Senin, 14 November 2016

MACAM-MACAM WALI ALLAH, TINGKATAN DAN TUGASNYA

07.03.00 Posted by Admin 2 comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Melanjutkan pertanyaan dari Ustad Zurqan di Bekasi yang menanyakan mengenai
Tingkatan Para Wali Allah, berikut penjelasannya..

Wali menurut bahasa berarti "wakil" atau "perwakilan", dan menurut istilah wali Allah adalah wakil dari keberadaan Allah Ta'alaa di bumi setelah para Nabi sebagai manusia yang diberi beberapa kelebihan ilmu untuk mengajarkan ajaran Islam dan mengajak manusia untuk menuju jalan yang benar serta membina manusia. Selain itu, wali Allah juga dibekali beberapa karomah (keistimewaan) sebagai pembeda dari orang² biasa. Keberadaan para wali Allah ini juga berbeda-beda sesuai tugasnya.
Masyarakat Indonesia khususnya Jawa mengenal wali songo sebagai para wali yang menyebarkan ajaran Islam ketika masa² kerajaan.

Dari beberapa wali Allah, terdapat beberapa wali yang menjadi pemimpin para wali dan tentunya mempunyai tugas yang sangat berat yang mana tugas tersebut sudah pasti tidak akan mampu jika dibebankan pada manusia biasa. Bahwa, di antara wali² Allah tersebut ada yang mempunyai tugas sebagai "paku bumi" untuk menjaga keseimbangan hidup, sungguh tugas yang benar² di luar akal manusia namun faktanya itu benar adanya dan Allah Ta'ala juga telah memberikan kekuatan tersendiri pada wali Allah tersebut. 

Dalam kitab salaf, Wali Allah itu ada 85 macam. Berikut ini adalah beberapa macam wali Allah beserta tugas-tugasnya, dan secara garis besar terdiri dari sembilan tingkatan wali Allah..

1. Wali Quthub atau wali aqthab

Wali ini memiliki kedudukan tertinggi di antara para wali Allah lainnya. Wali aqthab ini memimpin seluruh wali yang berada di alam semesta, sedangkan jumlah wali Quthub ini hanya ada satu di bumi ini. Masih belum diketahui secara pasti keberadaan wali Quthub ini dimana, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa wali Quthub ini akan selalu berkunjung ke Baitullah (Mekkah) di setiap tahunnya. Syech Abdul Qadir Al Jaelani adalah salah satunya yang pernah mengemban tugas dari Allah Ta'ala sebagai wali Quthub, setelah beliau mendapatkan tugas tersebut keberadaan beliau mulai dirahasiakan oleh Allah Ta'ala. Dengan jumlahnya yang hanya satu, wali Quthub ini akan digantikan dengan wali di bawahnya jika telah wafat.

Jumlahnya tiap masa hanya 1 orang, bila ia wafat, ia akan digantikan oleh wali Imaamaan/Aimmah.

ويقول فى مرآة الأسرار : إنّ طبقات الصّوفيّة سبعة الطالبون والمريدون والسالكون والسّائرون والطائرون والواصلون وسابعهم القطب الذى قلبه على قلب سيّدنا محمّد صلعم وهو وارث العلم اللّدني من النبي صلعم بين الناس وهو صاحب لطيفة الحقّ الصحيحة ما عداالنبى الأمّى

Syech Abdul Qadir Jailani ra, mengatakan dalam kitab Miratil Asror : "Sesungguhnya tingkatan² kewalian di wali Quthub itu sendiri ada 6 tingkat yaitu : (1).Thoolibun, (2).Muriidun, (3).Saalikun, (4).Saairun, (5).Thooirun, (6).Waashilun"

والطالب هو صاحب قوىّ مزكيّة للطيفته الخفية الجسميّة

والمريد هو صاحب قوىّ للطيفته النفسيّة

والسالك هو من يكون صاحب قوىّ مزكيّة للطيفة القلبيّة

والسائر هو الذى يكون صاحب قوىّ مزكيّة للطيفة السّرّيّة

والطائر هو الذى وصل إلى للطيفة الروحيّة

والواصل هو الشحص الذى اصبحت قواه اللطيفة مزكّاّة على لطيفة الحقّ

• Thoolib adalah yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Jasad yang tersembunyi.

• Muriid adalah yang memiliki kekuasaan lathifah Nafsu.

• Saalik adalah orang yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Hati.

•Saair adalah orang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Rasa.

• Thooir adalah orang yang sampai kepada lathifah Ruh.

•Wasil adalah orang yang menjadi kan kekuatan lathifahnya menyucikan terhadap lathifah ilahiyyah. (Dinukil dari safinatul Qodiriyyah).

2.Wali Imaamani/ Wali Imaamain/ Wali Aimmah

Kedudukan wali Aimmah ini satu tingkat di bawah wali Quthub dan tugasnya adalah sebagai pembantu wali Quthub tersebut, serta menggantikan kedudukan wali Quthub jika sudah wafat. Jumlah wali Aimmah ini hanya ada dua di muka bumi, sedangkan salah satunya harus menggantikan wali Quthub dengan petunjuk Allah Ta'ala melalui wali Quthub. Wali Quthub diberi kemampuan oleh Allah Ta'ala untuk bisa melihat siapa di antara kedua wali Aimmah itu yang harus menggantikannya. Kedua wali Aimmah ini memiliki julukan sendiri², yaitu Abdul Rabbi dan Abdul Malik.

وأما الإمامان فهما شخصان أحدهما عن يمين القطب والآخر عن شماله فالذي عن يمينه ينظر فى الملكوت وهو أعلى من صاحبه ، والذى عن شماله ينظر فى الملك ، وصاحب اليمين هو الذي يخلف القطب ، ولهما أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة :

Adapun Wali Dua Imam (Imaamani), yaitu dua pribadi (2 orang), salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin) dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub. Namun masing² memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.

فأما الظاهرة ، فالزهد والورع والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر

Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

وأما الباطنة فالصدق والإخلاص والحياء والمراقبة

Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Sidiq ( Kejujuran hati) , Ikhlas, Memelihara Malu dan Muraqabah.

وقال القاشاني فى اصطلاحات الصوفية :

Syech Al Qosyani dalam istilah kitab kewaliannya Berkata :

الإمامان هما الشخصان اللذان أحدهما عن يمين القطب ونظره فى الملكوت

Wali Imam adalah dua orang, satu di sebelah kanan Qutub dan dan senantiasa memandang alam malakut (alam malaikat)

والآخر عن يساره ونظره فى الملك،

, dan yang lainnya (satu lagi) di sisi kiri (wali Qutub), sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak).

وهو أعلى من صاحبه وهو الذى يخلف القطب ،

dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kanan, Sosok di kiri Quthub adalah Badal dari Quthub.

قلت وبينه وبين ما قبله مغايرة فليتأمل

Syech Al Qosyani berkata, diantara dirinya (yang sebelah kiri) dan antara sesuatu yang sebelumnya (sebelah kanan) memiliki perbedaan dalam perenungan. (Di nukil dari mafahirul a'liyyah)

3. Wali Autad

Wali Autad ini jumlahnya ada empat yang berada di empat penjuru mata angin dengan tugas menjaga wilayahnya masing² agar tetap seimbang sedangkan pusatnya ada di Baitullah Mekkah. Menurut satu pendapat, ke empat wali ini akan saling bertemu setiap tahun tepatnya pada pelaksanaan haji di Mekkah. Di antara empat wali Autad ini terkadang ada yang wanita, keempat wali Allah tersebut masing² memiliki gelar yaitu Abdul Haiyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdu Murid. Wali Autad juga di sebut Wali Paku Jagat.

ثمّ الأوتاد وهم عبارة عن أربعة رجال منازلهم منازل الأربعة أركان من العالم شرقا وغربا وجنوبا وشمالا ومقام كل واحد منهم تلك ولهم ثمانية أعمال أربعة ظاهرة وأربعة باطنة ،

"Kemudian Wali Autad mereka berjumlah 4 orang tempat mereka mempunyai 4 penjuru tiang², mulai dari penjuru alam timur, barat, selatan dan utara dan maqom setiap satu dari mereka itu, Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat lahiriyah, dan 4 bersifat batiniyah.."

فالظاهرة :كثرة الصيام ، وقيال الليل والناس نيام ، وكثرة الإيثار ، والإستغفار بالأسحار

"Maka yang bersifat lahiriyah: 1.Banyak Puasa, 2.Banyak Shalat Malam, 3.Banyak Pengutamaan (lebih mengutamakan yang wajib kemudian yang sunnah) dan 4.memohon ampun sebelum fajar."

وأما الباطنة : فالتوكل والتفويض والثقة والتسليم ولهم واحد منهم هو قطبهم

"Adapun yang bersifat Bathiniyah : 1.Tawakkal, 2.Tafwidh, 3.Dapat dipercaya (amanah) dan 4.taslim."

Dan dari mereka ada salah satu imam (pemukanya), dan ia disebut sebagai Quthub-nya. (Di nukil dari mafahirul a'liyyah )

4. Wali Abdal

Abdal artinya adalah pengganti, dikatakan demikian sebab mereka diberikan kekuasaan oleh Allah Ta'alaa untuk menunjuk pengganti mereka jika wafat. Tugas dari wali Abdal ini adalah menjaga ketujuh iklim yang ada di alam semesta, jika ada tujuh iklim maka jumlah wali Abdal inipun  juga hanya ada tujuh wali dalam satu masa. Sekitar tahun 586, Ibnu Arabi sempat bertemu dan bergaul dengan salah satu wali Abdal yang bernama Musa Al Baidarani. Sedangkan sahabat dari Ibnu Arabi Abdul Madjid juga pernah bertemu dengan salah satu wali Abdal yang bernama Mu’az bin Al Asyrash. Kedua sufi tersebut menanyakan sesuatu dengan pertanyaan yang sama "Bagaimana cara agar bisa mencapai derajat wali Abdal", dan jawaban dari kedua wali Abdal di tempat yang berbeda itupun sama, dengan lapar (puasa), tidak tidur di malam hari, memperbanyak diam serta uzlah (mengasingkan diri dari keramaian).

Pendapat lain mengatakan bahwa jumlah wali Abdal ini ada 40 orang, beberapa dari mereka bertempat di daerah Syam sedangkan beberapa lagi berada di Irak. Jika ke-40 wali telah wafat semuanya dan tidak ada pengganti dan sudah tidak tersisa satu pun, maka dunia ini akan kiamat.

وأما الأبدال فهم سبعة رجال ، أهل كمال واستقامة واعتدال ، قد تخلصوا من الوهم والخيال ولهم أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة ،

"Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah."

فأما الظاهرة فالصمت والسهر والجوع والعزلة

"Adapun yang bersifat lahiriyah: 1.Diam, 2.Terjaga dari tidur, 3.Lapar dan 4.‘Uzlah."

ولكل من هذه الأربعة ظاهر وباطن

Dari masing² empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula:

Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:

أما الصمت فظاهره ترك الكلام بغير ذكر الله تعالى

Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala.

وأما باطنه فصمت الضمير عن جميع التفاصيل والأخبار

Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita² batin.

وأما السهر فظاهره عدم النوم وباطنه عدم الغفلة

Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah.

وأما الجوع فعلى قسمين : جوع الأبرار لكمال السلوك وجوع المقربين لموائد الأنس

Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah.

وأما العزلة فظارها ترك المخالطة بالناس وباطنها ترك الأنس بهم :

Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.

وللأبدال أربعة أعمال باطنة وهي التجريد والتفريد والجمع والتوحيد

Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1.Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2.Tafrid (yang ada hanya Allah), 3.Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah), 3.Tauhid.

ومن خواص الأبدال من سافر من القوم من موضعه وترك جسدا على صورته فذاك هو البدل لاغير، والبدل على قلب إبراهيم عليه السلام ،

Salah satu keistimewaan² wali abdal dalam perjalanan qoum dari tempatnya dan meninggalkan jasad dalam bentuk-Nya maka dari itu ia sebagai abdal tanpa kecuali

وهؤلاء الأبدال لهم إمام مقدم عليهم يأخذون عنه ويقتدون به ، وهو قطبهم لأنه مقدمهم ،

Wali abdal ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya. (Di nukil dari Mafahirul a'liyyah)

5. Wali Nuqoba'

Wali ini diberi pemahaman lebih tentang syari'at oleh Allah Ta'ala dan jumlahnya hanya ada 12 orang dalam satu masa. Kelebihan ilmu syari'at yang diberikan pada wali Nuqoba' ini menjadikan mereka bisa mengetahui dan menyadari dengan cepat akan segala tipuan² hawa nafsu dan setan. Bahkan, dengan kemampuan tersebut Wali Nuqoba' ini juga bisa melihat dan membedakan mana orang yang alim dan mana orang yang bodoh dengan hanya melihat jejak kaki mereka.

Wali Noqoba ini memiliki 10 amaliyah, 4 amaliyah bersifat lahiriyah dan 6 amaliyah bersifat bathiniyah..

فَاْلأَرْبَعَةُ الظَّاهِرَةُ : كَثْرَةُ اْلعِبَادَةِ وَالتَّحْقِقُ بِالزُّهَّادَةَ وَالتَّجْرِدُ عَنِ اْلإِرَادَةَ وَقُوَّةُ الْمُجَاهَدَةَ

Maka 4 amaliyah lahiriyah itu antara lain: 1.Ibadah yang banyak, 2.Melakukan zuhud hakiki, 3.Menekan hasrat diri, 4.Mujahadah dengan maksimal.

وَأَمَّا ْالبَاطِنَةُ فَهِيَ التَّوْبَةُ وَاْلإِنَابَةُ وَالْمُحَاسَبَةُ وَالتَّفَكُّرُ وَاْلإِعْتِصَامُ وَالرِّيَاضَةُ فَهَذِهِ الثَّلَثُمِائَةٌ لَهُمْ إِمَامٌ مِنْهُمْ يَأْخُذُوْنَ عَنْهُ وَيَقْتَدُوْنَ بِهِ فَهُوَ قُبْطُهُمْ

Sedangkan amaliyah batinnya: 1.Taubat, 2.Inabah, 3.Muhasabah, 4.Tafakkur, 5.Merakit dalam Allah, 6.Riyadlah. (Di nukil dari mafahirul aliyyah).

6. Wali Nujaba'

Jumlah wali Nujaba' ini terdiri dari 8 orang dalam satu masa, mereka juga diberikan kelebihan tentang ilmu syari'at  seperti halnya wali Nuqoba' akan tetapi tugas dari wali Nujaba' ini lebih ringan, masih belum diketahui dengan jelas tugas² wali ini secara detail.

Wali Nujaba ini memiliki 8 amaliyah, 4 bersifat batiniyah dan 4 lagi bersifat lahiriyah.

فالظاهرة : الفتوة والتواضع والأدب وكثرة العبادة ،

Yang bersifat lahiriyah adalah: 1. Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2.Tawadlu’, 3.Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4.Ibadah secara maksimal.

وأما الباطنة فالصبر والرضا والشكر والحياء وهم أهل مكارم الأخلاق

Sedangkan secara Batiniyah, 1.Sabar, 2.Ridha, 3.Syukur), 4.Malu.

Dan meraka di sebut juga wali yang mulia akhlaqnya. (Dinukil dari mafahirul a'liyyah).

Wali ini hanya bisa dikenali oleh wali yg tingkatannya lebih tinggi.
Jumlahnya selalu 8 orang dan doa mereka sangat mustajab. An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib yang mempunyai arti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana saja mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahwa mereka adalah wali Allah hanyalah seorang wali yang lebih tinggi derajatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari 8 orang.

7. Wali Hawariyyun

Asal kata Hawariyyun adalah Hawari, yang mempunyai arti pembela. Tugas dari wali Hawariyyunini adalah membela agama Allah Ta'ala baik melalui argumentasi atau berupa senjata. Ketika zaman Rasulullah SAW, wali ini pernah disematkan pada diri seorang Zubair Bin Awam. Wali ini dianugerahi oleh Allah Ta'ala sebuah ilmu pengetahuan, keberanian serta ketekunan dalam beribadah.

8. Wali Rajabiyyun

Wali Rajabiyyun ini jumlahnya ada 40 orang yang berada di beberapa negara dalam satu masa. Dinamakan Rajabiyyun sebab karamah (keistimewaan) mereka selalu muncul pada masuk bulan Rajab. Wali Rajabiyyun ini saling mengenal satu sama lain, dan mereka diberikan kelebihan oleh Allah Ta'ala dapat mengetahui isi batin seseorang dengan hanya melihat wajah orang tersebut. Di setiap awal bulan Rajab, wali Rajabiyyun ini badannya akan terasa bagaikan dihimpit langit, terasa sangat kaku dan tidak bisa bergerak bahkan untuk mengedipkan mata saja terasa sangat sulit sekali. Hal itu seperti akan dialami selama 3 hari berturut tanpa henti, hanya saja di hari pertama akan terasa sangat berat, di hari kedua berkurang dan semakin berkurang sampai hari ketiga. Barulah setelah hari ketiga mereka bisa kembali berbicara.
Dalam tiga hari tersebut, wali Rajabiyyun melihat segala rahasia² kebesaran Allah Ta'alaa yang tak mampu disingkap oleh manusia biasa. Akan tetapi setelah tiga hari berlalu dengan keadaan tubuh seperti yang dijelaskan di atas bukan berarti wali Rajabiyyun sudah kembali seperti sedia kala seperti manusia sehat. Mereka masih merasakan efek dari apa yang baru saja mereka lihat selama tiga hari tersebut, dan hal itu akan terus berlangsung selama bulan Rajab. Setelah bulan Rajab berakhir, barulah mereka bisa kembali beraktifias seperti biasanya.

9. Wali Khatamiyun

Khatam berarti penutup, akhir. Wali ini mempunyai tugas untuk mengurus dan menjaga wilayah seluruh umat Rasulullah SAW dan menurut beberapa pendapat jumlahnya hanya ada satu orang. Tidak ada pangkat kewalian umat Nabi Muhammad yang lebih tinggi dari tingkatan ini. Wali ini hanya akan ada di akhir masa yaitu ketika Nabi Isa as datang kembali.

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

KEUTAMAAN MENGAJARKAN ILMU

06.46.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Orang yang mengajarkan ilmu, menjadi seorang guru, baik guru dalam ilmu agama maupun ilmu dunia punya keutamaan begitu besar. Bagaimanakah keutamaan mengajarkan ilmu itu?

Bentuk Mengajarkan Ilmu

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no.1893).

Kebaikan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah kebaikan agama maupun kebaikan dunia. Berarti kebaikan yang dimaksudkan bukan hanya termasuk pada kebaikan agama saja.
Termasuk dalam memberikan kebaikan di sini adalah dengan memberikan wejangan, nasehat, menulis buku dalam ilmu yang bermanfaat.

Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR.Muslim no.1017)

Bentuk pengajaran ilmu yang bisa diberikan ada dua macam:

1. Dengan lisan seperti mengajarkan, memberi nasehat dan memberikan fatwa.

2. Dengan perbuatan atau tingkah laku yaitu dengan menjadi qudwah hasanah, memberi contoh kebaikan.
Khusus dakwah dengan qudwah hasanah, yaitu langsung memberikan teladan, maka jika ada orang yang mengikuti suatu amalan atau meninggalkan suatu amalan karena mencontoh kita, itu sama saja dengan bentuk dakwah pada mereka.

Hal ini termasuk pada ayat,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110).

Keutamaan Mengajarkan Ilmu

Ia akan mendapatkan pahala semisal pahala orang yang ia ajarkan.
Orang yang mengajarkan ilmu berarti telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar, demi baiknya tatanan masyarakat lewat saling menasehati.
Termasuk bentuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Akan membimbing dan mewujudkan kehidupan bahagia pada tiap individu masyarakat dengan adanya adab dan hukum Islam yang tersebar.

Walau Satu Ayat, Ajarkanlah!

Intinya, ajarkanlah ilmu yang dimiliki walau satu ayat. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari no.3461).

Yang dimaksud dengan hadits ini adalah sampaikan kalimat yang bermanfaat, bisa jadi dari ayat Al Qur’an atau hadits (Tuhfatul Ahwadzi 7: 360).

Semoga dengan ane menjelaskan hal di atas, kita semua bisa semakin semangat dalam mengajarkan ilmu pada yang lain..

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

MENGUCAPKAN SALAM KETIKA BERPISAH

06.38.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apakah disunnahkan kembali mengucapkan salam ketika berpisah sebagaimana saat kita bertemu?

Sunnah Mengucapkan Salam Ketika Berpisah

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika seseorang duduk² dengan suatu kaum lantas ingin berpisah, maka disunnahkan untuk memberi salam untuk mereka.” (Al Adzkar hal.469).

Di dalam kitab Riyadhus Sholihin, Imam Nawawi juga membawakan judul Bab, “Bab sunnahnya mengucapkan salam ketika meninggalkan majelis dan berpisah dengan rekan-rekan.”
Dalil yang dibawakan adalah hadits berikut..

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ الأُولَى بِأَحَقَّ مِنَ الآخِرَةِ

“Apabila salah seorang di antara kalian sampai di satu majelis, hendaklah ia mengucapkan salam. Lalu apabila ia hendak bangun (meninggalkan majelis), hendaklah ia pun mengucapkan salam. Tidaklah pertama lebih berhak daripada yang terakhir.” (HR. Abu Daud no.5208 dan Tirmidzi no.2706. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tekstual hadits (zhahir hadits) menunjukkan bahwa wajib bagi jama’ah menjawab salam tersebut ketika disalami saat berpisah.” (Al Adzkar hal.469).

Bentuk Keadilan Ajaran Islam

Yang dimaksud dengan kalimat “tidaklah pertama lebih berhak daripada yang terakhir”, yaitu jika engkau masuk mengucapkan salam, maka ketika berpisah pun mengucapkan salam. Demikian diutarakan oleh Syech Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam 4: 428.

Syech Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengutarakan, “Jika seseorang masuk masjid, maka hendaklah ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula ketika keluarnya. Ketika seseorang masuk Makkah untuk umrah haji dimulai dengan thawaf (thawaf qudum atau thawaf umrah), begitu pula ketika meninggalkan Makkah dengan melakukan thawaf ifadhah. Thawaf adalah amalan untuk menghormati (bentuk tahiyyah) tanah haram Makkah saat haji atau umrah. Itulah kesempurnaan syari’at Islam menjadikan awal dan akhir itu sama.” (Syarh Riyadhus Sholihin 4: 428-429)

Yang dimaksud oleh Syech Ibnu Utsaimin bahwa saat masuk masjid mengucapkan salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berdasarkan doa berikut yang diucapkan ketika masuk masjid,

بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

“Bismillah wassalaamu ‘ala rosulillah. Allahummaghfir lii dzunuubi waftahlii abwaaba rohmatik..

Artinya:
Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah padaku pintu rahmat-Mu.” (HR. Ibnu Majah no.771 dan Tirmidzi no.314. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ketika keluar masjid disunnahkan meminta karunia Allah dengan membaca dzikir dan do’a,

بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ فَضْلِكَ

“Bismillah wassalaamu ‘ala rosulillah. Allahummaghfir lii dzunuubi waftahlii abwabaa fadhlik..

Artinya:
Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah padaku pintu karunia-Mu).” (HR. Ibnu Majah no.771 dan Tirmidzi no.314. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Adanya salam kepada Nabi ketika masuk dan keluar masjid menunjukkan akan keadilan ajaran Islam. Subhanallah …

Semoga kita bisa terus menghidupkan sunnah Rasul di tengah-tengah kaum muslimin..

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang bermanfaat'..