Sabtu, 30 Juli 2016

HUKUM BEKERJA DI BANK KONVENSIONAL

04.35.00 Posted by Admin No comments
Assalamu'alaikum..
Akhie ukhtie'..

Melanjutkan pertanyaan dari akhie Burhan mengenai 'ape hukumnye kerja di bank konvensional'..
Berikut penjabaran nye..

Syech Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa sistem ekonomi islam ditegakkan pada asas memerangi riba dan menganggapnya sebagai dosa besar yang dapat menghapuskan berkah dari individu dan masyarakat, bahkan dapat mendatangkan bencana di dunia dan akherat.

Hal ini telah disinyalir di dalam Al Qur’an dan As Sunnah serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika kita membaca firman Allah swt :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al Baqoroh : 278 – 279)

Sabda Rasulullah saw,”Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah.” (HR. Hakim)

Dalam peraturan dan tuntunannya, Islam memerintahkan umatnya untuk memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak terlihat dalam kemaksiatan itu. Oleh karena itu Islam mengharamkan semua bentuk kerja sama atas dosa dan permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materiil, perbuatan ataupun perkataan. Dalam sebuah hadits hasan, Rasulullah saw bersabda mengenai kejahatan pembunuhan :

“Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)

Sedangkan tentang khamr, beliau saw bersabda,”Allah melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, pemerasnya, yang minta diperaskan, pembawanya dan yang dibawakannya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap,”Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, yeng menerima suap dan yang menjadi perantaranya.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim)

Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdullah ra meriwayatkan,”Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang menjadi saksinya.” Dan beliau saw bersabda,”Mereka itu sama.” (HR. Muslim)

Ibnu Masud meriwayatkan,”Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi), sementara itu didalam riwayat lain disebutkan :

“Orang yang makan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dan dua orang saksinya—jika mereka mengetahui hal itu—maka mereka dilaknat melalui lisan Nabi Muhammad saw hingga hari kiamat.” (HR. An Nasa’i)

Hadits-hadits shahih itulah yang menyiksa hati orang-orang islam yang bekerja di bank-bank atau kongsi yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya pada berbagai kongsi, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw,”Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorang pun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia terkena debunya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Kondisi seperti ini tidak dapat dirubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat dirubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khmar dan yang lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.

Setiap muslim yang mempunyai kepedulian dengan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya dan segenap kemampuannya dengan berbagai sarana yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berfaham sosialis.

Di sisi lain apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang non muslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.

Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan dengan perbankan tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan penitipan, dan sebagainya; bahkan sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram. Oleh karena itu, tidak mengapa bagi seorang muslim menerima (melakukan) pekerjaan tersebut—meskipun hatinya tidak rela—dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diredhoi agama dan hatinya. Hanya saja dalam hal ini, hendaklah ia melaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan Tuhan-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya, sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari)

Jangan pula dilupakan adanya kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah sampai tingkat darurat. Kondisi inilah yang menjadikan saudara penanya untuk menerima –tetap bekerja di bank—sebagai sarana mencari kehidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah swt :


فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya : “…..tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh : 173)

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

PENGGUNAAN KATA MASYA ALLAH DAN SUBHANALLAH

04.13.00 Posted by Admin No comments
Terkadang masih banyak juga orang yang salah nempatin kata Subhanallah dengan Masya Allah dengan suatu hal atau kejadian'..

Dari Abdillah bin Amir bin Rabiah, bahwa Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

Apabila kalian melihat ada sesuatu yg mengagumkan pada saudaranya atau dirinya atau hartanya, hendaknya dia mendoakan keberkahan untuknya. Karena serangan ain itu benar. (HR. Ahmad 15700, Bukhari dalam at-Tarikh 2/9).

Kapan Dianjurkan Mengucapkan Subhanalloh?

Terdapat beberapa keadaan, dimana kita dianjurkan mengucapkan Subhanallah. Diantaranya,

Pertama, ketika kita keheranan terdapat sikap.

Tidak ada kaitannya dengan keheranan terhadap harta atau fisik atau apa yg dimiliki orang lain. Tapi keheranan terhadap sikap.

Misalnya, terlalu bodoh, terlalu kaku, terlalu aneh, dst.

Kita lihat beberapa kasus berikut,

Kasus pertama, Abu Hurairoh pernah ketemu Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi junub. Lalu Abu Hurairoh pergi mandi tanpa pamit. Setelah balik, Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bertanya, mengapa tadi dia pergi. Kata Abu Hurairoh, “Aku junub, dan aku tidak suka duduk bersama engkau dalam keadaan tidak suci.” Kemudian Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ

Subhanalloh, sesungguhnya muslim itu tidak najis. (HR. Bukhari 279)

Kasus kedua, ada seorang wanita yg datang kepada Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam menanyakan bagaimana cara membersihkan bekas haid setelah suci. Beliau menyarankan, “Ambillah kapas yg diberi minyak wangi dan bersihkan.”

Wanita ini tetap bertanya, “Lalu bagaimana cara membersihkannya.”

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam merasa malu untuk menjawab dengan detail, sehingga beliau hanya mengatakan,

سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِى بِهَا

“Subhanalloh.., ya kamu bersihkan pakai kapas itu.”

Aisyah paham maksud Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam, beliau pun langsung menarik wanita ini dan mengajarinya cara membersihkan darah ketika haid. (HR. Bukhari 314 & Muslim 774)

Kasus ketiga, Aisyah pernah ditanya seseorang,

“Apakah Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah?”

Aisyah langsung mengatakan,

سُبْحَانَ اللَّهِ لَقَدْ قَفَّ شَعْرِى لِمَا قُلْت

Subhanalloh, merinding bulu romaku mendengar yg kamu ucapkan. (HR. Muslim 459).

An-Nawawi mengatakan,

أن سبحان الله في هذا الموضع وأمثاله يراد بها التعجب وكذا لااله إلا الله ومعنى التعجب هنا كيف يخفى مثل هذا الظاهر الذي لايحتاج الإنسان في فهمه إلى فكر وفي هذا جواز التسبيح عند التعجب من الشيء واستعظامه

Bahwa ucapan Subhanalloh dalam kondisi semacam ini maksudnya adalah keheranan. Demikian pula kalimat LAA ILAAHA ILLALLOOH. Makna keheranan di sini, bagaimana mungkin sesuatu yg sangat jelas semacam ini tidak diketahui. Padahal seseorang bisa memahaminya tanpa harus serius memikirkannya. Dan dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya membaca tasbih ketika keheranan terhadap sesuatu atau menganggap penting kasus tertentu. (Syarh Shahih Muslim, 4/14).

Kedua, Keheranan ketika ada sesuatu yg besar terjadi

Misalnya melihat kejadian yg luar biasa.

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam terkadang tersentak bangun di malam hari, karena keheranan melihat sesuatu yg turun dari langit.

Dari Ummu Salamah Rodhiyallahu ‘anha, bahwa pernah suatu malam, Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam terbangun dari tidurnya.

سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتَنِ

“Subhanalloh, betapa banyak fitnah yg turun di malam ini.” (HR. Bukhari 115).

Dalam kasus lain, beliau juga pernah merasa terheran ketika melihat ancaman besar dari langit. Terutama bagi orang yg memiliki utang,

Dari Muhammad bin Jahsy rodhiallohu ‘anhu, “Suatu ketika, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melihat ke arah langit, kemudian beliau bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ

“Subhanalloh, betapa berat ancaman yg diturunkan ….”

Kemudian, keesokan harinya, hal itu saya tanyakan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Risululloh, ancaman berat apakah yg diturunkan?’

Beliau menjawab,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ

‘Demi Allah, yg jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya ada seseorang yg terbunuh di jalan Alloh, lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), sementara dia masih memiliki utang, dia tidak masuk surga sampai utangnya dilunasi.’” (HR. Nasa’i 4701 dan Ahmad 22493).

Kata Ali Qori, Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam mengucapkan Subhanalloh karena takjub (keheranan) melihat peristiwa besar yg turun dari langit.

Terus bagaimane dengan kata Masya Allah'?

Selama ini kaum Muslim sering “salah kaprah” dalam mengucapkan Subhanalloh (Maha Suci Alloh), tertukar dengan ungkapan Masya Alloh (Itu terjadi atas kehendak Alloh). Kalau kita takjub, kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita mengatakan Subhanallih. Padahal, seharusnya kita mengucapkan Masya Alloh yg bermakna “Hal itu terjadi atas kehendak Alloh”.

Ungkapan Subhanalloh tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan Subhanalloh (Maha Suci Alloh dari keburukan yg demikian).

Ucapan Masya Alloh

Masya Alloh artinya “Alloh telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Alloh dan ciptaan-Nya yg indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Alloh”.

Masya Alloh diucapkan bila seseorang melihat hal yg baik dan indah. Ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya. Sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta”ala sbb:

وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا

“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Maasya Allah laa quwwata illa billah‘ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS. Al-Kahfi: 39).

Penggunaan kalimat tersebut dikarenakan kalimat “Masya Alloh” (ما شاء الله) bisa di-i’robkan dengan dua cara di dalam bahasa Arab:

I’rob yg pertama dari “Masya Alloh” (ما شاء الله) adalah dengan menjadikan kata “maa” (ما) sebagai isim maushul (kata sambung) dan kata tersebut berstatus sebagai khobar (predikat). Mubtada’ (subjek) dari kalimat tersebut adalah mubtada’ yg disembunyikan, yaitu “hadza” (هذا). Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “Masya Alloh” adalah :

هذا ما شاء الله

(Hadza Masya Allah)

Jika demikian, maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “inilah yg dikehendaki oleh Alloh”.

Adapun i’rob yg kedua, kata “maa” (ما) pada “Masya Alloh” merupakan maa syarthiyyah (kata benda yg mengindikasikan sebab) dan frase “syaa Alloh” (شاء الله) berstatus sebagai fi’il syarat (kata kerja yg mengindikasikan sebab). Sedangkan jawab syarat (kata benda yg mengindikasikan akibat dari sebab) dari kalimat tersebut tersembunyi, yaitu “kana” (كان). Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “Masya Alloh” adalah:

ما شاء الله كان

(Masya Allohu kana)

Jika demikian maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “apa yg dikehendaki oleh Alloh, maka itulah yg akan terjadi”.

Ringkasnya, “Masya Allah” bisa diterjemahkan dengan dua terjemahan, “inilah yg diinginkan oleh Alloh apa yg dikehendaki oleh Alloh, maka itulah yg akan terjadi”. Maka ketika melihat hal yg menakjubkan, lalu kita ucapkan “Masya Alloh” (ما شاء الله), artinya kita menyadari dan menetapkan bahwa hal yg menakjubkan tersebut semata-mata terjadi karena kuasa Alloh..

"Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat"

REJEKI & PERUBAHAN WARNA LANGIT

03.50.00 Posted by Admin No comments
Tahukah akhie dan ukhtie bahwa warna merah yang dipancarkan oleh alam ketika itu mempunyai resonansi yang sama dengan jin dan syaitan..

Berikut penjelasan yang ane rangkum dari tauziah Syech Abdul Qadir Jaelani mengenai hubungan nye SETAN, REJEKI & PERUBAHAN WARNA LANGIT di saat pergantian waktu sholat lengkapnye :

1. Waktu Subuh
Suka perhatiin ga, kalau waktu selepas subuh apalagi menjelang siang, warna langit itu (kalau cerah) berwarna biru yang diselingi dengan merah (orange) yang dihasilkan oleh sinar mentari yang mau terbit.

Dalam islam tidur setelah subuh itu ga boleh karena akan ketinggalan rizki. Seperti Sabda Rasulullah,

“Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi harinya”
(HR. Abu Dawud no. 2606, Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236, shahih At-Targhiib waTarhiib no, 1693)

Selain itu, mengapa kita tidak dibenarkan tidur selepas subuh adalah karana warna biru mempertenagakan kelenjar tyroid. Bila kelenjar tyroid kita lemah seseorang itu akan mengalami masalah kehausan sepanjang hari.

Pada Waktu Subuh Alam berada dalam spektrum warna biru muda yang bersamaan dengan frekuensi tiroid yang mempengaruhi sistem metabolisma tubuh. Jadi warna biru muda atau waktu Subuh mempunyai rahasia yang berkaitan dengan rizki dan komunikasi. Mereka yang kerap tertinggal waktu Subuhnya ataupun terlewat secara berulang-ulang kali, lama kelamaan akan menghadapi masalah komunikasi dan rizki.

Ini karena tenaga alam yaitu biru muda tidak dapat diserap oleh tiroid yang mesti berlaku dalam keadaan roh dan jasad dalam keadaan tidur dalam arti kata lain lebih baik terjaga daripada tidur. Disini juga dapat kita ambil hikmah untuk solat di awal waktu.

Bermulanya saat azan Subuh, tenaga alam pada waktu itu berada pada tahap optimum. Tenaga inilah yang akan diserap oleh tubuh melalui konsep resonansi pada waktu rukuk dan sujud. Jadi mereka yang terlewat Subuhnya sebenar sudah mendapat tenaga yang tidak optimum lagi.

2. Waktu Dzuhur
Ketika ini warna kuning mendominasi atmosfera. Mengurangi makan pada waktu kuning (siang hari) ialah amalan yang terbaik untuk menjaga supaya pemikiran menjadi kreatif, tajam, dan peka. Ini adalah mengapa kita amat digalakkan untuk melakukan puasa sunah Senin dan Kamis untuk menggurangi beban kerja organ pencernaan.

Spektrum warna pada waktu ini bersamaan dengan frekuensi perut dan hati yang berkaitan dengan sistem pencernaan. Warna kuning ini mempunyai rahasia yang berkaitan dengan keceriaan. Jadi mereka yang selalu ketinggalan atau terlewat Zuhurnya berulang- ulang kali dalam hidupnya akan menghadapi masalah di perut dan hilang sifat cerianya.

3. Waktu Ashar
Kemudian warna alam akan berubah kepada warna orange, yaitu masuknya waktu Ashar di mana spektrum warna pada waktu ini bersamaan dengan frekuensi prostat, uterus, ovarium dan testis yang merangkumi sistem reproduktif.

Rahasia warna orange ialah kreativitas. Orang yang kerap tertinggal Asar akan hilang daya kreativitasnya dan lebih malang lagi kalau di waktu Asar dipakai buat tidur.

4. Waktu Magrib
Menjelang waktu Maghrib, alam berubah ke warna merah dan di waktu ini kita kerap dinasihatkan oleh orang-orang tua agar tidak berada di luar rumah. Ini karena spektrum warna pada waktu ini menghampiri frekuensi jin dan iblis (infra-red) dan ini bermakna jin dan iblis pada waktu ini amat bertenaga kerana mereka beresonansi dengan alam. Mereka yang sedang dalam perjalanan juga sebaiknya berhenti dahulu pada waktu ini (solat Maghrib dulu). Rahasia waktu Maghrib atau warna merah ialah keyakinan, frekuensi otot, saraf dan tulang.

5. Waktu Isya
Apabila masuk waktu Isya, alam berubah ke warna merah dan seterusnya memasuki fasa Kegelapan. Waktu Isya ini menyimpan rahasia ketenteraman dan kedamaian dimana frekuensinya bersamaan dengan sistem kawalan otak.

Mereka yang kerap ketinggalan Isyanya akan selalu berada dalam kegelisahan. Alam sekarang berada dalam Kegelapan dan sebetulnya, inilah waktu tidur dalam Islam dimana keseluruhan sistem tubuh berada dalam keadaan relax / istirahat..

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"