Jumat, 04 November 2016

BANDINGAN ORANG YANG GEMAR BERDERMA DAN YANG PELIT

06.19.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Sebuah faedah berharga dari Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata mengenai keadaan baik orang yang gemar berderma (bersedekah) dan keadaan buruk orang yang pelit (bakhil).

Beliau berkata dalam Majmu’ Fatawanya,
Berbuat baik dan taqwa akan selalu menenangkan jiwa dan melapangkan hati sehingga orang tersebut di hatinya menjadi lapang (tenang) dari sebelumnya. Ketika seseorang berbuat baik dan semakin bertaqwa, Allah pun melapangkan dan menyejukkan hatinya. Sebaliknya, maksiat dan sifat pelit menyempitkan jiwa. Sifat tersebut malah menyia-nyiakan dan menyengsarakan jiwa. Karena memang orang yang pelit dalam hatinya selalu merasa sempit.

Disebutkan dalam hadits,

مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُتَصَدِّقِ كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ قَدْ اُضْطُرَّتْ أَيْدِيهمَا إلَى تَرَاقِيهِمَا . فَجَعَلَ الْمُتَصَدِّقُ كُلَّمَا هَمَّ بِصَدَقَةِ اتَّسَعَتْ وَانْبَسَطَتْ عَنْهُ حَتَّى تَغْشَى أَنَامِلَهُ . وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ وَجَعَلَ الْبَخِيلُ كُلَّمَا هَمَّ بِصَدَقَةِ قلصت وَأَخَذَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ بِمَكَانِهَا وَأَنَا رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِإِصْبَعِهِ فِي جَيْبِهِ فَلَوْ رَأَيْتهَا يُوَسِّعُهَا فَلَا تَتَّسِعُ

“Perumpamaan bakhil (orang yang pelit bershadaqah) dengan mutashoddiq (orang yang gemar bershadaqah) seperti dua orang yang masing² mengenakan baju jubah terbuat dari besi yang terpotong bagian lengannya hingga tulang selangka keduanya. Setiap kali mutashoddiq hendak bershadaqah maka bajunya akan melonggar dan akhirnya menutupi ujung kakinya dan bekas jalannya. Jika orang yang bakhil (pelit) ingin berinfak, baju besinya mengerut, dan setiap baju besi tetap di tempatnya (tidak melebar). (Abu Hurairah berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil meletakkan jari-jarinya di sakunya beliau berkata : Kalau engkau melihatnya (orang yang bakhil) melonggarkannya niscaya sakunya tetap tidak menjadi longgar“

Semoga nasehat singkat ini semakin memotovasi kita untuk gemar berderma dan tidak bersifat pelit. Jangan pula terlalu khawatir harta itu berkurang karena sedekah karena tidak pernah orang itu jadi miskin karena sedekah..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..

JADILAH PELOPOR KEBAIKAN SEBELUM MENGAJAK ORANG LAIN

05.55.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Sebagian kita memiliki sifat demikian, berkata dan mengajak orang lain dalam kebaikan, namun diri sendiri enggan untuk melakukannya. Melarang dari suatu kemungkaran, namun diri sendiri masih menerjangnya dan masih suka bermaksiat. Muslim yang baik adalah yang menjadi pelopor dalam kebaikan dan yang terdepan dalam menjauhi kemungkaran sebelum mengajak atau mendakwahi lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

“Wahai orang² yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa² yang tidak kamu kerjakan” (QS. Ash Shaff: 2-3).

Syech Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan,
Kenapa kalian berkata kebaikan dan mengajak untuk berbuat baik, bahkan kalian terpuji dengan kebaikan tersebut, namun kalian sendiri tidak mengerjakannya. Kalian melarang dari kejelekan dan menyucikan diri dari kejelekan tersebut, namun sebenarnya kalian sendiri menerjang dan senyatanya memiliki sifat yang jelek.
Apakah pantas orang beriman memiliki sifat yang tercela seperti ini?
Ataukah ia rela mendapatkan kemurkaan yang besar di sisi Allah dengan ia mengatakan apa yang ia sendiri tidak melakukannya?

Sudah sepatutnya bagi orang yang mengajak pada kebaikan, maka hendaklah dia yang menjadi pelopor pertama dalam melaksanakan kebaikan. Jika ia melarang suatu kemungkaran, hendaklah ia yang lebih menjauhi kemungkaran tersebut.

Allah Ta’ala berfirman (mengenai orang Yahudi),

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44).

Syu’aib berkata kepada kaumnya,

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ

“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan menerjang) apa yang aku larang” (QS. Hud: 88).

Demikian keterangan dari Syech As Sa’di dalam kitab tafsirnya, Taisir Al Karimir Rahman hal.858.

Ibnu Juraij berkata mengenai ayat,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan”, yaitu ahlul kitab dan orang munafik dahulu memerintahkan orang pada kebaikan, menyuruh puasa dan shalat, mereka mengajak orang lain untuk beramal, namun Allah mencela mereka (karena mereka mengajak orang lain, namun diri sendiri enggan melakoni).
Oleh karenanya, siapa saja yang mengajak orang lain dalam kebaikan, hendaklah ia yang terdepan dalam kebaikan tersebut (artinya: ia hendaklah yang melakukannya terlebih dahulu).” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 1: 381).

Adh Dhohak berkata, dari Ibnu ‘Abbas di mana beliau berkata menjelaskan surat Al Baqarah ayat 44.
Beliau berkata,

أتأمرون الناس بالدخول في دين محمد صلى الله عليه وسلم وغير ذلك مما أمرتم (3) به من إقام الصلاة، وتنسون أنفسكم.

“Engkau memerintahkan manusia untuk masuk dalam agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengajak pada kebaikan lainnya seperti mengerjakan shalat, lantas engkau melupakan diri kalian sendiri?” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 1: 382).

Namun Syech As Sa’di rahimahullah menerangkan mengenai surat Al Baqarah ayat 44 di atas, “Ayat tersebut tidaklah menerangkan bahwa seseorang yang tidak dapat melaksanakan kebajikan, maka ia tidak boleh beramar ma’ruf atau ia tidak boleh melarang kemungkaran yang masih ia terjang. Karena jika ia tidak beramal dan tidak mengajak orang lain, maka ia tercela karena meninggalkan dua kewajiban.
Ketahuilah bahwa manusia memiliki dua kewajiban, yaitu _(1) mengajak orang lain pada kebaikan atau melarang dari kemungkaran, dan (2) memerintahkan diri sendiri untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran._
Jika tidak bisa melakukan salah satunya, maka tidak boleh meninggalkan yang lainnya. Dikatakan sempurna jika sudah melaksanakan dua kewajiban tersebut (yaitu beramal dan berdakwah). Dan jika meninggalkan dua-duanya, maka itu menunjukkan cacat yang sempurna.
Sedangkan jika mampu melaksanakan satu kewajiban, maka ia tidak berada di martabat yang utama, masih di bawahnya” (Taisir Al Karimir Rahman hal.51).

Tentang masalah ini pula pernah diterangkan oleh Syech ‘Ubaid Al Jabiri hafizhohullah. Intinya beliau menerangkan bahwa ia mengajak orang lain dalam hal yang wajib, namun ia sendiri tidak melakukannya, maka ia tercela. Jika yang ditinggalkan adalah amalan sunnah, maka ia tidaklah tercela. Karena meninggalkan yang sunnah tentu saja tidak berakibat dosa (Dauroh Kitab Ushulus Sunah Imam Ahmad dan Kitabul Fitan Shahih Al Bukhari).

Intinya, sebaik-baik kita adalah yang menjadi pelopor dalam kebaikan dan yang terdepan dalam meninggalkan kemungkaran sebelum mengajak atau mendakwahi yang lain.

Semoga Allah Ta'alaa memberikan kemudahkan kepada kita semua dalam hal ini..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..

DALAM PERINTAH ALLAH PASTI ADA HIKMAHNYA

05.47.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan pelajaran yang amat berharga. Beliau menyatakan bahwa setiap ibadah pasti ada hikmahnya, entah itu kita tahu atau pun tidak.

Berikut penjelasan beliau rahimahullah:
Setiap yang Allah perintahkan pasti ada hikmahnya, begitu pula yang Allah larang. Demikianlah yang diyakini oleh madzhab para fuqoha kaum muslimin, para imam dan kaum muslimin di berbagai penjuru negeri.

Artinya di sini, tidak mungkin ada satu ibadah yang tidak ada hikmah di balik ibadah tersebut.
Semacam ibadah melempar jumrah, sa’i antara Shofa dan Marwah, perbuatan ini sendiri punya maksud untuk berdzikir pada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْىُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya sa’i antara Shofa dan Marwah dan melempar jumrah, tujuannya adalah untuk berdzikir pada Allah.”

Maka tidak tepat kita katakan tidak ada hikmah di balik ibadah mulia semacam itu.
Adapun melakukan hal yang diperintahkan dalam syari’at, lalu dikatakan tidak ada maslahat, tidak manfaat dan tidak ada hikmah kecuali sekedar melakukan ketaatan, artinya orang beriman cuma melakukannya saja, maka tidak tahu ada ibadah semacam ini.

Wallahu Waliyyut Taufiq..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..