atau pada suapan yang terjatuh. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seseorang memperhatikan ajaran ini agar ketika makan pun bisa meraih barokah. Pengertian barokah pada asalnya adalah bertambahnya dan tetapnya kebaikan serta mendapatkan kesenangan dengannya.”

An Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa dibolehkan mengusap tangan dengan serbet, namun yang sesuai sunnah (ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) dilakukan setelah menjilat jari.

Kesepuluh: Memuji Allah dan berdo’a seusai makan

Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan dan memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang diajarkan dalam hadits berikut..

Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin..” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku),maka diampuni dosanya yang telah lalu.”

Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum”. 

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.”

Kesebelas: Mendo’akan orang yang menyajikan makanan

Do’a yang bisa dibaca:

اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى

“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii..”
[Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku]".

Keduabelas: Mencuci tangan untuk membersihkan sisa² makanan

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا بَاتَ أَحَدُكُمْ وَفِى يَدِهِ غَمَرٌ فَأَصَابَهُ شَىْءٌ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

“Jika salah seorang dari kalian tidur dan di tangannya terdapat minyak samin (sisa makanan) kemudian mengenainya, maka janganlah mencela kecuali kepada dirinya sendiri.”

Semoga dengan adab² yang ane jelaskan ini, rutinitas makan kita bukan hanya ingin menguatkan badan saja, namun bisa bernilai ibadah dan mendapatkan barokah, yaitu kebaikan yang melimpah dari sisi Allah.

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang bermanfaat'..

ADAB MAKAN PENUH BAROKAH (Bag.1)

07.08.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Berkuliner ria sungguh menyenangkan. Bisa menyantap berbagai menu masakan setiap harinya dengan berbagai variasi benar² sesuatu hal yang menyenangkan hati sebagian orang. Namun satu hal yang patut diingat seorang muslim bahwasanya dalam kita menyantap makanan, Islam telah memberikan kita contoh bagaimanakah adab yang harus dilakukan.

Dengan melakukan adab ini, acara santap makan yang awalnya sekedar untuk mengenyangkan perut dan menguatkan badan, tentu akan lebih bertambah berkah (barokah). Kebaikan yang banyak akan diperoleh saat itu karena merutinkan adab dalam makan ini. Ditambah lagi ia akan lepas dari gangguan musuhnya yaitu setan ketika ia menyantap secuil makanan.

Apa sajakah adab² makan yang diajarkan oleh Islam? Berikut beberapa adab di antaranya:

Pertama: Mengucapkan tasmiyah

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)’.“

Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لاَ يُذْكَرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ

“Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya.”

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan tasmiyah ketika makan adalah bacaan ‘bismillah’.”

Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika disebut tasmiyah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillah”. Sedangkan jika disebut basmalah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillahir rohmaanir rohiim”. 

Al Fakihaani rahimahullah mengatakan, “Tidak perlu menambahkan ‘ar rohman ar rohiim’. Namun jika terlanjur mengucapkannya, maka tidak kena dosa apa-apa.”

Kedua: Makan dengan tangan kanan

Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat,

« إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ ».

“Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika minum maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kirinya pula.”

Ketiga: Tidak makan yang di hadapan orang lain (ketika makan dalam satu nampan)

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu.”

Keempat: Makan dari sisi luar (pinggir), tidak dari tengah

Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ

“Barokah itu turun di tengah² makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan jangan memulai dari tengahnya.”

Kelima: Tidak makan dalam keadaan bersandar

Dari hadits Abu Juhaifah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَّا أَنَا فَلاَ آكُلُ مُتَّكِئًا

“Adapun saya tidak suka makan sambil bersandar.”

Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa bersandar di sini sifatnya umum, tidak dikhususkan bentuk bersandar dengan sifat tertentu.

-Bersambung Insyaa Allah, Semoga Allah memberikan kemudahan untuk segala sesuatunya'..-

MENDAHULUKAN YANG KANAN

06.58.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Untuk perkara yang baik², hendaklah mendahulukan yang kanan. Berbeda ketika melepas sesuatu atau memulai sesuatu yang jelek, maka hendaknya dimulai dari yang kiri. Inilah di antara adab yang diajarkan dalam agama kita, Islam.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika menyisir rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik²).” (HR. Bukhari no.186 dan Muslim no.268).

Yang dimaksud tarojjul dalam hadits (kata Ibnu Hajar) adalah menyisir dan meminyaki rambut, sebagaimana disebut dalam Al Fath 1: 270.

Imam Nawawi mengatakan bahwa dalam riwayat lain digunakan lafazh ‘maastatho’a‘, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm menyukai mendahulukan memulai yang kanan semampu beliau dalam setiap perkara. Ini isyarat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berusaha keras mendahulukan yang kanan dalam setiap perkara yang baik. (Syarh Shahih Muslim 3: 143)

Kaedah Mendahulukan Yang Kanan

Kaedah dalam masalah mendahulukan yang kanan telah disebutkan oleh Imam Nawawi sebelumnya. Beliau rahimahullah mengatakan, “Mendahulukan yang kanan adalah ketika melakukan sesuatu yang mulia (pekerjaan yang baik), yaitu saat menggunakan pakaian, celana, sepatu, masuk masjid, bersiwak, bercelak, memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, memberi salam dalam shalat, mencuci anggota wudhu, keluar kamar mandi, makan, minum, bersalaman, mengusap hajar Aswad, atau perkara baik semisal itu, maka disunnahkan mendahulukan yang kanan.

Sedangkan kebalikan dari hal tadi seperti masuk kamar mandi, keluar dari masjid, membuang ingus, istinja’ (cebok), melepas baju, celana dan sepatu, dan semisal itu disunnahkan mendahulukan yang kiri.

Ini semua dikarenakan mulianya bagian kanan dari yang kiri. Wallahu a’lam.

Para ulama pun sepakat bahwa mendahulukan yang kanan dari yang kiri ketika membasuh tangan dan kaki saat wudhu adalah sunnah. Jika seseorang luput dari mendahulukan yang kanan, maka ia luput dari keutamaan, namun wudhunya tetap sah.

Sedangkan kaum Syi’ahmengatakan bahwa wajib mendahulukan yang kanan (bukan sunnah). Namun pendapat mereka tidak perlu ditoleh.” (Syarh Shahih Muslim 3: 143).

Yang disimpulkan Ibnu Hajar dari perkataan Imam Nawawi, mendahulukan yang kanan adalah dalam perkara mulia (baik) dan dalam hal berhias diri. Sedangkan sebaliknya, didahulukan yang kiri. (Syarh Shahih Muslim 1: 270).

Syech ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata, “Disunnahkan mendahulukan yang kanan saat memakai dan yang kiri saat melepas.” (Syarh ‘Umdatul Ahkam hal.52).

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..