Selasa, 07 Februari 2017

MENGGAPAI RIDHA ALLAH DENGAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

00.17.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat Al Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua²nya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’”
[Al Israa’ : 23-24].

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an Nisaa’ ayat 36,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak² yatim, orang² miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang² yang sombong dan membanggakan diri.” [An Nisaa’ : 36].

Dalam surat Al Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
[Al Ankabuut (29): 8].

Anjuran Berbuat Baik Kepada Orang Tua dan Larangan Durhaka Kepada Keduanya

Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal² yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa² yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa² yang dilarang (selama tidak melanggar batasan² Allah Azza wa Jalla).

Sedangkan uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain². Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Pahalanya

1. Merupakan Amal Yang Paling Utama

Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua

Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan..

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

“Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua”

3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami

Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shaleh tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.

Haditsnya sebagai berikut..

انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا

“ …Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba² sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak² yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak²ku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak²ku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”

4. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur

Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahimnya.”

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara² kita yang sering berkunjung kepada teman²nya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya, Insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

5. Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah Azza wa Jalla

Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa² yang Allah Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

Bentuk² Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
  1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati.
  2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi panggilan orang tua.
  3. Membentak atau menghardik orang tua.
  4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
  5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain².
  6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
  7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
  8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain².
  9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
  10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.


Bentuk² Berbakti Kepada Orang Tua

  1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita.
  2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab berbicara antara kepada kedua orang tua dengan kepada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicaralah dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
  3. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.
  4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
  5. Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut,


رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

Apabila Kedua Orang Tua Telah Meninggal

Maka yang harus kita lakukan adalah:

  1. Meminta ampun kepada Allah Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
  2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
  3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
  4. Membayarkan hutang-hutangnya.
  5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
  6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai² Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

WANITA MUSLIMAH DENGAN BEDAKNYA

00.06.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bolehkah wanita muslimah menggunakan bedak di wajahnya?

Jawabannya, ya boleh² saja. Boleh saja bagi wanita mengenakan bedak dan kosmetik di wajahnya, tujuannya untuk mempercantik diri. Namun ingat, mempercantik diri di sini hanya untuk suami, bukan untuk laki² lain, bukan untuk orang luar rumah, bukan untuk mempercantik diri di luar rumah. Lihat sekali lagi tuntutan dalam ayat ini,

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

“Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera² mereka, atau putera² suami mereka, atau saudara² laki² mereka, atau putera² saudara lelaki mereka, atau putera² saudara perempuan mereka, atau wanita² islam, atau budak² yang mereka miliki, atau pelayan² laki² yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak² yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS. An-Nur: 31).

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa wanita boleh menggunakan bedak adalah hadits berikut..

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طِيبُ الرِّجَالِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِىَ لَوْنُهُ وَطِيبُ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِىَ رِيحُهُ

“Sifat parfum laki², baunya nampak sedangkan warnanya tersembunyi. Adapun sifat parfum wanita, warnanya nampak namun, baunya tersembunyi.” (HR. Tirmidzi no.2787, An-Nasa’i no.5120. Ada seorang perawi yang majhul yang tidak disebut namanya dalam hadits ini, penguat hadits ini pun lemah menurut Al Hafizh Abu Thahir. Namun Syech Musthafa Al ‘Adawi dalam Jami’ Ahkam An-Nisa 4: 417 menyatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi yaitu melihat jalur yang lain).

Kalau parfum laki² sangat jelas seperti yang dimaksud dalam hadits, itulah yang kita temukan dalam parfum yang digunakan oleh para pria saat ini. Sedangkan parfum wanita adalah parfum yang tidak nampak baunya, namun warnanya nampak. Apa yang dimaksud kalau begitu?

Kalau kita lihat dari keterangan Syech Abu Malik dalam Fiqh As Sunnah li An Nisa’ hlm.420 yang dimaksud adalah bedak. Karena bedak itu warnanya terlihat, baunya tidak.

Namun ada dua syarat yang dikemukakan oleh para ulama ketika wanita ingin berhias diri dengan bedak dan kosmetik:

• Tidak bertujuan mengelabui orang.

• Kosmetik yang digunakan tidak berbahaya bagi kulit.

Dua syarat di atas disebutkan oleh Syech Musthafa Al Adawi 4: 418, juga difatwakan oleh Syech Abdul Aziz bin Baz (mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam) dan Syech Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin (pakar fikih di adab ke 20). (Fiqh As Sunnah li An Nisa’ hlm.420).

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..