Jumat, 09 September 2016

HUKUM MENABUNG DI BANK MENURUT ISLAM

07.20.00 Posted by Admin 1 comment

Assalamu'alaikum, Pagi Akhi Ukhti'..
Melanjutkan pertanyaan dari akhi Zaid Zamal yang menanyakan
Hukum menabung di bank dan bagaimana tentang bunganya itu sendiri", Berikut penjelasan nya..

Akhi Ukhti, pada saat kita menabung di Bank, secara tidak langsung kita telah meminjamkan uang kita kepada mereka. Islam mensyariatkan peminjaman uang (qardh) sebagai bentuk pertolongan kepada orang lain (ihsan). Islam melarang kita mengambil keuntungan dari akad-akad ihsan, berbeda dengan jual beli dan sejenisnya yang memang disyariatkan untuk memperoleh keuntungan.para ulama sepakat bahwa setiap peminjaman uang yang mensyaratkan keuntungan untuk pemberi pinjaman termasuk kategori riba (Al Ijma’, Ibnu Mundzir hlm.120, Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/334).

Demikian juga dengan tabungan berbunga, karena itu menimbulkan keuntungan untuk penabung. Karena para ulama dan lembaga penelitian ilmiah di berbagai Negara yang semasa dengan munculnya fenomena perbankan dengan tegas menyatakan bahwa tabungan berbunga termasuk riba (Hukmul Iddikhar fil Bunuk, kitab karangan Khalid Umar Wada’ah).

Allah mengancam pelaku riba dengan berbagai ancaman yang tidak diberikan kepada pelaku maksiat yang lain. Bahkan orang yang terzhalimi oleh rentenir terkena ancaman laknat. Dalil² yang menunjukkan bahwa riba bukan hanya dosa, tetapi dosa yang sangat besar. Sayangnya banyak orang meremehkan dosa besar ini. Bahkan menganggap bekerja atau menabung di bank ribawi sebagai kebanggaan. Padahal Abdullah bin Hanzhalah meriwayatkan bahwa Nabi shallahu alahi wassalam bersabda:

درهم رباً يأكله الرجل وهو يعلم, أشدّ من ستّة و ثلاثين زنيةً

Satu dirham riba yang dimakan orang dalam keadaan tahu, itu lebih besar dosanya dari pada berzina 36 kali (HR.Ahmad no.21957. dihukumi shahih oleh al-Albani)

Jadi tidak boleh menabung uang di bank dengan sifat yang telah ane sebutkan di atas. Adapun jika kita khawatir akan keamanan harta kita dan tidak ada tempat penyimpanan yang aman selain bank ribawi, kita boleh menabung uang disana, tanpa mengharapkan dan memakan bunga. Hal ini dibolehkan karena darurat seperti bolehnya memakan bangkai untuk orang kelaparan.

Jangan melakukan kecuali jika benar-benar terpaksa, karena dengan menabung kita juga membantu kelangsungan lembaga keuangan yang memerangi Allah ta'ala dan Rasul-Nya ini. Jika ada pilihan menyewa brangkas disana, itu lebih baik (Fatawa al Lajnah ad Daimah 13/343 dan Majmu Fatawa Syech binbaz 19/414).

Terus bagaimana tentang bunga yang di berikan oleh bank itu sendiri?

Dalam bahasa Arab bunga bank itu disebut dengan fawaid. Fawaid merupakan bentuk plural dari kata ‘faedah’ artinya suatu manfaat. Seolah-olah bunga ini diistilahkan dengan nama yang indah sehingga membuat kita tertipu jika melihat dari sekedar nama. Bunga ini adalah bonus yang diberikan oleh pihak perbankan pada simpanan dari nasabah, yang aslinya diambil dari keuntungan dari utang-piutang yang dilakukan oleh pihak bank.

Apapun namanya, bunga ataukah fawaid, tetap perlu dilihat hakekatnya. Keuntungan apa saja yang diambil dari utang piutang, senyatanya itu adalah riba walau dirubah namanya dengan nama yang indah. Inilah riba yang haram berdasarkan Al Qur’an, hadits dan ijma’ (kesepakatan) ulama. Para ulama telah menukil adanya ijma’ akan haramnnya keuntungan bersyarat yang diambil dari utang piutang. Apa yang dilakukan pihak bank walaupun mereka namakan itu pinjaman, namun senyatanya itu bukan pinjaman.

Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syech Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata,

“Secara hakekat, walaupun (pihak bank) menamakan hal itu qord (utang piutang), namun senyatanya bukan qord. Karena utang piutang dimaksudkan untuk tolong menolong dan berbuat baik. Transaksinya murni non komersial. Bentuknya adalah meminjamkan uang dan akan diganti beberapa waktu kemudian. Bunga bank itu sendiri adalah keuntungan dari transaksi pinjam meminjam. Oleh karena itu yang namanya bunga bank yang diambil dari pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah riba karena didapat dari penambahan (dalam utang piutang). Maka keuntungan dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut riba.”

Penjelasan singkat di atas ane ambil dari penjabaran Syech Sholih bin Ghonim As Sadlan, salah seorang ulama senior di kota Riyadh, dalam kitab fikih praktis beliau “Taysir Al Fiqh” hal. 398, terbitan Dar Blancia, cetakan pertama, 1424 H.

Dengan demikian, dari penjelasan yang udeh ane jelasin di atas, jangan tertipu pula dengan akal-akalan yang dilakukan oleh perbankan Syari’ah di negeri kita. Kita mesti tinjau dengan benar hakekat bagi hasil yang dilakukan oleh pihak bank syari’ah, jangan hanya dilihat dari sekedar nama. Benarkah itu bagi hasil ataukah memang untung dari utang piutang (alias riba)? Bagaimana mungkin pihak bank syariah bisa “bagi hasil” sedangkan secara hukum perbankan di negeri kita, setiap bank tidak diperkenankan melakukan usaha? Lalu bagaimana bisa dikatakan ada bagi hasil yang halal? Bagi hasil yang halal mustahil didapat dari utang piutang.

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"

SYARAT TAUBAT, BERTEKAD TIDAK MAU MENGULANGI DOSA

07.12.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Berhubung tadi dari Akhi Nunu nanya soal Mandi Tobat, yang memang sebenarnya tidak ada syariatnya dalam islam..
Sambil nunggu waktu magrib, sekalian aje dah ane ngasih sedikit renungan soal tobat'..

Syarat taubat di antaranya adalah bertekad tidak mau mengulangi dosa itu lagi.
Taubat yang sungguh² adalah bertekad tidak ingin mengulangi perbuatan dosa lagi. Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan taubat yang tulus,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Ibnu Katsir menerangkan mengenai taubat yang tulus sebagaimana diutarakan oleh para ulama, “Taubat yang tulus yaitu dengan menghindari dosa untuk saat ini, menyesali dosa yang telah lalu, bertekad tidak mengulangi dosa itu lagi di masa akan datang.
Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 7: 323).

Ats Tsauri berkata, dari Samak, dari An Nu’man, dari ‘Umar, ia berkata, “Taubatan nashuha (taubat yang tulus) yaitu bertaubat dari dosa kemudian tidak mengulanginya lagi atau berkeinginan tidak mengulanginya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 7: 322)

Hudzaifah pernah berkata,

بحسب المرءِ من الكذب أنْ يقول : أستغفر الله ، ثم يعود

“Cukup seseorang dikatakan berdusta ketika ia mengucapkan, “Aku beristighfar pada Allah (aku memohon ampun pada Allah) lantas ia mengulangi dosa tersebut lagi.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam 2: 411).

Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Terlarang seseorang mengucapkan ‘aku bertaubat kepada Allah’ lantas ia mengulangi dosa tersebut kembali. Karena taubat nashuha (taubat yang sejujurnya) berarti seseorang tidak mengulangi dosa tersebut selamanya. Jika ia mengulanginya, maka perkataannya tadi ‘aku telah bertaubat’ hanyalah kedustaan.”

Namun menurut mayoritas ulama berpendapat bahwa sah-sah saja seseorang mengatakan aku telah bertaubat, lalu ia bertekad tidak akan melakukan maksiat itu lagi. Kalau ia mengatakan, “Aku tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi”, maka itulah yang ia tekadkan saat itu.

Semoga Allah Ta'ala senantiasa memberikan kita semua kemudahan dalam taubatan Nasuha sebelum Allah memanggil kita pulang untuk menghadap-Nya..

Wallahu Waliyyut Taufiq..
Hanya Allah lah yang memberikan taufik dan hidayah..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat"

CIRI DAN HUKUMAN ORANG MUNAFIK

06.56.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Sore Akhi Ukhti'..

Biar perjalanan pulang ane di tengah macet bisa ada manfaatnya juga, berikut ane akan ngasih tauziah mengenai Orang Munafik..

Kata munafik sering terdengar dalam ranah kehidupan sehari-hari, namun tidak semua penggunaan kata munafik itu tepat penggunaannya, sebab tidak semua sikap pula dapat dikategorikan sebagai sikap munafik..

Untuk itu berdasarkan penjelasan Rasulullah SAW dalam haditsnya yang berbunyi :

عن أبى هريرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : أية المنافق ثلاث : اذا حدث كذب, واذاوعد أخلف, واذا آؤتمن خان

Artinya : Dari Abu Hurairah ra : Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “ ada tiga ciri orang munafik, yaitu :

1. Bila berkata ia berdusta
2. Bila berjanji ia selalu ingkar
3. Bila diberi amanat, ia berkhianat.

عن عبدالله بن عمر رضى الله عنهما : أن النبى صلى الله عليه وسلم قال : اربع من كن فيه منافقا خالصا, ومن كانت فيه خصلة منهن كانت فيه خصلة من النفاق حتى يدعها : اذا آؤتمن خان , اذا حدث كذب, واذا عاهد غدر , واذا خاصم فجر

Artinya : Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a. : Rasulullah SAW pernah bersabda,”siapapun yang memiliki empat sifat (karakteristik) ini adalah seorang munafik dan siapapun yang memiliki satu dari empat sifat ini ia akan mempunyai satu sifat kemunafikan sampai ia meninggalkannya,

1. setiap kali diberi amanat, ia khianat
2. setiap kali bicara, ia berdusta
3. setiap kali berjanji, ia melanggar
4. setiap kali berselisih, ia bersikap menghina, jahat dan ceroboh.

Ciri ciri orang munafik  juga dijelasakan didalam Al Quran surah An Nisaa 142-143 :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا (١٤٢)

Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

Hukuman Bagi Orang Munafik

Jelas keterangan yang terkandung didalam Al Quran bahwa hukuman berat terhadap bagi orang munafik, sebagaimana tertuang dalam surah An-Nisaa 145 :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (١٤٥)

Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.

Kata “ad-dark” bermakna tingkatan arah ke bawah, kemudian diberi sifat “as-asfa” yang bermakna paling rendah. Berarti apabila kedua kata tersebut digabungkan maka yang dimaksudkan adalah lapisan yang paling rendah di lembah neraka jahanam. Perkataan ini memberikan isyarat bahwa tempat yang disediakan untuk orang² munafik adalah tempat yang paling buruk di dalam neraka jahanam dengan azabnya yang paling dahsyat dan paling hebat, ibarat memasak beras maka tempat orang munafik itu adalah di bagian kerak periuk tempat menanak nasi tersebut. Kira kira bergitulah umpamanya. Tempat yang sedemikian itu diperuntukan untuk mereka karena perbuatan mereka yang sangat tercela. Lebih tercela dari perbuatan orang² kafir. Hal itu karena disamping kekafiran yang mereka simpan di dalam hati, mereka juga mengolok-olok agama islam hanya karena ingin mendapatkan kepentingan duniawi.

"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan manfaat"

PUASA TARWIYAH

06.40.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ada beberapa Ikhwan dan Akhwat tadi pagi bertanya ma ane soal puasa Tarwiyah. Sebenarnya apakah puasa Tarwiyah itu, Dan apakah puasa Tarwiyah itu ada'?

Akhi Ukhti, Hari tarwiyah adalah tanggal 8 Dzulhijjah. Istilah tarwiyah berasal dari kata tarawwa [تَرَوَّى] yang artinya membawa bekal air. Karena pada hari itu, para jamaah haji membawa banyak bekal air zam-zam untuk persiapan arafah dan menuju Mina. Mereka minum, memberi minum ontanya, dan membawanya dalam wadah.

Ibnu Qudamah menjelaskan asal penamaan ini,

سمي بذلك لأنهم كانوا يتروون من الماء فيه، يعدونه ليوم عرفة. وقيل: سمي بذلك؛ لأن إبراهيم – عليه السلام – رأى ليلتئذ في المنام ذبح ابنه، فأصبح يروي في نفسه أهو حلم أم من الله تعالى؟ فسمي يوم التروية

Dinamakan demikian, karena para jamaah haji, mereka membawa bekal air pada hari itu, yang mereka siapkan untuk hari arafah. Ada juga yang mengatakan, dinamakan hari tarwiyah, karena Nabi Ibrahim ’alaihis salam pada malam 8 Dzulhijjah, beliau bermimpi menyembelih anaknya. Di pagi harinya, beliau yarwi (berbicara) dengan dirinya, apakah ini mimpi kosong ataukah wahyu Allah? Sehingga hari itu dinamakan hari tarwiyah. (al-Mughni, 3/364).

Puasa Tarwiyah

Terdapat hadits yang secara khusus menganjurkan puasa di hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah). Hadis itu menyatakan,

مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ

”Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari arafah, seperti puasa dua tahun.”

Hadits ini berasal dari jalur Ali Al Muhairi dari At Thibbi, dari Abu Sholeh, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’.

Para ulama menegaskan bahwa hadits ini adalah hadits palsu. Ibnul Jauzi mengatakan,

وهذا حديث لا يصح . قَالَ سُلَيْمَان التَّيْمِيّ : الطبي كذاب . وَقَالَ ابْن حِبَّانَ : وضوح الكذب فِيهِ أظهر من أن يحتاج إِلَى وصفه

Hadits ini tidak shahih. Sulaiman At Taimi mengatakan, ’At Thibbi seorang pendusta.’ Ibnu Hibban menilai, ’At Thibbi jelas² pendusta. Sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan.’ (Al Maudhu’at, 2/198).

Keterangan serupa juga disampaikan As Syaukani. Ketika menjelaskan status hadits ini, beliau mengatakan,

رواه ابن عدي عن عائشة مرفوعاً ولا يصح وفي إسناده : الكلبي كذاب

Hadits ini disebutkan oleh Ibn Adi dari A’isyah secara marfu’. Hadits ini tidak shahih, dalam sanadnya terdapat perawi bernama Al Kalbi, seorang pendusta. (Al Fawaid Al Majmu’ah 1/45).

Keterangan di atas, cukup bagi kita untuk menyimpulkan bahwa hadits di atas adalah hadits yang tidak bisa jadi dalil. Karena itu, tidak ada keutamaan khusus untuk puasa tarwiyah.

Bolehkah Puasa Tarwiyah?

Keterangan di atas tidaklah melarang kita untuk berpuasa di hari tarwiyah. Keterangan di atas hanyalah memberi kesimpulan bahwa tidak ada keutamaan khusus untuk puasa tarwiyah.

Kita tetap dianjurkan untuk memperbayak puasa selama tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah. Dan tentu saja, hari tarwiyah masuk di dalam rentang itu. Dari Ummul Mukminin, Hafshah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan Al Albani).

Demikian pula hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh).” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi).

Kemudian syariat memberikan keutamaan khusus untuk puasa tanggal 9 Dzulhijjah (hari arafah), dimana puasa pada hari ini akan menghapuskan dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang. Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده

“…puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad dan Muslim).

Namun keutamaan semacam ini tidak kita jumpai untuk puasa tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah). Karena hadits yang menyebutkan keutamaan puasa tariwiyah adalah hadis palsu.

Kesimpulannya, kita disyariatkan melaksanakan puasa tarwiyah, mengingat adanya anjuran memperbanyak puasa selama 9 hari pertama Dzulhijjah, namun kita tidak boleh meyakini ada keutamaan khusus untuk puasa di tanggal 8 Dzulhijjah..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang manfaat"

PUASA TARWIYAH DAN PUASA ARAFAH

06.29.00 Posted by Admin No comments




Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Insyaa Allah besok hari sabtu dan minggu yang bertepatan tanggal 10 dan 11 September 2016 (8 dan 9 Dzulhijjah 1437 H), Kita dianjurkan untuk menjalankan ibadah Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah.
Setelah melaksanakan ibadah sunnah di bulan Dzulhijjah berupa puasa, kita dianjurkan untuk melaksanakan sholat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah atau bertepatan dengan para jamaah haji melakukan Wukuf di Padang Arafah.

Puasa Arafah dan Tarwiyah sangat dianjurkan bagi yang tidak menjalankan ibadah haji di tanah suci.

PUASA ARAFAH
Adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi orang² yang tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa² lainnya.

Keutamaan puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda :

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, dan puasa Assyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lepas. (HR. Muslim)

Sementara puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu hadits yang artinya bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan hadits ini dhoif (kurang kuat riwayatnya) namun para 'ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dhoif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadha'ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.

Lagi pula hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa. Ibnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء

Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid). (HR Bukhari)

Puasa Arafah dan tarwiyah sangat dianjurkan untuk turut merasakan nikmat yang sedang dirasakan oleh para jama'ah haji sedang menjalankan ibadah di tanah suci.

Lafadz Niat Puasa Tarwiyah

نويت صوم ترويه سنة لله تعالى

Nawaitu shauma tarwiyah, sunnatal lillahi ta'ala..
"Saya niat puasa tarwiyah, sunnah karena Allah ta'ala"

Lafadz Niat Puasa Arafah

نويت صوم عرفة سنة لله تعالى

"Nawaitu shauma arafah, sunnatal lillahi ta'ala.."
"Saya niat puasa Arafah, sunnah karena Allah ta'ala"

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi: _Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.._

Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri, Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah SAW bersabda:
Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun. (HR Bukhari Muslim).

KEUTAMAAN PUASA TARWIYAH DAN AROFAH

Adapun keutamaan puasa sunah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan Arofah (9 Dzulhijjah) bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah haji berdasarkan beberapa hadist Nabi adalah:

1. Barang siapa yang menjalankan Puasa Tarwiyah akan dihapus dosa satu tahun silam yang telah terlewati.

2. Sedangkan yang berpuasa di hari arofah akan dihapus dosa dua tahun (1 tahun lalu dan 1 tahun yang akan datang)

3. Dan yang melaksanakan dua puasa ini akan dianugrahi oleh Allah SWT dengan 10 macam kemuliaan, yaitu:

• Allah akan memberi keberkahan pada umumnya.

• Allah akan menambahkan harta.

• Allah akan menjamin kehidupan rumah tangganya.

• Allah akan membersihkan dirinya dari segala dosa dan kesalahan yang telah lalu.

• Allah akan melipatgandakan amal dan ibadahnya.

• Allah akan memudahkan kematiannya.

• Allah akan menerangi kuburnya selama di alam Barzah.

• Allah akan memberatkan timbangan amal baiknya di Padang Mahsyar.

• Allah akan menyelamatkannya dari kejatuhan kedudukan di dunia ini.

• Allah akan menaikkan martabatnya di sisi Allah SWT.

Alangkah banyak keberkahan dan kebahagiaan yang Allah berikan bagi orang yang menjalankan puasa Tarwiyah dan Arofah. Semoga kita termasuk di dalamnya..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang manfaat"