Rabu, 27 Juli 2016

HIKMAH KEHIDUPAN

02.07.00 Posted by Admin No comments
"Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratal mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, dan badannya untuk apa ia gunakan."
(NABI MUHAMMAD SAW)

Akhie dan Ukhtie..
Kita perlu terus-menerus menumbuhkan rasa takut pada diri ini, agar kita mampu mempertanggung-jawabkan dari mana kita memperoleh harta dan kemana kita membelanjakan harta.

"DUA-DUANYA HARUS BENAR.!!"

Membelanjakan harta untuk perkara yg benar, tetapi mendapatkannya dari sumber yg haram, maka tak ada yg layak baginya kecuali neraka.

Begitu pun sebaliknya, meski halal sumbernya dan bersih caranya, kita tetap berkewajiban membelanjakannya di jalan yg benar, untuk tujuan yg benar pula.

Dan ini, harus dimulai dari kita.!

"SEKARANG JUGA.!!!"

"Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yg kamu megah-megahkan di dunia itu)."
(QS. At-Takaatsur : 8)

Sepele tampaknya, tapi sering terjadi dan dianggap biasa, sehingga lama-lama merasa tak berdosa.

Inilah yg saya rasakan amat sulit selama ini berada di dalam kementrian luar negeri terutama di Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, yaitu;

"MENATA KATA HATI & PIKIRAN SECARA TERUS MENERUS.!"

Karena di dalam nya masih terus bergulir permainan² kotor yang dapat dengan mudah terjebak di dalam nya'..
Teringatlah saya kepada wasiat Nabi Saw;

"Nanti akan datang suatu masa, di masa itu manusia tidak peduli dari mana harta itu ia peroleh, apakah dari yg halal ataukah dari yg haram."
(HR. Bukhari)

Kemampuan membelanjakan harta secara benar, adalah bekal menuju surga-Nya..

Semoga Allah Ta'ala memalingkan hati kita pada kebenaran. Aamiin...

DOA & AMALAN UNTUK ORANG TUA YANG SUDAH MENINGGAL

01.56.00 Posted by Admin 1 comment
Berbakti kepada orang tua menempati posisi yang tinggi didalam islam. Hal itu ditunjukkan dengan perintah berbuat baik kepadanya mengikuti perintah beribadah hanya kepada Allah swt saja, seperti disebutkan didalam firman-Nya.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra : 23)

Berbuat baik kepada orang tua tidak hanya dilakukan ketika dia masih hidup akan tetapi juga setelah dia meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As Sa’idi ia berkata, “Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari bani Salamah datang kepada beliau.

Laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada ruang untuk aku berbuat baik kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal?” beliau menjawab: “Ya. Mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan wasiatnya, menyambung jalinan silaturahim mereka dan memuliakan teman mereka.” Meskipun hadits ini lemah namun dalam hal ini bisa diamalkan.

Beberapa perbuatan baik yang bisa dilakukan terhadap orang tua yang telah meninggal dunia, diantaranye :

1. Mendoakan dan memohonkan ampunan baginya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, hamba itu kemudian berkata; ‘Wahai Rabb, dari mana semua ini? ‘ maka Allah berfirman; ‘Dari istighfar anakmu.'”

Diantara bentuk-bentuk doa dan permohonan ampunan tersebut adalah :

ROBBIGH FIRLI WA LIWALIDAYYA

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ

Artinya : “Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku.” (QS. Nuh : 28)

ROBBIRHAMHUMA KAMAA ROBBAYANI SHOGHIRO

وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Artinya : “Dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al Isra : 24)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari dari Jubair bin Nufair ia mendengarnya berkata, saya mendengar Auf bin Malik berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do’a yang beliau ucapkan: “ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA ‘AAFIHI WA’FU ‘ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI’ MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL JANNATA WA A’IDZHU MIN ‘ADZAABIL QABRI AU MIN ‘ADZAABIN NAAR

(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnyak, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).” Hingga saya berangan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.

2. Melaksanakan wasiatnya selama wasiat tersebut tidak memerintahkan kemaksiatan terhadap Allah swt dan tidak bertentangan dengan hukum syariat, sebagaimana firman Allah swt :

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqoroh : 180)

Imam Bukhori meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mendengar dan taat adalah haq (kewajiban) selama tidak diperintah berbuat maksiat. Apabila diperintah berbuat maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar dan taat”.

3. Menghubungkan tali silaturahim orang tua anda yang telah meninggal serta berbuat baik kepada tema-teman dan kerabatnya.

Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kebajikan yang utama ialah apabila seseorang melanjutkan hubungan (silaturrahim) dengan keluarga sahabat baik ayahnya.”
Didalam hadits ini terdapat keutamaan menghubungkan silaturahim kawan-kawan ayah yang telah meninggal, berbuat baik dan memuliakan mereka.

4. Bersedekah atas namannya

Kaum muslimin telah bersepakat bahwa sedekah mengatasnamakan orang yang sudah meninggal maka hal itu akan sampai kepadanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dari ‘Aisyah bahwa ada seorang laki-laki berkata, kepada Nabi Shallallahu’alaihiwasallam: “Ibuku meninggal dunia dengan mendadak, dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bersedekah. Apakah dia akan memperoleh pahala jika aku bersedekah untuknya (atas namanya)?”. Beliau menjawab: “Ya, benar”..
Dan untuk masalah sampai tidak nya doa itu sendiri'..
Itu semua wewenang Allah'..
Tapi yang jelas, setiap doa itu inshaa Allah akan sampe ke Allah'..

Allah SWT berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina,” (QS. Al-Mu’min: 60).

Apabila kita berdoa, Allah SWT pasti mengabulkan doa kita. Hanya saja waktu yang akan menjawabnya. Dan dalam bentuk yang mungkin berbeda yang tidak sesuai keinginan kita tetapi bermanfaat untuk kita. Serta bisa jadi tabungan kita untuk di akhirat kelak.

Rasulullah SAW bersabda, “Tiada seorang berdoa kepada Allah dengan suatu doa, kecuali dikabulkanNya, dan dia memperoleh salah satu dari tiga hal, yaitu dipercepat terkabulnya baginya di dunia, disimpan (ditabung) untuknya sampai di akhirat, atau diganti dengan mencegahnya dari musibah (bencana) yang serupa,” (HR. Ath-Thabrani)
Makanya agar doa itu sampe dan di ijabah oleh Allah..
Kita harus benar² memperhatikan adab dan tata cara kita berdoa'..

Di antara hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam berdoa adalah bagaimana etika ketika dalam berdoa. Karena yang kita mintai permohonan bukanlah kepada sesama makhluk, namun kepada Rabb yang menciptakan kita, tentu hal ini lebih-lebih lagi adab yang harus kita jaga.

[1] Berdoalah dengan rasa harap dan cemas. Karena doa adalah suatu permohonan yang belum tentu Allah kabulkan. Oleh karena itu berharap doa tersebut dikabulkan dan merasa cemas apabila ditolak merupakan pokok yang penting dalam berdoa. Hendaknya seseorang hamba berdoa dengan rasa ikhlas, rasa harap, rasa takut, merendahkan diri dan khusyuk. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)

[2] Jangan tergesa-gesa dalam berdoa. Di antara kesalahan sebagian orang adalah terlalu tergesa-gesa dalam berdoa, maksudnya ia ingin doa yang ia panjatkan segera dikabulkan oleh Allah. Ketahuilah bahwa di antara adab dalam berdoa adalah sabar dalam berdoa. Hal ini dapat menyebabkan seseorang berputus asa dari rahmat Allah karena ia menganggap bahwa Allah tidak mengabulkan doanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa salah seorang di antara kalian akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa, yaitu dengan mengatakan, ‘Aku telah berdoa namun tidak dikabulkan’”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

[3] Mulailah berdoa dengan mengucapkan kalimat tauhid. Kalimat tauhid merupakan kalimat yang mengandung keihklasan, artinya jika kita memulai dengan kalimat ini, berarti kita bersungguh-sungguh dalam berdoa, dimana kita hanya meminta kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “ Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap[1]: ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’” (Q.S. Al-Anbiya: 87).

Ini adalah doa Nabi Yunus tatkala terperangkap dalam perut seekor ikan, dimana tidak ada yang bias menolongnya kecuali pertolongan dari Allah Ta’ala. Nabi Yunus memulai dengan kalimat tauhid kemudian mensucikan Allah dari segala kekurangan dan kezhaliman bagi Allah. Beliau juga mengakui kezhaliman yang telah diperbuat dengan sebenar-benar pengakuandan mengakui dosa merupakan salah satu adab yang menjadi sebab terkabulnya doa. Maka Allah kabulkan doa Nabi Yusuf dengan berfirman (yang artinya), “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Anbiya: 88)

[4] Memulai doa dengan Nama dan Sifat Allah Ta’ala. Hal ini terkandung dalam surah yang setiap hari kita baca pada waktu shalat, yaitu surah al-fatihah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Segala puji hanya milik Allah, Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Fatihah: 1-2). Kedua ayat ini merupakan ayat yang sangat agung, dimana terkandung tauhid rububiyah (pengesaan segala macam perbuatan Allah) dan tauhid asma’ dan sifat Allah. Maka hendaknya setiap muslim memulai doanya dengan memuji Allah Ta’ala dan menyebut nama dan sifat Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya milik Allah asmaa-ul husna[2], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu” (Q.S. Al-A’raf: 180)

Analoginya, jika kita hendak meminta tolong kepada seseorang, pastilah kita memulainya dengan sesuatu yang baik. Bagaimana yang kita pinta adalah Rabb yang menciptakan kita? Tentu lebih layak lagi untuk dipuji dan dimuliakan.

[5] Rutin dan sabar dalam berdoa. Ketahuilah! Bahwa berdoa juga membutuhkan kesabaran dan kerutinan dalam melaksanakannya. Karena hal ini merupakan salah satu sebab doa kita dikabulkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu (rutin) walaupun itu sedikit.” (H.R. Muslim No. 783). Berdoa merupakan sebuah amalan yang shalih. Ibarat seseorang yang mengetuk pintu rumah seseorang, jika ia rutin melakukannya, maka si pemilik rumah pasti akan menyadari dan memperhatikan jika di waktu yang sama, ia mengulang ketukannya. Begitu juga dalam berdoa, jika kita rutin dalam berdoa, meskipun sedikit, maka Allah pasti akan memperhatikan kita dan kemungkinan doa kita akan dikabulkan akan semakin besar.

[6] Menghadirkan hati dalam berdoa. Hadirnya hati dalam berdoa merupakan salah satu sebab terkabulnya doa. Keumuman dalil menunjukkan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut” (Q.S. Al-A’raf: 55). Dan Allah juga berfirman (yang artinya), “Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan)” (Q.S. Al-A’raf: 56). Maka berdoa dilakukan dengan merendahkan diri, melembutkan suara, rasa takut dan harap. Semua itu pasti membutuhkan hadirnya hati dalam berdoa dan itu sangat jelas. Berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Berdoalah kalian kepada Allah dengan hati yang yakin akan dikabulkannya doa, dan ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai” (H.R. At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani di As-Silsilatush Shahihah [disadur dari kitabul adab, hal. 364]

[7] Berdoa pada waktu-waktu yang diijabahkan (terkabulnya doa). Diantara waktu yang diijabahkan di dalam berdoa:

•Ketika sujud. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang hamba sangat dekat dengan Rabbnya ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa (ketika sujud)” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
•Antara azdan dan iqamah. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa yang tidak mungkin tertolah adalah ketika antara adzan dan iqamah” (H.R. At-Tirmidzi, hadits hasan shahih).
•Doa orang yang berpuasa hingga ia berbuka. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga macam doa yang tidak mungkin tertolak: Orang yang berpuasa hingga ia berbuka, …” (H.R. At-Tirmidzi, hadits hasan).
•Pada sepertiga malam yang terakhir. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia pada waktu sepertiga malam yang terakhir, Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan! Barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya akan Aku beri! Barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni!’” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
•Pada akhir shalat sebelum salam. Dari Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para shahabat bacaan tasyahud dalam shalat kemudian berkata, “Pilihlah di antara doa yang ia senangi / inginkan, maka berdoalah”. Dalam lafazh Muslim, “Pilihlah permintaan yang kamu kehendaki” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
•Ketika hari jum’at dan detik terakhir dari hari jum’at. Yang dimaksud dengan detik terakhir dari hari Jum’at adalah saat menjelang maghrib, yaitu ketika matahari hendak terbenam. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari Jum’at kemudian berkata, “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"

DOA SAAT TERKENA MUSIBAH

01.41.00 Posted by Admin No comments




Saat menghadapi musibah, doa merupakan senjata utama seorang hamba. Melalui doa, seorang hamba berpasrah diri kepada Allah, bersimpuh di hadapan-Nya dan mengharapkan pertolongan-Nya semata. Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam saat tertimpa musibah adalah doa berikut ini:


إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain doa tersebut berbunyi:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Ahmad dan Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi)

Doa tersebut telah diamalkan dan dibuktikan sendiri khasiatnya oleh perawi hadits tersebut, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:

(1). Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa sebuah musibah, kemudian ia mengucapkan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”

Kecuali Allah pasti akan memberinya pahala atas musibah yang menimpanya dan memberinya ganti yang lebih baik dari apa yang telah hilang darinya.

Ummu Salamah berkata: “Ketika suami saya Abu Salamah meninggal, saya pun membaca doa tersebut sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka Allah menggantikan untukku Abu Salamah dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.” (HR. Muslim no. 918)

(2). Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pada suatu hari suamiku Abu Salamah kembali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Ia berkata, “Saya telah mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam suatu perkataan yang membuat aku begitu gembira. Beliau bersabda: “Tidaklah sebuah musibah menimpa seorang pun dari kaum muslimin lalu ia beristirja’ (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un) saat tertimpa musibah tersebut, kemudian ia mengucapkan:

اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” Melainkan doa itu akan terlaksana.”

Ummu Salamah melanjutkan ceritanya, “Maka aku pun menghafalkan doa tersebut dari Abu Salamah. Ketika Abu Salamah meninggal, aku pun mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un dan membaca doa:

اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”

Aku kemudian bertanya-tanya dalam hati, “Dari mana saya mendapatkan ganti yang lebih baik daripada suamiku Abu Salamah?”

Ketika masa ‘iddah saya telah habis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam meminta izin bertemu denganku. Saat itu aku sedang menyamak kulit, maka aku pun segera mencuci tanganku dan member izin beliau bertamu. Saya meletakkan sebuah bantal dari kulit yang diisi oleh serabut. Beliau duduk di atas bantal itu dan melamarku.

Setelah beliau selesai berbicara, saya pun berkata, “Wahai Rasulullah, bukannya saya tidak ingin dengan Anda. Namun saya ini seorang wanita yang sangat pencemburu. Saya khawatir Anda akan melihat dariku perkara yang justru menyebabkan Allah menyiksaku karenanya. Saya juga wanita yang telah berumur tua. Lebih dari itu saya punya banyak anak.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Perkara cemburu yang engkau sebutkan tadi, maka Allah akan menghilangkannya darimu. Perkara usiamu yang telah tua, aku pun mengalami hal yang sama denganmu. Sedangkan perkara banyaknya anakmu, maka anak-anakmu adalah anak-anakku juga.”

Ummu Salamah berkata, “Jika begitu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam akhirnya menikahi Ummu Salamah.

Ummu Salamah berkata, “Allah Ta’ala telah menggantikan Abu Salamh untukku dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”(HR. Ahmad no. 16344 dan Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh)

Doa tersebut berlaku umum untuk semua musibah yang menimpa seorang muslim. Doa tersebut tidak berlaku khusus untuk musibah kehilangan suami atau istri semata. Sebab, makna sebuah dalil syar’i disimpulkan dari keumuman lafalnya, bukan dari kekhususan sebab turunnya dalil syar’i tersebut.

Selamat mengamalkan doa yang agung ini..
(Rangkuman tauziah Syech Abdul Qadir Jaelani dan Syech Hammad Ad Dabbas)

Saat menghadapi musibah, doa merupakan senjata utama seorang hamba. Melalui doa, seorang hamba berpasrah diri kepada Allah, bersimpuh di hadapan-Nya dan mengharapkan pertolongan-Nya semata. Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam saat tertimpa musibah adalah doa berikut ini:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain doa tersebut berbunyi:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Ahmad dan Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi)

Doa tersebut telah diamalkan dan dibuktikan sendiri khasiatnya oleh perawi hadits tersebut, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:

(1). Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa sebuah musibah, kemudian ia mengucapkan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”

Kecuali Allah pasti akan memberinya pahala atas musibah yang menimpanya dan memberinya ganti yang lebih baik dari apa yang telah hilang darinya.

Ummu Salamah berkata: “Ketika suami saya Abu Salamah meninggal, saya pun membaca doa tersebut sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka Allah menggantikan untukku Abu Salamah dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.” (HR. Muslim no. 918)

(2). Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pada suatu hari suamiku Abu Salamah kembali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Ia berkata, “Saya telah mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam suatu perkataan yang membuat aku begitu gembira. Beliau bersabda: “Tidaklah sebuah musibah menimpa seorang pun dari kaum muslimin lalu ia beristirja’ (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un) saat tertimpa musibah tersebut, kemudian ia mengucapkan:

اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” Melainkan doa itu akan terlaksana.”

Ummu Salamah melanjutkan ceritanya, “Maka aku pun menghafalkan doa tersebut dari Abu Salamah. Ketika Abu Salamah meninggal, aku pun mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un dan membaca doa:

اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”

Aku kemudian bertanya-tanya dalam hati, “Dari mana saya mendapatkan ganti yang lebih baik daripada suamiku Abu Salamah?”

Ketika masa ‘iddah saya telah habis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam meminta izin bertemu denganku. Saat itu aku sedang menyamak kulit, maka aku pun segera mencuci tanganku dan member izin beliau bertamu. Saya meletakkan sebuah bantal dari kulit yang diisi oleh serabut. Beliau duduk di atas bantal itu dan melamarku.

Setelah beliau selesai berbicara, saya pun berkata, “Wahai Rasulullah, bukannya saya tidak ingin dengan Anda. Namun saya ini seorang wanita yang sangat pencemburu. Saya khawatir Anda akan melihat dariku perkara yang justru menyebabkan Allah menyiksaku karenanya. Saya juga wanita yang telah berumur tua. Lebih dari itu saya punya banyak anak.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Perkara cemburu yang engkau sebutkan tadi, maka Allah akan menghilangkannya darimu. Perkara usiamu yang telah tua, aku pun mengalami hal yang sama denganmu. Sedangkan perkara banyaknya anakmu, maka anak-anakmu adalah anak-anakku juga.”

Ummu Salamah berkata, “Jika begitu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam akhirnya menikahi Ummu Salamah.

Ummu Salamah berkata, “Allah Ta’ala telah menggantikan Abu Salamh untukku dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”(HR. Ahmad no. 16344 dan Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh)

Doa tersebut berlaku umum untuk semua musibah yang menimpa seorang muslim. Doa tersebut tidak berlaku khusus untuk musibah kehilangan suami atau istri semata. Sebab, makna sebuah dalil syar’i disimpulkan dari keumuman lafalnya, bukan dari kekhususan sebab turunnya dalil syar’i tersebut.

Selamat mengamalkan doa yang agung ini..

(Rangkuman tauziah Syech Abdul Qadir Jaelani dan Syech Hammad Ad Dabbas)

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"