Kamis, 13 April 2017

SUKSES MUSLIM DENGAN DOA (Bag.1):KISAH AMPUHNYA DOA

00.59.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Untuk menggapai hasil yang kita cita²kan, setiap orang punya usaha keras. Siang malam mengeluarkan keringat untuk menggapainya. Mau usaha laundrynya sukses, bisnis komputernya lancar, atau berhasil dalam menghadapi ujian berbagai usaha pemasaran, inovasi produk dan belajar keras pun dilakukan. Namun satu hal yang mesti seorang pengusaha atau seorang yang ingin meraih keberhasilan perhatikan adalah bagaimana dirinya jangan sampai melupakan Rabb yang memudahkan segala urusan. Betapa pun usaha yang kita lakukan, itu bisa jadi sia² ketika kita melupakan Rabb Ar Rahman yang mengabulkan segala hajat. Dengan banyak memohon pada Al Fattaah, Maha Pemberi Karunia, segala hal bisa jadi lebih mudah. Inilah yang jadi senjata seorang muslim yang mesti ia gunakan untuk meraih suksesnya.

Janji Allah Bagi Orang yang Memanjatkan Do’a

Ayat² qur’aniyah berikut menunjukkan keutamaan seseorang yang memanjatkan do’a.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang² yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba²-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al Baqarah: 186)

Beberapa hadits berikut juga menunjukkan bagaimanakah keutamaan seseorang yang tidak bosan²nya memohon pada Allah. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Do’a adalah ibadah.”

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.”

Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1]. Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2]. Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3]. Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.”

Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a² kalian.”

Bukti Ampuhnya Do’a

Beberapa kisah berikut membuktikan betapa ampuhnya do’a bagi seorang muslim..

• Do’a Ummu Salamah sehingga bisa menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ada sebuah hadits dari Ummu Salamah, salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Lihatlah bagaimana do’a Ummu Salamah bisa dikabulkan dengan diberi suami seperti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan ajaibnya do’a.

• Kisah Seorang Istri yang Mendoakan Suaminya yang Bejat

Ada seorang suami yang benar² jauh dari ketaatan pada Allah Ta’ala, yang gemar melakukan dosa. Ia memiliki istri yang sholehah. Istrinya ini senantiasa memberinya nasehat, wejangan dan berlemah lembut dalam ucapan pada suaminya, namun belum juga nampak bekas kebaikan pada diri sang suami. Si istri ini pun tau bahwa do’a kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baiknya cara (agar suaminya bisa mendapatkan hidayah). Karena Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi petunjuk pada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Si istri ini akhirnya terus menerus berdoa agar Allah memperbaiki keadaan suaminya menjadi baik dan menunjukkan suaminya ke jalan yang lurus (shirothol mustaqim). Ia tidak bosan²nya berdoa akan hal ini siang dan malam.

Akhirnya si istri mendapatkan waktu yang ia nanti². Suatu hari hidayah pun menghampiri suaminya, nampak pada suaminya tanda kembali taat. Suaminya akhirnya gemar lakukan kebaikan, ia pun bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Walillahil hamd, segala puji hanya untuk Allah. 

Lihatlah bagaimana lagi satu kisah yang menunjukkan keinginan yang terwujud berkat do’a kepada Allah.

• Kisah Seorang Pria yang Dikaruniai Anak di Usia Senja.

Ada seorang pria menikahi seorang wanita. Ia sudah bersama wanita tersebut beberapa tahun lamanya, namun belum juga dikaruniai anak. Lalu ia menikah lagi dengan wanita lainnya, Allah pun belum menakdirkan baginya untuk memiliki anak. Hal ini membuat ia semakin merindukan memiliki buah hati. Ketika usianya sudah beranjak dewasa, ia menikah lagi dengan wanita ketiga. Padahal umurnya ketika itu adalah 60 tahun. Di setiap malam, ia selalu melakukan shalat tahajud. Di waktu sahr (menjelang Shubuh), ia berdo’a pada Allah, “Ya Allah, karuniakanlah padaku seorang anak laki² atau seorang anak perempuan.” Dengan karunia Allah subhanahu wa ta’ala, akhirnya istrinya pun hamil. Kemudian datanglah waktu istrinya melahirkan. Ia pun diberikan kabar gembira dengan diberi rizki seorang putera. Ia begitu amat gembira dan banyak bersyukur pada Allah. Beberapa waktu lagi setelah kelahiran tadi, Allah memberinya juga seorang puteri. Fa subhanal kariim. Maha Suci Allah atas karunia-Nya.

Kisah ini menunjukkan bagaimana ampuhnya do’a bagi seorang muslim. Mendapatkan keturunan di usia tua juga sudah dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Namun Nabi Ibrahim mendapatkan anak dengan istri yang sama² juga sudah berusia senja.

Allah Ta’ala menceritakan,

وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ (71) قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (72)

“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar² suatu yang sangat aneh.” (QS. Huud: 71-72)

Itulah karunia Allah, suatu hal yang mustahil bisa saja terjadi dengan izin Allah.

• Seorang Pemuda yang Berdo’a agar Dimudahkan Menundukkan Pandangan dari yang Haram

Ada seorang pemuda yang sempat melihat video² (porno) dan gambar lain yang diharamkan. Ia pun bertekad kuat agar terhindar dari melihat seperti itu. Namun ia tidak mampu. Kemudian ia mampu. Ia pun berdo’a pada Allah Ta’ala agar Allah menjaga pendengaran dan penglihatannya dari yang haram. Akhirnya, Allah memperkenankan do’anya. Dari sini ia pun tidak suka melihat gambar² yang terlarang seperti itu. Sampai² ia pun bisa menghafalkan Al Qur’an karena sikapnya yang menjauhi maksiat.

Kisah ini membuktikan bahwa kita bisa terhindar dari maksiat hanya dengan taufik Allah, jalannya adalah dengan banyak memohon pada Allah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat kecuali dengan pertolongan Ar Rahman.

Do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan agar kita bisa menjaga pandangan, pendengaran dan hati kita dari kejelekan dan maksiat adalah do’a,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

“Allahumma inni a’udzu bika min syarri sam’ii, wa min syarri bashorii, wa min syarri lisaanii, wa min syarri qolbii wa min syarri maniyyii” (Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kejelekan pendengaran, penglihatan, lisan, hati dan angan² yang rusak).

Bersambung Insyaa Allah'..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

APAKAH DOA DAN USAHA DAPAT MENGUBAH TAKDIR?

00.48.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Terkadang kita mendengar suara keluhan seseorang bahwa saya sudah beribadah dengan sungguh² shalat, puasa, tapi tetap saja saya miskin, fakir, dan tidak memiliki apa² seperti halnya orang lain. Ah.., Mungkin inilah yang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk saya. Dan mungkin Allah memang sudah menetapkan nasibku seperti ini.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, mempercayai Qadha dan Qadar adalah rukun iman yang ke enam atau yang paling terakhir, hukumnya wajib dipercayai, diyakini dan diamalkan dengan sebenar-benarnya.

Namun Qadha dan Qadar ini mendatangkan dua efek, kesan, dan pengaruh yang saling kontradiktif apabila seseorang tidak memahami dengan betul akan makna takdir ilahi. Kedua kesan ini adalah:

• Kesan yang pertama, ummat Islam tidak pernah akan merasakan stress dalam hidup. hidupnya senantiasa dalam keadaan nyaman dan tenteram, serta terhindar dari sifat² mazmumah seperti, iri hati, dengki. Dan meskipun dia hidup dalam suasana persaingan, maka ia akan menjalani persaingan dengan cara yang sehat, sebab dalam hatinya segala apa yang menimpa dirinya sama halnya ia baik ataupun buruk, tetap akan diserahkan kepada Allah. Ini adalah kesan yang positif dari pada qada dan qadar.

• Kesan yang kedua adalah, seseorang boleh saja dengan alasan takdir, ia akan mengatakan tidak usah berusaha bersusah payah, toh semuanya sudah ditentukan oleh Allah yang Maha Kuasa. Tidak perlu belajar dan tidak perlu bekerja keras. Ini tentunya kesan yang negative pada diri seorang mu’min. kemungkinan inilah yang membuatkan Nabi melarang para sahabat untuk mendalami masalah takdir, beliau berkata:

وَإِذَا ذَكَرَ (أَصْحَابِي) اَلْقَدْرَ فَأَمْسِكُوْا -الطبراني-.

“Jika sahabatku menyebut perkara takdir, maka hentikanlah mereka (membahas takdir)”

Ada dua hal yang perlu kita bicarakan mengenai takdir Allah, yaitu:

Pertama: Takdir merupakan rahasia Allah.

Oleh karena itu tak satupun manusia dalam dunia ini yang mampu mengetahui jangka nyawanya atau ajal kematiannya, di mana akan mati? (di kampung sendiri ataukah di luar kampung, di negara sendiri ataukah di luar negara), tatkala mati dalam keadaan apa?

Apakah kematiannya disebabkan oleh karena sakit, kecelakaan, atau mati biasa. Begitu juga halnya dengan rezki yang diperoleh, berapa banyak jumlahnya?. Bahkan Rasulullah SAW tidak sanggup menembusi hal² ghaib tersebut termasuk takdir ilahi. Disebutkan di dalam Al Qur’an:

قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ -الأنعام: 50-.

“Katakanlah: ”Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku. Katakanlah:”Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat”. Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)”.

Kerahasiaan ini ditegaskan dalam firman Allah:

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ -الأنعام: 59-.

“Dan pada sisi Allah-lah kunci² semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Dalam masalah ajal kematian, Allah telah menegaskan dalam firmanNya:

إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ -لقمان: 34-.

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Kedua: Perubahan Takdir.

Kalau ane katakan bahwa takdir boleh berubah, kemungkinan besar banyak yang tidak setuju dan merasa heran dan bertanya “kok takdir boleh berubah?” bukankah dalam riwayat penciptaan manusia, bahwa ketika masih dalam rahim ibu, tatkala usia kandungan telah mencapai umur 40 hari, Malaikat diperintahkan oleh Allah untuk menulis catatan. Di antaranya adalah mengenai ajal, rezeqi dan kehidupan baik dan buruk. Bukankah ini takdir Allah yang sudah ditetapkan dan akan di bawa dalam kehidupan seseorang sesuai dengan ketentuan² tersebut?.

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kalau ane uraikan definisi Qadha dan Qadar.
Qada bermaksud pelaksanaan, hasil, buah (realisasi), Adapun qadar bermaksud sukatan (anggaran). Namun dalam bahasa melayu kedua-duanya digabungkan menjadi satu yaitu istilah TAKDIR. Kemudian Takdir tersebut terbagi kepada dua bagian yaitu: Qada Mubram dan Qada Mu’allaq.

1) Qadha Mubram: Adalah ketentuan Allah Ta'ala yang pasti berlaku. Semua manusia pasti akan menghadapinya, ingin atau tidak, mau atau tidak mau, senang ataupun tidak, setiap orang pasti akan menjumpainya, sebab hal tersebut tidak dapat dihalang oleh sesuatu apa pun. Sebagai contohnya adalah perkara kematian. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوَكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ -الأنبياء: 35 -.

“Tiap² yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.

Jadi masalah kematian merupakan perkara yang pasti dihadapi oleh setiap manusia. Karena ia merupakan suatu kepastian maka dinamakan sebagai Qadha Mubram. Oleh karena itu Allah tegaskan jenis Qadha ini dalam surah Ar Ra’ad ayat 11:

{وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ -الرعد:11-.

“Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Rasulpun pernah bersabdah tentang jenis Qadha ini:

(إِنَّ رَبِّي قَالَ: يَا مُحَمَّدْ، إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ) -مسلم-

“Sesungguhnya Tuhanku berkata padaku: Wahai Muhammad! Sesungguhnya Aku kalau sudah menentukan sesuatu maka tiada seorangpun yang sanggup menolaknya”.

2) Qadha Mu’allaq: Adalah takdir yang digantung atau bersyarat, dalam artian ketentuan tersebut boleh berlaku dan terjadi, dan boleh juga tidak terjadi pada diri seseorang, bahkan ia bergantung kepada usaha manusia itu sendiri, Qadha ini yang telah disampaikan oleh Allah kepada Malaikat dan disimpan olehnya, jenis Qadha ini telah ditegaskan oleh Allah ta’ala:

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ -الرعد: 11-.

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."

Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa seseorang mampu merubah nasib dengan usaha sendiri, dan dengan izin Allah SWT. Oleh karena itu agama memberikan dua syarat utama untuk mengubah takdir, yaitu dengan cara memperbanyak doa dan menyambung silaturrahim.

Dalam kaitannya dengan perubahan umur manusia, para ulama berselisih faham tentang bolehkah berubah atau tidak, bolehkah dipanjangkan atau dikurangkan?. Hal ini disebabkan oleh adanya sumber hukum yang secara zahir dari Al Qur’an yang menyatakan dengan jelas bahwa umur seseorang tidak akan ditambah ataupun dikurangkan, yaitu firman Allah:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ -الأعراف: 34-.

“Tiap² umat mempunyai batas waktu (kematian), maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”.

Di samping ayat tersebut, terdapat juga hadits yang secara zahir menjelaskan bahwa doa dan silaturrahim dapat memanjangkan umur seseorang, dan mampu melapangkan rezqinya. Hadits tesebut adalah..

(لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ، وَلاَ يُزِيْدُ فِى الْعُمْرِ إِلاَّ الْبِرُّ) -الترمذي-

“Tidak ada yang mampu menolak takdir Allah kecuali doa."

Oleh karena itu, doa dalam Islam sangat digalakkan dan Allah menjanjikan akan menerima doa seseorang mukmin yang betul² mengharap diterima doanya, firman Allah:

(وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ) -المؤمنون: 60-.

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu..” (QS. Al Mu’min : 60).

Ayat ini dapat dipahami lebih mendalam bahwa doa disyariatkan dalam Islam pada dasarnya untuk merubah nasib seseorang, sebab apalah gunanya seseorang berdoa kalau ia tidak mengharap perubahan dari Allah. Baik perubahan umur dengan dipanjangkan umurnya, atau mengharap rezki dengan meminta ditambahkan rezkinya.

(مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأُ لَهُ فِي أَثْرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ) -البخاري-

“Siapa saja yang ingin dimudahkan rezqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung silaturrahim."

Kalau dicermati dan direnungkan, memang Allah dalam kenyataan ayat 34 pada surah Al A’raf di atas tidak akan merubah ajal seseorang, tapi perlu diketahui takdir yang dibagi kepada setiap insan itu bukan hanya satu takdir, melainkan ada beberapa takdir.

Contohnya, Allah menentukan ajal si fulan untuk hidup selama 60 tahun, di samping itu juga Allah bagi takdir lain untuk hidup sampai 70 tahun lamanya. Dalam artian sesuai dengan hadits di atas kalau si fulan menyambung silaturrahmi maka takdir kedua akan ia capai, tapi kalau tidak maka ia akan dibagi takdir yang pertama, yaitu akan hidup hanya sampai 60 tahun saja.

Pendapat ini telah ditegaskan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitabnya “Ta’wil Mukhtalaf Al Hadits”, beliau menjelaskan bahwa..

“Ta’jil” memiliki dua makna:

Pertama: Kehidupan yang lapang, kemudahan rezqi dan sehat jasmani.

Kedua: Penambahan umur, di mana Allah SWT mentakdirkan seseorang dengan dua takdir umur, yaitu 100 dan 80, jika seseorang menyambung silaturrahim maka ia akan mencapai 100 tahun umurnya, namun jika tidak maka ia hanya akan dapat umur 80 tahun.

Hal serupa dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab “Fathu al-Baari”, beliau menerangkan bahwa sesungguhnya hadits dan ayat “Ta’jil” boleh digabungkan bersama, yaitu dengan memahaminya kepada dua bagian..

Pertama: Maksud penambahan adalah Allah menambahkan keberkatan hidup bagi seorang mu’min yang menjalin silaturrahim.

Kedua: Hakikatnya adalah penambahan umur, di mana seseorang yang menjalin dan menyambung silaturrahim akan ditambahkan umurnya secara angka.

Beliaupun memberikan contoh umur, misalnya, umur seseorang ditentukan Allah antara enam puluh tahun dan seratus tahun, takdir pertama (enam puluh tahun) dinamakan sebagai Qadha Mubram, sementara umur seratus tahun adalah Qadha Mu’allaq. Namun penambahan di sini adalah sesuai dengan ilmu Malaikat dan pengetahuannya, bukan ilmu Allah. Dalam hal ini Ibnu Hajar memilih penafsiran pertama yaitu menerjemahkan penambahan umur sebagai bentuk keberkatan hidup.

Pada permasalahan lain, misalnya penyakit, dalam satu riwayat disebutkan bahwa, penyakit dan obat merupakan takdir ilahi.

يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ رِقًى نَسْتَرْقِيْهَا وَدَوَاءٌ نَتَدَاوَى بِهِ وَتُقَاةٍ نَتَّقِيْهَا، هَلْ تَرُدٌّ مِنْ قَدْرِ اللهِ شَيْئًا ؟ قَالَ: هِيَ مِنْ قَدْرِ اللهِ -الترمذي-.

“Ya Rasulallah bagaimana pandangan engkau terhadap Ruqyah² yang kami gunakan untuk jampi, obat²an yang kami gunakan untuk mengobati penyakit, perlindungan² yang kami gunakan untuk menghindari dari sesuatu, apakah itu semua bisa menolak takdir Allah?Jawab Rasulullah SAW: Semua itu adalah (juga) takdir Allah."

Satu riwayat juga disebutkan bahwa tatkala Umar bin Khattab dan rombongannya melakukan perjalanan ke suatu tempat di Syiria, dan beliau tiba² dikabarkan bahwa tempat yang dituju sedang dilanda penyakit wabak (penyakit menular), kemudian Umar bermusyawarah dengan rombongan untuk mencari jalan keluar (way out), lantas Umar dan rombongan sepakat untuk membatalkan perjalanan tersebut dan kembali ke Madinah, kemudian salah seorang sahabat yang bernama Abu Ubaidah tiba² memprotes keputusan Umar yang tidak ingin melanjutkan perjalanan:

فَقَالَ أَبُو عُبَيْدَة بْن الْجَرَّاحِ: أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: “لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ – وَكَانَ عُمَرُ يَكْرَهُ خِلاَفَهُ – نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ”.

Abu Ubaidah bin Al jarrah berkata "Apakah kita hendak lari menghindari taqdir Allah?” Umar menjawab: “Benar, kita menghindari suatu taqdir Allah dan menuju taqdir Allah yang lain."

Hadits ini memberikan gambaran jelas bahwa takdir itu bukan hanya satu melainkan berbilang.

Untuk mengakhiri bahasan ini ane sebutkan suatu kisah, di mana pada suatu hari malaikat Izra'il, malaikat pencabut nyawa, memberi kabar kepada Nabi Daud a.s., bahwa si Fulan minggu depan akan dicabut nyawanya. Namun ternyata setelah sampai satu minggu nyawa si Fulan belum juga mati, sehinggalah Nabi Daud bertanya, mengapa si Fulan belum mati² juga, sementara engkau katakan minggu lepas bahwa minggu depan kamu akan mencabut nyawanya.

Izra'il menjawab, “ya betul saya berjanji akan mencabut nyawanya, tapi ketika sampai masa pencabutan nyawa, Allah memberi perintah kepadaku untuk menangguhkannya dan membiarkan ia hidup lagi untuk 20 tahun mendatang, Nabi Daud bertanya, mengapa demikian? Jawab Izra'il: orang tersebut sangat aktif menyambung silaturrahim sesama saudaranya. Karena itu Allah memberikan tambahan umur selama 20 tahun kepadanya.

Jadi sebagai kesimpulan, semua peristiwa, kejadian dan keadaan yang telah dan yang akan kita hadapi, semuanya di dalam pengetahuan dan pengamatan serta kekuasaan Allah, yang tidak terbelenggu, tidak diikat dan tidak dibatasi oleh masa.

Takdir ada yang boleh berubah dan ada yang tidak akan berubah, yang boleh berubah dikenal dengan istilah Qadha Mu’allaq, yaitu takdir yang bergantung dan bersyarat, sementara takdir yang tidak akan berubah dinamakan sebagai Qadha Mubram, yaitu takdir yang pasti berlaku pada diri seseorang.

Adapun langkah untuk merubah takdir (nasib) yang mu’allaq adalah sebagai berikut:

• Berusaha, yaitu dengan melakukan aksi terhadap apa saja yang diinginkan terjadi perubahan atasnya.

• Berdoa, yaitu memanjatkan harapan kepada Allah terhadap maksud yang diinginkan diqabulkan oleh-Nya.

• Tawakal, yaitu menunggu keputusan, hasil daripada usaha dan doa yang diminta.

Setelah hal di atas dilakukan, maka kita tinggal menunggu ketentuan Allah yang disebut dengan (takdir). Dan untuk menambahkan keyakinan kita terhadap perubahan takdir mu’allaq, ada baiknya kita renungi bersama ayat di bawah ini:

يَمْحُو اللّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ -الرعد: 39-

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)”.

Semoga segala amal dan doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT, boleh menurunkan qadha mu’allaq yang Allah sudah sediakan kepada kita semuanya..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

MUKMIN MASUK NERAKA, MUSTAHIL MASUK SURGA, BAGAI UNTA MASUK LUBANG JARUM

00.30.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ada kalangan di negeri kita yang menjadikan dalil surat Al A’raf ayat 40 sebagai pendukung keyakinannya bahwa orang muslim yang sudah masuk neraka tidak akan keluar² lagi.

Dalilnya,

إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ

“Sesungguhnya orang² yang mendustakan ayat² Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu² langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang² yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf: 40)

Kesimpulan kalangan tersebut, orang mukmin yang sudah masuk neraka tidak akan keluar² darinya bagaikan unta yang masuk dalam lubang jarum.

Benarkah itu?

Ada lima sanggahan tentang keyakinan tersebut..

Pertama: Rujuk dahulu kitab tafair tentang surat Al A'raf ayat 40, ternyata yang di maksud dalam ayat adalah orang kafir.

Coba kita rujuk pada Tafsir Al Jalalain, kitab tafsir sederhana yang sudah sangat ma’ruf. Dalam kitab tersebut disebutkan,

“Sesungguhnya orang² yang mendustakan dan menyombongkan diri pada ayat² Allah, yang dimaksud adalah tidak beriman padanya, maka sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu² langit ketika mereka mati. Orang² kafir tersebut akan kembali ke Sijjin. Sedangkan orang beriman akan dibukakan pintu langit bagi mereka dan ruh mereka akan diangkat ke langit yang ketujuh sebagaimana disebutkan dalam hadits. Orang kafir tadi tidak akan masuk surga sampai unta masuk dalam lubang jarum, artinya mustahil masuk surga. Demikianlah balasan untuk orang² yang berbuat kekafiran.” (Tafsir Al Jalalain hlm.164)

Dalam kitab tafsir karya Ibnul Jauzi, Zaad Al Masiir disebutkan bahwa pengibaratan dengan unta masuk dalam jarum dimaksudkan untuk kemustahilan masuk dalam surga selamanya.

Kesimpulannya, ayat tersebut yang tepat ditujukan pada orang kafir, bukan orang mukmin.

Kedua: Mengatakan bahwa orang yang masuk neraka tidak akan keluar selama-lamanya adalah keyakinan firqah sesat yaitu Khawarij dan Mu'tazilah.

Pemahaman yang benar menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang akan memasuki neraka ada dua golongan, yaitu:

• orang² kafir, mereka kekal di dalam neraka

• orang² mukmin yang berbuat dosa besar, mereka akan keluar dari neraka dan akan masuk surga.

Ketiga: Menyatakan orang mukmin yang masuk neraka tidak akan keluar lagi bertentangan dengan prinsip aqidah islam.

Murid terkemuka Imam Asy-Syafi’i yaitu Imam Al Muzani (Ismail bin Yahya bin Ismail bin Amr bin Muslim Al Muzani) mengatakan,

وَأَهْلُ الجَحْدِ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوْبُوْنَ، وَفِي النَّارِ يُسْجَرُوْنَ … خَلَا مَنْ شَاءَ اللهُ مِنَ المُوَحِّدِيْنَ إِخْرَاجَهُمْ مِنْهَا

“Orang yang kafir yang menentang Rabbnya, di hari kiamat mereka akan terhalang dari melihat Allah dan mereka akan diseret ke neraka. Kecuali yang Allah kehendaki dari kalangan ahli tauhid, maka mereka akan keluar dari neraka.” (Syarh As Sunnah karya Imam Al Muzani hlm.86)

Keempat: cerita tentang orang yang terakhir keluar dari neraka dan terakhir kali masuk surga jadi dalil bantahan terhadap pemahaman keliru di atas.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّى لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ – قَالَ – فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا – قَالَ – فَيَقُولُ أَتَسْخَرُ بِى – أَوْ أَتَضْحَكُ بِى – وَأَنْتَ الْمَلِكُ » قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ. قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً

“Sesungguhnya aku tahu siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak.

Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga.”

Ia pun mendatangi surga, tetapi ia membayangkan bahwa surga itu telah penuh.

Ia kembali dan berkata, “Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”

Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau dan masuklah surga.”

Ia pun mendatangi surga, tetapi ia masih membayangkan bahwa surga itu telah penuh.

Kemudian ia kembali dan berkata, “Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”

Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau dan masuklah surga, karena untukmu surga seperti dunia dan sepuluh kali lipat darinya.”

Orang tersebut berkata, “Apakah Engkau memperolok-olokku atau menertawakanku, sedangkan Engkau adalah Raja Diraja?”

Ibnu Mas’ud berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi geraham beliau. Kemudian beliau bersabda, “Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya.” (HR. Bukhari no.6571, 7511 dan Muslim no.186).

Hadits di atas menunjukkan bahwa jika orang beriman yang masih memiliki iman walaupun kecil, ketika masuk neraka, tidak akan kekal di dalamnya.

Kelima: Akhirnya menolak syafa'at

Hadits berikut menunjukkan ada penduduk neraka yang dapat syafa’at sehingga diangkat ke surga.

Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَّا أَهْلُ النَّارِ الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهَا فَإِنَّهُمْ لَا يَمُوتُونَ فِيهَا وَلَا يَحْيَوْنَ وَلَكِنْ نَاسٌ أَصَابَتْهُمُ النَّارُ بِذُنُوبِهِمْ أَوْ قَالَ بِخَطَايَاهُمْ فَأَمَاتَهُمْ إِمَاتَةً حَتَّى إِذَا كَانُوا فَحْمًا أُذِنَ بِالشَّفَاعَةِ فَجِيءَ بِهِمْ ضَبَائِرَ ضَبَائِرَ فَبُثُّوا عَلَى أَنْهَارِ الْجَنَّةِ ثُمَّ قِيلَ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ أَفِيضُوا عَلَيْهِمْ فَيَنْبُتُونَ نَبَاتَ الْحِبَّةِ تَكُونُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ

“Adapun penduduk neraka yang mereka merupakan penduduknya, maka sesungguhnya mereka tidak akan mati di dalam neraka dan tidak akan hidup. Tetapi orang² yang dibakar oleh neraka dengan sebab dosa² mereka, maka Allah akan mematikan mereka. Sehingga apabila mereka telah menjadi arang, diizinkan mendapatkan syafa’at. Maka mereka didatangkan dalam keadaan kelompok² yang berserakan. Lalu mereka dimasukkan dalam sungai² di surga, kemudian dikatakan, “Wahai penduduk surga tuangkan (air) kepada mereka!” Maka mereka pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya bijian yang ada pada sisa² banjir.” (HR. Muslim no.185)

Dan memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberikan syafa’at bagi pelaku dosa besar dari umat beliau. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

شَفَاعَتِى لأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِى

“Syafa’atku bagi pelaku dosa besar dari umatku.” (HR. Abu Daud no.4739, Tirmidzi no.2435, Ibnu Majah no.4310, Ahmad 3: 213. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Orang yang masuk neraka (Jahannamiyyin) akan dimasukkan dalam surga dengan syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بِشَفَاعَةِ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، يُسَمَّوْنَ الْجَهَنَّمِيِّينَ

“Ada suatu kaum keluar dari neraka dengan Syafa’at Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia memasuki surga. Mereka disebut dengan Jahannamiyyin.” (HR. Bukhari no.6566)

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa terus menguatkan iman dan akidah kita semua agar kita termasuk golongan yang beruntung di akhirat kelak'..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..