Minggu, 04 Juni 2017

SYARAT PEMBATAL PUASA BERLAKU

15.31.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Kita tahu ada pembatal puasa seperti makan, minum, dan jima’ (hubungan intim). Ternyata bisa batal jika memenuhi tiga syarat berikut..

Syarat Pertama: Tau Ilmu

Apabila seorang yang berpuasa melakukan salah satu pembatal di atas karena tidak tau (jahil), baik jahil terhadap waktu atau hukum maka puasa tetap sah.

Misal jahil terhadap waktu: Seseorang bangun di akhir malam dan dia menyangka fajar belum terbit, kemudian dia makan dan minum. Namun ternyata fajar telah terbit dan dia baru mengetahuinya, maka puasa orang ini sah karena dia jahil terhadap waktu.

Misal tidak tahu terhadap hukum, sebagaimana terdapat dalam As Sunnah dari hadits Asma’ binti Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam shohihnya Asma’ berkata,

أَفْطَرْنَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ غَيْمٍ ، ثُمَّ طَلَعَتِ الشَّمْسُ

“Kami pernah berbuka di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari yang mendung lalu tiba² muncul matahari.”

Para sahabat berbuka pada siang hari, akan tetapi mereka tidak mengetahui. Mereka menyangka bahwa matahari telah tenggelam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah mereka untuk mengqodho’. Seandainya qodho’ tersebut wajib, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintah mereka untuk mengqodho’. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah mereka, tentu akan dinukil berita tersebut kepada kita. Seandainya kita berbuka dan menyangka matahari telah tenggelam padahal kenyataannya matahari belum tenggelam, maka wajib bagi kita menahan diri hingga matahari tenggelam dan puasa kita tetap sah.

Syarat Kedua: Dalam Keadaan Ingat, Tidak Lupa

Seandainya seseorang yang berpuasa lupa ketika makan atau minum, maka puasanya tetap sah. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang² sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al Baqarah : 286)

Syarat Ketiga: Berdasarkan Keingingan Sendiri Bukan Dipaksa

Seandainya seorang yang berpuasa melakukan salah satu pembatal di atas bukan atas kehendak atau pilihannya sendiri, maka puasanya tetap sah. Seandainya seseorang berkumur-kumur kemudian air masuk ke dalam perut tanpa kehendaknya, maka puasanya tetap sah.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

MAKMUM MASBUK KETIKA SHALAT JUM'AT

15.15.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bagaimana makmum masbuk ketika shalat Jum'at?

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Telah kami sebutkan bahwa madzhab kami, madzhab Syafi’i, jika seseorang mendapatkan ruku di raka’at kedua, maka berarti mendapatkan shalat Jum'at. Jika tidak, berarti tidak. Inilah pendapat kebanyakan ulama. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Sa’id bin Al Musayyib, Al Aswad, Alqomah, Al Hasan Al Bashri, Urwah bin Jubair, An Nakho’i, Az Zuhri, Malik, Al Auza’i, Ats Tsauri, Abu Yusuf, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur. Ibnul Mundzir menyatakan bahwa pendapat beliau pun seperti itu.

Sedangkan pendapat lainnya dari Atho’, Thawus, Mujahid, dan Makhul berpendapat bahwa siapa yang tidak mendapatkan khutbah, maka ia mengerjakan shalat empat raka’at.

Ada juga dari ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa siapa yang mendapatkan tasyahud akhir bersama imam, maka ia mendapat shalat Jum'at. Namun setelah itu, ia mesti mengerjakan dua rakaat lagi, barulah shalat Jum'atnya sempurna.

Syech Abu Hamid menceritakan pula dari para ulama, jika mendapatkan imam sebelum salam, maka berarti mendapatkan shalat Jum'at.

Imam Abu Hanifah sendiri berpendapat bahwa jika imam mengucapkan salam kemudian ia sujud sahwi, lalu makmum mendapatkannya, maka ia mendapatkan shalat Jum'at.

Ulama Syafi’iyah juga berpendapat sebagaimana pendapat dalam madzhab kami yaitu dari Asy Sya’bi, Zufr, Muhammad bin Al Hasan. Dalilnya adalah hadits riwayat Bukhari – Muslim yang telah kami sebutkan.” (Al Majmu 4: 302)

Pendapat ulama Syafi’iyah di atas yang disebutkan oleh Imam Nawawi lebih kuat mengingat dalil berikut,

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ أَنَّهُ انْتَهَى إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ رَاكِعٌ ، فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ إِلَى الصَّفِّ ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلاَ تَعُدْ »

Dari Abu Bakrah, ia berkata bahwa ia pernah mendapati shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang ruku. Lalu Abu Bakrah ruku sebelum mendapati shaf. Hal ini pun diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Semoga Allah menambah padamu semangat, seperti itu janganlah diulangi.” (HR. Bukhari no.783).

Shalat dari Abu Bakrah masih teranggap dan tidak diperintah oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diulangi. Ketika itu pun Abu Bakrah tidak punya kesempatan membaca Al Fatihah. Sedangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “janganlah mengulangi”, ini menunjukkan bahwa larangan masuk dalam shalat sebelum mencapai shaf.

Jadi kesimpulannya, selama mendapatkan ruku pada raka’at kedua, berarti tetap mengerjakan shalat Jum'at dua raka’at. Demikian yang berlaku pada makmum masbuk pada shalat Jumat. Wallahu a’lam..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..