Kamis, 25 Agustus 2016

KEUTAMAAN DZIKIR HAUQALAH

02.02.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum..
Pagi akhi ukhti, kesempatan kali ini ane akan memberikan tauziah mengenai keutamaan dzikir Hauqalah, sebenernye dzikir Hauqalah itu yang seperti ape sich, dan ape aje keutamaan nye dari itu dzikir, berikut penjabaran nye'..

Alquran dan Hadits Nabi Muhammad SAW  telah memerintahkan orang-orang  beriman agar memperbanyak dzikir, yaitu mengingat Allah SWT. Hal ini menunjukkan, bahwa dzikir memiliki fungsi dan keutamaan yang sangat besar.

Dzikir kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang paling agung (QS. Al-Ankabut [27]:45), mendatangkan manfaat (QS. Al-Dzariyat [51]:55), menenteramkan hati (QS. Al-Ra’du [13]:28), dan memperoleh kebahagiaan dan keselamatan (QS. Al-Jumu’ah [63]:10)..

Dengan kata lain, dzikir ialah amal ibadah yang dapat menjaga dan meningkatkan konektivitas antara hamba dan Sang Penciptanya dengan baik.  Hamba yang ingat kepada Allah, maka Allah pun pasti ingat kepadanya (QS. al-Baqarah [2]:152).

Terdapat berbagai bentuk dzikir yang telah disyariatkan dalam Islam. Oleh karena itu, dalam implementasinya, dzikir memiliki makna yang begitu luas. Di samping dalam bentuk lisan, seperti tahlil, tasbih, tahmid, takbir, tilawah qur’an, shalat, dan semisalnya, dikenal juga dzikir dalam bentuk tindakan atau sering disebut sebagai dzikir fi’li, seperti mengajak kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, menolong kaum tertindas, membantu mensejahterakan kaum dhu’afa dan amal kebajikan sosial lainnya.

Menurut riwayat dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah SAW menganjurkan umatnya supaya memperbanyak dzikir hauqalah, yaitu "Laa haula wa laa quwwata illaa billah (Tidak ada daya dan kekuatan melainkan kekuatan Allah).."

Riwayat tersebut berkenaan dengan asbabun nuzul (sebab-sebab turun ayat) ayat tiga daripada  surah At-Thalaq yang berbunyi: “Dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) hidupnya. Sesungguhnya Allah mengatur urusan yang dikehendaki-Nya. Sungguh Allah telah membuat ketentuan atas segela sesuatu.”

Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan Laa haula wala quwwata illa billah (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan (7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kalimat Laa haula wa la quwwata illa billah agar kita melepaskan diri kita dari segala apa yang kita merasa tidak mampu untuk melakukannya, dan kita serahkan semua urusan kepada Allah. Sesungguhnya yang dapat menolong dalam semua aktivitas kita hanyalah Allah Ta’ala, dan ini adalah makna ucapan kita setiap kali melakukan shalat,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. [al-Fatihah/1:5].

Menurut Ibnul Qoyyim, kalimat  “Laa Haula wa Laa Quwwata illa Billaah” mempunyai pengaruh yang sangat menakjubkan saat menanggung beban pekerjaan yang sulit dan keras, atau saat menghadap kepada raja dan orang yang ditakutkan, selain pengaruhnya yang efektif untuk menolak kemiskinan.
Diriwayatkan, Hubaib bin Salamah sangat senang saat menghadapi musuh atau mengepung sebuah benteng memperbanyakkan ucapan “Laa Haula wa Laa Quwwata illa Billaah”. Diceritakan, suatu hari ia mengepung sebuah benteng milik bangsa Romawi sehingga ia putus asa, lalu tentara kaum mislimin membaca zikir tersebut sambil bertakbir, akhirnya benteng tersebut hancur.

Akhi Ukhti, kalimat Hauqalah ini juga dapat sebagai obat, perantara untuk menyembuhkan banyak penyakit..

Orang yang sedang sakit dianjurkan sering-sering mengucapkan hauqalah agar segera diberi kesembuhan oleh Allah SWT. Dokter, obat, atau siapa pun bukanlah penyembuh sakit. Allah-lah Yang Maha Memberi Kesembuhan.

Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa yang mengucapkan La Haula Wala Quwwata illa billahi, maka ia akan menjadi obat kepada 99 penyakit. Yang paling ringan adalah kekalutan”. (Hadis Riwayat Tabrani)

بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا يَسُوْقُ الْخَيْرَ إلَّا اللهِ بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا يَصْرِفُ السُّوْءَ إلَّا اللهُ بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ مَا كَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِا للهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali la. Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tidak ada yang menyingkirkan keburukan kecuali la. Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tidak ada kenikmatan melainkan dari Allah. Dengan nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya, tiada daya untuk berbuat kebaikan kecuali dengan pertolongan Allah dan tiada kekuatan untuk menghindar dari perbuatan maksiat kecuali dengan perlindungan Allah yang maha Mulia dan maha agung..

Pada hakikatnya seorang hamba tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Seorang penuntut ilmu tidak akan mungkin duduk di majlis ilmu, melainkan dengan pertolongan Allah. Seorang guru tidak akan mungkin dapat mengajarkan ilmu yang bermanfaat, melainkan dengan pertolongan Allah. Begitupun seorang pegawai, tidak mungkin dapat bekerja melainkan dengan pertolongan Allah.
Seorang hamba tidak boleh sombong dan merasa bahwa dirinya mampu untuk melakukan segala sesuatu. Seorang hamba seharusnya menyadari bahwa segala apa yang dilakukannya semata-mata karena pertolongan Allah.
Sebab, jika Allah tidak menolong maka tidak mungkin dia melakukan segala sesuatu..

Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan hadits yang dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ

"Perbanyaklah membaca Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah, karena sesungguhnya adalah salah satu harta simpanan di surga."

Kanzun min Kunuz al-jannah, maksudnya: pahalanya di simpan bagi yang mengucapkannya. Pahalanya atau balasan amal zikir terebut disimpan di surga sebagaimana dikumpulkan, disimpan, dan dijaganya harta kekayaan.

Dzikir Hauqalah juga merupakan tabungan/simpanan untuk surga..

Rasulullah Shallalahu ’alaihi Wasallam bersabda,

يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ أَلاَ أَدُلَُ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ ». فَقُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ »

“Wahai Abdullah bin Qais, maukah engkau kuberitahu tentang salah satu tabungan/simpanan dari simpanan-simpanan surgawi? Abdullah bin Qais menjawab: ‘Tentu, wahai Rasulullah’. Ia bersabda: ‘Ucapkanlah laa haula wa laa quwwata illa billah’”

Dzikir Hauqalah juga merupakan salah satu pintu surga..

Rasulullah Shallalahu ’alaihi  Wasallam berkata kepada Abu Musa radhiallahu ‘anhu,

ألا أدلك على باب من أبواب الجنة ؟ قلت بلى ، قال: لا حول ولا قوة إلا بالله )) ، رواه الترمذي وأحمد

“Maukah engkau aku tunjukkan salah satu dari pintu surga? Aku berkata, ‘tentu’. Beliau bersabda, ‘ Laa haula wala quwwata illa billah”

"Ucapan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah, memberikan konsekuensi “i’anah” (bantuan). Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  memberikan contoh jika muadzzin mengucapkan “Hayya ‘Alaa al-Shalaah”, maka dijawab, ‘Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah’, jika muadzzin mengucapkan, "Hayya ‘Alaa al-Falaah", dijawab’ Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah’ (minta bantuan kepada Allah Agar bisa melaksanakannya)."

Ringkasnya, siapa yang menginginkan punya pahala yang istimewa di surga dengan jumlah yang banyak hendaknya memperbanyak membaca dzikir yang agung ini, Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Khususnya pada moment tertentu seperti menjawab adzan saat mu'adzin mengucapkan Hayya ‘Alaa al-Shalaahdan Hayya ‘Alaa al-Falaa, dalam perjalanan, dibaca saat sakit, saat mengerjakan pekerjaan berat dan sulit sebagai sarana untuk meminta pertolongan kepada Allah Ta'ala..

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

SAKARATUL MAUT, DETIK-DETIK YANG MENEGANGKAN LAGI MENYAKITKAN

01.53.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum..
Pagi Akhi Ukhti, melanjutkan bahasan soal kematian, untuk tauziah pagi ini, ane akan ngejelasin sakaratul maut'..

Seperti yang sudah kita tau, yang namanya kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.

Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”

Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:

وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]

Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian..

Juga ayat:

كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]

Syech Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadaan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”.

Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي أخرجه البخاري ك الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ

“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”

Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري في المغازي باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…[al hadits]”

Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه الألباني

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”

Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda.

Dengan gambaran yang mengerikan dari sakaratul maut, ada kabar gembira untuk orang² yang beriman'..
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin:

إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ

“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik, jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaan-Nya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].

Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridha Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Fushshilat: 30]

Ibnu Katsir mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”.

Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”.

Firman-Nya: “Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga”.

Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32]
.
Syech Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…

Yang jadi pertanyaan sekarang, mengapa Rasulullah SAW menderita saat sakaratul maut'?
Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.

Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus kesalahan-kesalahannya”

Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :

Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, kendati mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.

Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya. Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan”.

Bila tadi ane jelasin soal kabar baik untuk para orang mukmin, maka ada kabar buruk dari para Malaikat kepada orang² kafir'..
Untuk orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:

“Sesungguhnya hamba yang kafir yang jahat jika akan telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah.

Secara ekspilisit, Al Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: ”

وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93]

Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan untuk keluar.

Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.

Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman:

حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]

Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah..

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

KEMATIAN DALAM ISLAM

01.33.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum..
Pagi Akhi Ukhti, Pada kesempatanan x ini ane akan memberikan tauziah mengenai Kematian'..
Ane akan menjelaskan kematian dalam islam itu sebenernye ape sich dan hal² yang berkaitan dengan kematian itu sendiri..

Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai  “ketiadaan hidup”. Di dalam al-Quran ditemukan penjelasan tentang  hidup dan mati ini. Berikut akan ane jabarin kupasan tentang kematian dalam penjelasan al-Quran dan hadits.

Al-Quran menggambarkan naluri manusia yang enggan menghadapi kematian. Bahkan Iblis melakukan bujuk rayu kepada Adam dan Hawa melalui “pintu” keiinginan untuk hidup kekal selama-lamanya.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَاآدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى

“Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" ( QS. Thaha [20]: 120)..

Syech Abdul Qadir Jaelani menggambarkan beberapa alasan yang menyebabkan seseorang enggan atau takut hadapi kematian. Ada orang yang enggan dan takut mati karena ia tidak tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, atau karena menganggap bahwa yang dimiliki di dunia ini lebih baik dari pada yang akan dihadapi setelah mati, atau karena membayangkan sulit dan pedihnya kematian, atau disebabkan oleh karena tidak memahami makna hidup dan mati.
Dengan demikian penjelasan tentang kehidupan dan kematian ini penting dipahami oleh manusia yang masih hidup di alam dunia ini.

1. Hidup dan mati itu masing-masing 2 kali, Firman Allah, (QS. Ghafir [40]: 11,)

قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ

 “ Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?" (QS. Ghafir [40]: 11,)

كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”. (QS. Al-Baqarah [2]:28)

 Berdasarkan keterangan ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia menjalani hidup dan mati itu masing-masing dua kali. Kematian pertama dialami manusia sebelum kelahirannya atau sebelum Allah meniupkan ruh kepada jasad manusia (sebelum empat bulan dalam kandungan). Sedangkan kematian yang kedua dialami manusia saat ia meninggalkan dunia fana ini. Kehidupan pertama dimulai di saat ruh ditiupkan Allah sampai datangnya ajal, dan kehidupan kedua dimulai setelah dia meninggalkan dunia ini memasuki alam barzakh, atau alam akhirat..
           
2. Hakikat kematian merupakan proses alami untuk memasuki alam kesempurnaan

Kehidupan setelah mati digambarkan Allah dalam al-Quran jauh lebih baik dari pada kehidupan di dunia. Firman Allah,

 ...قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

"Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”. (QS. An-Nisa’ [4]:77)

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى

“ dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari pada dunia”. (QS. Al-Dhuha [93]:4)

Ar-Raghib al-Ishahani menegaskan, “kematian, yang dikenal dengan berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantarkan manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah berpindah dari satu negeri ke negeri lain”.
Al-Quran menyebut juga kematian dengan istilah wafat yang berarti sempurna dan imsak yang berarti menahan.  Sehingga dengan kematian manusia memperoleh kesempurnaan seperti menetasnya ayam dari telurnya.

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Allah menyempurnakan jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Az-Zumar [39]: 42)

3. Hikmah adanya kehidupan dan kematian..
Adanya hidup dan mati pada dasarnya merupakan ujian kepada manusia. Siapa di antara manusia yang lebih baik dalam ber’amal dan berprilaku dalam kehidupan di dunia ini. Allah berfirman dalam (QS. Al-Mulk [67]: 1-3)

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ , الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ , الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ

Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

4. Kematian hanya Ketiadaan Hidup di Dunia..
Kematian hanya sebatas berpindahnya alam kehidupan manusia dari alam dunia ke alam lain dengan cara yang tidak dapat diketahui manusia sepenuhnya.

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqarah [2]: 154)

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki”. (QS. Ali Imran [3]: 169)

Seorang sejarawan Ibn Ishak meriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik Quraisy yang tewas dalam peperangan Badar dikuburkan pada satu perigi oleh  Rasulullah bersama para sahabat, Rasulullah bertanya kepada mereka yang telah dikuburkan itu, “ Wahai penghuni perigi (sumur kotor dan berbau), wahai Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khallaf, Abu Jahal bin Hisyam, (seterusnya beliau menyebut nama-nama orang-orang yang ada dalam perigi tersebut satu persatu). Wahai penghuni perigi! Adakah kamu telah menemukan apa yang dijanjikan tuhanmu itu benar-benar ada? Aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhanku.” Para sahabat bertanya, “ Ya Rasul, mengapa engkau berbicara dengan orang yang sudah meninggal? Rasul menjawab, “kamu sekalian tidak lebih mendengar dari mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawabku.”

Riwayat di atas menunjukkan bahwa orang yang sudah mati, ruhnya tetap hidup dan bahkan lebih mampu mendengar daripada orang yang masih hidup di alam dunia ini.

5. Keadaan orang menjelang mati..
Fakhruddin ar-Razi mengatakan, “ tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi”. Karena tidur itu merupakan salah satu bentuk nikmat dan kelezatan yang diberikan kepada manusia, sehingga dengan demikian mati itupun sesungguhnya lezat dan nikmat. Namun demikian, seperti halnya tidur, ada faktor-faktor yang tentunya dapat menjadikan tidur menjadi terganggu atau bahkan ada tidur yang diganggu mimpi yang mengerikan. Dengan demikian, kematian juga seperti itu. Amal perbuatan di dunia akan menjadi faktor-faktor menjadikan kematian seseorang terasa sangat menyakitkan dan mengerikan.
Al-Quran memberikan gambaran tentang kondisi yang dialami oleh orang meninggal. Untuk orang yang mukmin digambarkan Allah,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)   فصلت

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannahyang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushshilat [41]: 30)

Nabi Muhammad Saw., dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa, “Seorang mukmin, saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan orang kafir juga diperlihatkan kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan”.
Tentang apa yang akan dialami oleh orang yang kufur kepada Allah ini, al-Quran juga menjelaskan dalam (QS. Al-Anfal [8]: 50,)

وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ(50) الانفال

“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)”.

... وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

“... Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.(QS. Al-An’am [6]: 93)

Berdasarkan paparan di atas, seyogyanyalah hamba yang beriman kepada Allah dan beramal shaleh tidak merasa takut dan khawatir untuk menghadapi kematian. Dengan banyak berubudiyah dan mengingat Allah akan membawa kedamaian dan kebahagiaan kepada jiwa (ruh atau nafs). Kedamaian serta kebahagiaan hati ini akan berlansung sampai saat-saat kematian dan akan merasakan kelezatan dan nikmat sebagaimana telah dijelaskan Al-Quran.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa (nafs) akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”(QS. Ali Imran [3]: 185)

6. Alam barzakh (Qubur)

Alam Barzakh merupakan pembatas antara alam dunia dan akhirat.  Keberadaan di alam barzakh merupakan kehidupan yang dapat menyaksikan nasibnya kelak dan dapat juga menyaksikan kehidupan di pentas dunia. Dalam hal ini Allah berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada pemisah (barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan”.(QS. Al-Mukminun [23]: 99-100)

Dari segi bahasa, “barzakh” berarti “pemisah”. Para ulama mengartikan alam barzakh sebagai “periode antara kehidupan dunia dan akhirat”. Keberadaan pada alam ini memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Kehidupan alam barzakh bagaikan keberadaan pada suatu ruangan terbuat kaca. Ke depan dia bisa melihat keadaannya yang akan datang, sedang ke belakang ia dapat menyaksikan kehidupan yang berlangsung pada pentas dunia.Dengan mengutip beberapa riwayat menjelaskan hal ini sebagaimana paparan di bawah ini.

Sebuah riwayat dari Imam Ahmad ibn Hambal, Ath-Thabrani, Ibn Abi ad-Dunya, Ibn Majah dari Abu Sa’id al-Khudri. Rasul bersabda:

ا ن الميت ليعرف من يغسله ويحمله و يكفنه ومن ىدليه في حفرته
( رواه احمد والطبرانى وابن ابى الدنيا عن ابى سعيد الخدرى)

“Sesungguhnya mayat mengenali siapa saja yang memandikannya, mengangkat dan mengkafaninya dan orang yang menurunkannya ke liang kubur”.

Riwayat lain dari Imam Bukhari juga menjelaskan,

اذا مات احدكم عرض مقعده بالغداة والعشى ان كان من اهل الجنة فمن اهل الجنة وان كان من اهل النار فمن اهل النار فيقال له هذا مقعدك حتى يبعثك الله

“Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya kelak (di hari kiamat). Kalau dia penghuni surga, maka diperlihatkan kepadanya tempat ahli surga; dan jika penghuni neraka,  maka diperlihatkan tempat ahli neraka. Lalu disampaikan kepadanya, inilah tempat tinggalmu sampai Allah membangkitkanmu kelak”.

Imam Muslim juga meriwayatkan bahwa masruq berkata:

سأ لنا او سأ لت عبد الله ابن مسعود عن هذه الأية "لا تحسبنّ الذين قتلوا فى سبيل الله امواتا" فقال سألنا عن ذالك رسول الله فقال ارواحهم فى جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاء ت ثم تأوى الى تلك القنا ديل فا طلع عليهم ربهم اطلاعة فقال هل تستهون شيأ ؟ فقالوا أى شيئ نستهى ونحن نسرح من الجنة حيث شئنا ففعل ذلك بهم ثلاث مرات فلما راوا أنهم لن يتركوا من ان يسألوا قالوا يارب نزيد ان تردّ ارواحنا فى اجسا دنا حتى نقتل فى سبيلك مرة اخرى فلما رأى ان ليس لهم حاجة تركوا رواه مسلم والترمزى

Kami bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat QS Ali Imran: 169 (di atas) . Abdullah bin Mas’ud berkata,: “Sesungguhnya kami telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah, dan beliau bersabda:” Arwah mereka di dalam rongga burung berwarna hijau dengan pelita-pelita yang tergantung di bawah ‘Arasy, terbang ke sorga dengan mudah kemanapun mereka kehendaki kemudian kembali lagi kepada pelita-pelita itu. Tuhan mereka mengunjungi mereka dan berfirman, “Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab, “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami terbang dengan mudahnya di Sorga, ke manapun kami menghendaki?” Tuhan melakukan hal yang demikian tiga kali dan ketika mereka sadar bahwa mereka tidak dibiarkan tanpa meminta sesuatu, mereka berkata: “Wahai Tuhan, kami ingin agar arwah kami dikembalikan ke jasad kami, sehingga kami dapat gugur di jalan-Mu untuk kali yang kedua. Setelah Tuhan melihat bahwa mereka tidak memiliki keinginan lagi di sana (lebih dari apa yang mereka peroleh selama ini) maka mereka dibiarkan”.

Ali bin Abi Thalib juga pernah berkomentar kepada seorang sahabat yang bernama Yunus bin Zibyan,

سبحان الله المؤمن اكرم على الله من ان يجعل روحه في حصولة طير احضر يا يونس المؤمن اذا قبضه الله صير روحه في قالب كفال به فى الدنيا فيأكلون ويشربون فأذا قدم عليهم القادم عرفوه بتلك صورة التى كان عليها في الدنيا

“Maha suci Allah, seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah untuk ditempatkan ruhnya di rongga burung hijau wahai Yunus! Seorang mukmin bila diwafatkan Allah, ruhnya ditempatkan pada suatu wadah sebagaimana wadahnya pada waktu di dunia. Mereka makan dan minum, sehingga bila ada yang datang kepadanya, mereka mengenalnya dengan keadaannya semasa di dunia”

7. Alam akhirat
Kehidupan alam akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala pertama yang mematikan semua yang bernyawa

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ . وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً . فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ . وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ

Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.  Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.(QS. Al-Haqqah [69]: 13-16)

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“ Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)”. (QS. Al-Zumar [39]: 68)

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa ketika sangkakala ditiup, maka semua yang hidup akan mati. Inilah yang disebut dengan kiamat besar. Terdapat jarak antara tiupan sangkakal pertama dengan yang kedua, namun hanya Allah yang mengetahui kadar lamanya. Pada waktu itu, Allah berseru,

يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

“ (yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”. (QS. Ghafir [40]: 16)

Setelah sangkakala kedua, maka manusia bangkit dari kuburnya masing-masing dan digiring menuju mahsyar.

وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ.

“Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi”. (QS. Qaf [50]: 21)

Para ulama menafsirkan pengiring pada ayat di atas dengan malaikat dan penyaksi pada ayat di atas dengan kesaksian diri mereka sendiri yang dapat mengelak, atau amal perbuatan mereka masing-masing.

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan..

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

MENANAM POHON DI SURGA & MEMPERBERAT MIZAN KEBAIKAN

01.21.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum..
Pagi akhi ukhti, Semalem ane baru dapet ilmu dari guru² ane soal amalan yang apabila kita lakuin itu fadhilah nye setara dengan menanam pohon di Surga dan Insyaa Allah dapat menambah berat mizan kebaikan kita di saat yaumil hisab nanti'..
Itu amalan berupa dzikiran..

Dzikir merupakan perkara mudah dan singkat yang mempunyai keutamaan yang sangat besar. Ladang pahala dan peluang masuk surga pun bisa didapat melalui ini amalan.

Ada seorang sahabat yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam begitu banyak bagiku, maka beritahukanlah kepadaku amalan yang mudah aku tekuni.” Beliau menjawab:

لاَيَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ

“(Yaitu) tetap terusnya lisanmu basah karena menyebut nama Allah.” (Shahih at-Tirmidzi 3:139 dan Shahih Ibnu Majah 2:317)

Berikut salah satu keutamaan dzikir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ ؟” قَالُوْا بَلَى .قَالَ : ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى

“Maukah kalian aku beritahukan amalan yang paling baik, paling suci di sisi Tuhan kalian, lebih meninggikan derajat kalian dan lebih baik daripada menginfakkan emas dan perak serta lebih baik daripada kalian bertemu musuh, lalu kalian pancung leher mereka dan mereka pancung leher kalian?!” Para sahabat menjawab, “Ya.” Beliau menjawab, “dzikirullah.” (Shahih At Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/316)

Adapun secara khusus, maka manfaatnya pun bermacam-macam. Pada tauziah x ini, ane akan jabarin beberapa dzikir yang lafadznya mirip dan masing-masing mempunyai keutamaan yang sangat besar..

Bayangkan, sambil berkendara di jalan, menunggu kemacetan, menunggu antrian, dll, kita bisa menanam pohon di surga atau memperberat timbangan kebaikan kita. Ini dia caranya:

1. Menanam Pohon di Surga

a. Dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika melewatinya yang sedang menanam tanaman, beliau berkata: ‘Apa yang engkau tanam?’ Abu Hurairah menjawab; ‘Tanaman untukku.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah maukah engkau aku tunjukkan pada tanaman yang lebih baik dari tanaman ini (yang engkau tanam)?’ Jawab Abu Hurairah: ‘Mau ya Rasulullah.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Katakanlah Subhanallah, walhamdulillah, walaa Ilaaha illallah, wallahu akbar, maka akan ditanamkan bagimu satu pohon di surga.” (HR. Ibnu Majah no. 3807. Dishahihkan oleh Syech al-Albani dalam shahiih Ibni Majah (2/320, no. 3069)

Hadits di atas senada dengan sabda Rasulullah-shallalahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadist lainnya:

لقيت إبراهيم ليلة أسري بي فقال : يا محمد أقرئ أمتك مني السلام و أخبرهم أن الجنة طيبة التربة عذبة الماء و أنها قيعان و أن غراسها سبحان الله و الحمد لله و لا إله إلا الله و الله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله ) ( ت) (طب) عن ابن مسعود. قال الألباني : (حسن) انظر حديث رقم: 3460 في صحيح الجامع عن ابن مسعود .

“Aku bertemu dengan Ibrahim-Alaihis salam-pada malam peristiwa Isra mi’raj dan dia berkata padaku: Wahai Muhammad sampaikan salamku kepada ummatmu dan beritahukan mereka bahwa surga itu begitu lembut debunya dan manis airnya dan sesungguhnya dia memiliki lembah-lembah dan sesungguhnya tanamannya adalah ucapan : سبحان الله و الحمد لله و لا إله إلا الله و الله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله “ (Subhanallah, walhamdulillah, walaa Ilaaha illallah, wallahu akbar, walaa quwwata illa billah). [HR. Tirmizi. At-Thabrani dan Al-Abani menghasankannya dalam Sahih Al-Jami no 3460.]

Pada hadits kedua ada tambahan ucapan: “walaa quwwata illa billah”

Ada bonus keutamaan lagi dari dzikir di atas:

أَحَبُّ اَلْكَلَامِ إِلَى اَللَّهِ أَرْبَعٌ, لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ: سُبْحَانَ اَللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ, وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

“Ucapan yang paling dicintai Allah ada empat, tidak mengapa bagimu memulai dari yang mana saja, yaitu: Subhaanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallallah wallahu akbar.” (HR. Muslim)

Ada satu lagi yang mirip dengan kedua dzikir di atas, yang ini keutamaannya laksana menanam pohon kurma..

b.  عن جابر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” من قال سبحان الله العظيم وبحمده غرست له نخلة في الجنة”.

            Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda : ” Barang siapa yang berkata :”Subhanallahil adzim wa bi hamdihi“( maha suci Allah yang maha agung dan segala puji baginya ) maka akan ditanamkan untuknya  sebatang pohon korma di surga” (HR Ibnu Hibban dan Tirmidzi. Dan dishohihkan Al Albani).

2. Memperberat Timbangan Kebaikan (Memperbesar Peluang Masuk Surga)

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat di timbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)

Ibnu Hajar berkata :

“Alur pembicaraan dalam hadits di atas sangat bagus sekali. Hadits tersebut  menunjukkan bahwa cinta Rabb mendahului hal itu, kemudian diikuti dengan dzikir dan ringannya dzikir pada lisan hamba. Setelah itu diikuti dengan balasan dua kalimat tadi pada hari kiamat. Makna dzikir tersebut disebutkan dalam akhir do’a penduduk surga yang disebutkan dalam firman Allah,

دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَآَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Do’a mereka di dalamnya adalah: “Subhanakallahumma”, dan salam penghormatan mereka adalah: “Salam”. Dan penutup doa mereka adalah: “Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin”.” (QS. Yunus: 10)” ( Muqqodimah Al Fath, Ibnu Hajar Al Asqolani, hal. 474).

Hadits ini menunjukkan keagungan, kemuliaan, dan kekuasaan Allah ta’ala, inilah sifat-sifat yang dimiliki oleh-Nya. Di dalam bacaan dzikir ini tergabung antara pujian dan pengagungan yang mengandung perasaan harap dan takut kepada Allah ta’ala (Klo mau lengkap lihat Taudhih al-Ahkam, 4/884-885).

Itulah dzikir yang sangat besar sekali fadhilah nye..
Insyaa Allah di tauziah selanjut nye akan ane jabarin lagi lebih luas dari makna masing² dzikiran tadi'..

"Semoga bisa jadi ilmu dan amalan yang manfaat"

KEUTAMAAN BULAN SYAWAL

01.13.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
Akhi Ukhti, Kita baru saja melewati bulan Ramadhan, dan sekarang kita sudah berada di bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal!

Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Dan salah satu keutamaan di bulan Syawal adalah dengan adanya puasa Syawal'..

Puasa Syawal itu punya keutamaan, bagi yang berpuasa Ramadhan dengan sempurna lantas mengikutkan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan pahala puasa setahun penuh. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).

Itulah dalil dari jumhur atau mayoritas ulama yag menunjukkan sunnahnya puasa Syawal. Yang berpendapat puasa tersebut sunnah adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i dan Imam Ahmad. Adapun Imam Malik memakruhkannya. Namun sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah, “Pendapat dalam madzhab Syafi’i yang menyunnahkan puasa Syawal didukung dengan dalil tegas ini. Jika telah terbukti adanya dukungan dalil dari hadits, maka pendapat tersebut tidaklah ditinggalkan hanya karena perkataan sebagian orang. Bahkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah ditinggalkan walau mayoritas atau seluruh manusia menyelisihinya. Sedangkan ulama yang khawatir jika puasa Syawal sampai disangka wajib, maka itu sangkaan yang sama saja bisa membatalkan anjuran puasa ‘Arafah, puasa ‘Asyura’ dan puasa sunnah lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51)

Sebenernye kenapa puasa Syawal bisa dinilai berpuasa setahun? Mari kita lihat pada hadits Tsauban berikut ini,

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »

Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fithri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.”  (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Disebutkan bahwa setiap kebaikan akan dibalas minimal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan sebulan penuh akan dibalas dengan 10 bulan kebaikan puasa. Sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal akan dibalas minimal dengan 60 hari (2 bulan) kebaikan puasa. Jika dijumlah, seseorang sama saja melaksanakan puasa 10 bulan + 2 bulan sama dengan 12 bulan. Itulah mengapa orang yang melakukan puasa Syawal bisa mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.

Terus bagaimanakah tata cara puasa Syawal itu'?

1- Puasa sunnah Syawal dilakukan selama enam hari

Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa puasa Syawal itu dilakukan selama enam hari. Lafazh hadits di atas adalah: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).
Dari hadits tersebut, Syech Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Yang disunnahkan adalah berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Syarhul Mumti’, 6: 464).

2- Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.

Syech Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Para fuqoha berkata bahwa yang lebih utama, enam hari di atas dilakukan setelah Idul Fithri (1 Syawal) secara langsung. Ini menunjukkan bersegera dalam melakukan kebaikan.” (Syarhul Mumti’, 6: 465).

3- Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.

Syech Ibnu ‘Utsaimin juga berkata, “Lebih utama puasa Syawal dilakukan secara berurutan karena itulah yang umumnya lebih mudah. Itu pun tanda berlomba-lomba dalam hal yang diperintahkan.”

4- Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa Syawal yaitu puasa setahun penuh.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang mempunyai kewajiban qodho’ puasa Ramadhan, hendaklah ia memulai puasa qodho’nya di bulan Syawal. Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang muslim menjadi gugur. Bahkan puasa qodho’ itu lebih utama dari puasa enam hari Syawal.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 391).

Begitu pula beliau mengatakan, “Siapa yang memulai qodho’ puasa Ramadhan terlebih dahulu dari puasa Syawal, lalu ia menginginkan puasa enam hari di bulan Syawal setelah qodho’nya sempurna, maka itu lebih baik. Inilah yang dimaksud dalam hadits yaitu bagi yang menjalani ibadah puasa Ramadhan lalu mengikuti puasa enam hari di bulan Syawal. Namun pahala puasa Syawal itu tidak bisa digapai jika menunaikan qodho’ puasanya di bulan Syawal. Karena puasa enam hari di bulan Syawal tetap harus dilakukan setelah qodho’ itu dilakukan.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 392).

5- Boleh melakukan puasa Syawal pada hari Jum’at dan hari Sabtu.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa dimakruhkan berpuasa pada hari Jum’at secara bersendirian. Namun jika diikuti puasa sebelum atau sesudahnya atau bertepatan dengan kebiasaan puasa seperti berpuasa nadzar karena sembuh dari sakit dan bertepatan dengan hari Jum’at, maka tidaklah makruh.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, 6: 309).

Hal ini menunjukkan masih bolehnya berpuasa Syawal pada hari Jum’at karena bertepatan dengan kebiasaan.

Adapun berpuasa Syawal pada hari Sabtu juga masih dibolehkan sebagaimana puasa lainnya yang memiliki sebab masih dibolehkan dilakukan pada hari Sabtu, misalnya jika melakukan puasa Arafah pada hari Sabtu..

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"