Sabtu, 24 Desember 2016

TERGABUNG JUNUB DAN HAIDH PADA WANITA

00.37.00 Posted by Admin No comments


Bagaimana jika ada wanita yang junub ketika haidh?

Mungkinkah? Mungkin saja..

Syech Shalih Al Munajjid hafizahullah dalam fatawanya berkata bahwa jika seorang wanita haidh mengalami junub atau ia haidh ketika junub, maka ia tetap diperintahkan mandi untuk keadaan junubnya. Ketika sudah mandi seperti itu, maka boleh bagi wanita haidh tadi membaca Al Qur’an. Namun kalau masih ada junub, tidak boleh membaca Al Qur’an.

Cara mandinya adalah seperti cara mandi wajib lainnya, dimulai dengan berwudhu, lalu kepala disiram tiga kali, lalu menyiram anggota badan sebelah kanan kemudian sebelah kiri, lalu menyiram anggota badan lainnya sehingga seluruh badan terkena air.

Ketika sudah mandi untuk junub, maka hadats junubnya terangkat, tersisa hadats haidh.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al Mughni (1: 134),

فإن اغتسلت للجنابة في زمن حيضها , صح غسلها , وزال حكم الجنابة . نص عليه أحمد , وقال : تزول الجنابة , والحيض لا يزول حتى ينقطع الدم . قال : ولا أعلم أحدا قال : لا تغتسل . إلا عطاء , وقد روي عنه أيضا أنها تغتسل

“Jika seorang wanita mandi karena junubnya di waktu haidhnya, mandinya itu sah. Hadats junubnya hilang. Demikian pendapat dari Imam Ahmad. Imam Ahmad berkata bahwa junubnya hilang namun haidhnya tidaklah hilang sampai darahnya berhenti. Imam Ahmad juga berkata bahwa tidak ada yang kuketahui yang menyarankan untuk tidak mandi (karena junub) kecuali ada pendapat dari ‘Atho’. Namun ada riwayat dari beliau pula yang menyarankan untuk mandi.”

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

QADHA SHALAT YANG LUPUT KARENA HAIDH

00.30.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bagaimana kalau ada yang masih suci saat waktu Zhuhur, namun jam dua siang datang haidh dan ia belum lakukan shalat Zhuhur, apakah shalat Zhuhurnya diqadha’?

Syech Abu Malik menjelaskan bahwa jika seorang wanita mendapati haidh mendekati waktu Ashar, namun ia belum melaksanakan shalat Zhuhur, maka ketika suci, ia mesti mengqadha’ shalat tersebut karena ia sudah mendapati waktunya. Kalau sudah mendapati waktunya, maka kewajibannya untuk qadha. Qadha tadi itu ada selama ia berada dalam keadaan suci dengan kadar waktu mendapatkan satu raka’at shalat.

Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang² yang beriman. ” (QS. An Nisa’: 103).

Namun ada pendapat lain dalam masalah ini yaitu tidak ada qadha untuk shalat zhuhur tadi. Alasannya, kasus semacam ini ada di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para wanita ketika itu mendapati haidh pada waktu shalat. Namun tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada wanita yang luput shalatnya setelah suci dari haidh untuk mengqadha’nya.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan seperti pendapat terakhir yang dikemukakan di atas,

وَالْأَظْهَرُ فِي الدَّلِيلِ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ أَنَّهَا لَا يَلْزَمُهَا شَيْءٌ ؛ لِأَنَّ الْقَضَاءَ إنَّمَا يَجِبُ بِأَمْرِ جَدِيدٍ وَلَا أَمْرَ هُنَا يَلْزَمُهَا بِالْقَضَاءِ وَلِأَنَّهَا أَخَّرَتْ تَأْخِيرًا جَائِزًا فَهِيَ غَيْرُ مُفْرِطَةٍ . وَأَمَّا النَّائِمُ أَوْ النَّاسِي وَإِنْ كَانَ غَيْرَ مُفْرِطٍ أَيْضًا فَإِنَّ مَا يَفْعَلُهُ لَيْسَ قَضَاءً بَلْ ذَلِكَ وَقْتُ الصَّلَاةِ فِي حَقِّهِ حِينَ يَسْتَيْقِظُ وَيَذْكُرُ

“Pendapat yang paling tepat dalam masalah ini, tidak ada kewajiban qadha sama sekali. Karena qadha itu diwajibkan dengan perkara baru. Sedangkan di sini tidak diharuskan diqadha. Karena menunda shalat seperti itu (bagi wanita) boleh dan bukan termasuk orang yang menganggap remeh. Adapun orang yang tertidur atau lupa, walau dia bukanlah orang yang menganggap remeh, yang ia lakukan dengan mengerjakan shalat ketika bangun tidur atau ketika ingat bukan disebut qadha. Yang ia lakukan adalah mengerjakan shalat di waktunya, yaitu mengerjakan ketika ia bangun tidur atau ketika ia ingat. ” (Majmu’ah Al Fatawa 23: 335)

Syech Abu Malik dalam kitabnya Fiqh As Sunnah li An Nisa’ (hlm.72) menyatakan, “Yang lebih hati² shalatnya tetap diqadha.”

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..