Kamis, 08 Desember 2016

MENURUTI PERINTAH ORANG TUA

00.45.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Selama perintah orang tua dalam kebaikan dan bukan maksiat, maka seorang anak wajib menurut perintah tersebut.

Ingatlah selama mereka masih hidup, berbakti dan berbuat baik pada mereka merupakan jalan termudah menuju surga.

Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no.1900, Ibnu Majah no.3663 dan Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dari Humaid, ia menyatakan, ketika ibunya Iyas bin Mu’awiyah itu meninggal dunia, Iyas menangis. Ada yang bertanya padanya, “Kenapa engkau menangis?” Ia menjawab,

كَانَ لِي بَابَانِ مَفْتُوْحَانِ إِلَى الجَنَّةِ وَأُغْلِقَ أَحَدُهُمَا

“Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka menuju surga. Namun sekarang salah satunya telah tertutup.” (Al Birr li Ibnil Jauzi hlm.56. Dinukil dari Kitab min Akhbar As Salaf Ash-Shalih hlm.398)

Selama perintah dari orang tua bukan maksiat, maka tetap dituruti. Lihat contoh seorang tabi’in dan seorang sahabat Nabi di bawah ini..

‘Atha’ pernah ditanya oleh seseorang yang ibunya meminta padanya untuk shalat wajib dan puasa Ramadhan saja (tidak ada amalan sunnah), apakah perlu dituruti. ‘Atha’ mengatakan, “Iya tetap dituruti perintahnya tersebut.” (Al Birr li Ibnil Jauzi hlm.67. Dinukil dari Kitab min Akhbar As Salaf Ash Shalih hlm.398)

Usamah bin Zaid, seorang sahabat yang dirinya dan orang tuanya disayangi oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa ia memiliki seribu pohon kurma. Ia memang sengaja mempercantik atau merapikannya. Lalu ada yang berkata pada Usamah, kenapa bisa sampai lakukan seperti itu. Usamah menjawab bahwa ibunya sangat suka jika melihat keadaan kebun kurma itu indah, maka ia melakukannya. Apa saja hal dunia yang diminta oleh ibunya, ia pasti memenuhinya.  (Al Birr li Ibnil Jauzi hlm.225. Dinukil dari Kitab min Akhbar As Salaf Ash Shalih hlm.396)

Ingat hadits berikut..

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada ketaatan pada makhluk dalam bermaksiat pada Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Ahmad 1: 131. Syech Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Berarti kalau perintah orang tua bukan maksiat, maka tetap dituruti.

Semoga Allah Ta'alaa menjadikan kita semua seorang anak yang berbakti pada orang tua kita..

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

NASEHAT SALMAN PADA ABU DARDA': TUNAIKAN HAK ALLAH, HAK DIRIMU DAN KELUARGAMU

00.38.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Salman telah dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Abu Darda’. Suatu nasehat berharga yang disampaikan Salman pada Abu Darda’ dan wejangan ini di iyakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah supaya Abu Darda’ tidak hanya sibuk ibadah, sampai lupa istirahat dan melupakan keluarganya.

Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata,

آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ »

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (silaturahmi) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing² hak tersebut.“
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no.1968).

Beberapa faedah dari hadits di atas:
  1. Disyari’atkan mempersaudarakan sesama muslim karena Allah.
  2. Disunnahkan pula bertandang (silaturahmi) ke saudara muslim dan bermalam di sana.
  3. Bolehnya berbicara dengan wanita non mahram ketika ada hajat.
  4. Boleh bertanya perkara yang mengandung maslahat walaupun tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan orang yang bertanya.
  5. Sesama muslim hendaklah saling menasehati apalagi ketika melihat saudaranya keliru atau lalai dari ketaatan.
  6. Keutamaan shalat sunnah di akhir malam.
  7. Disunnahkan bagi istri untuk berhias diri bagi suaminya.
  8. Istri memiliki hak yang mesti dijalani suami yaitu hubungan interaksi yang baik, termasuk pula dalam hal hubungan intim, jatah istri pun mesti diberikan.
  9. Bolehnya melarang melakukan perkara sunnah jika sampai terjerumus dalam kekeliruan atau lalai melakukan hal yang wajib.
  10. Hadits ini menunjukkan larangan menyusah-nyusahkan (memberatkan) diri dalam ibadah.
  11. Bolehnya membatalkan puasa sunnah. Inilah pendapat jumhur (mayoritas ulama) dan tidak ada kewajiban qodho’ jika puasa tersebut ditinggalkan.


Demikian faedah yang ane ringkaskan dari penjelasan Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari.

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

DOA KETIKA MELIHAT YANG LAIN TERTIMPA MUSIBAH ATAU PENYAKIT

00.25.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Kalau ada orang yang tertimpa musibah apa pun, sakit berat, sampai pada musibah dalam hal agama, maka kita baiknya mengamalkan doa berikut agar tidak tertimpa cobaan sepertinya..

Dari Ibnu Umar, dari bapaknya ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى صَاحِبَ بَلاَءٍ فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى عَافَانِى مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِى عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً إِلاَّ عُوفِىَ مِنْ ذَلِكَ الْبَلاَءِ كَائِنًا مَا كَانَ مَا عَاشَ

“Siapa saja yang melihat yang lain tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan,

Alhamdulillahilladzi ‘aafaani mimmab talaaka bihi, wa faddhalanii ‘ala katsiirim mimman khalaqa tafdhilaa'..

Artinya:
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari musibah yang menimpamu dan benar² memuliakanku dari makhluk lainnya.."

Kalau kalimat itu diucapkan, maka ia akan diselamatkan dari musibah tersebut, musibah apa pun itu semasa ia hidup.” (HR. Tirmidzi no.3431, Ibnu Majah no.3892. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini dha’if dan penguatnya, syawahidnya juga dha’if. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dalam riwayat di atas ada kalimat lanjutan,

وَقَدْ رُوِىَ عَنْ أَبِى جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىٍّ أَنَّهُ قَالَ إِذَا رَأَى صَاحِبَ بَلاَءٍ فَتَعَوَّذَ مِنْهُ يَقُولُ ذَلِكَ فِى نَفْسِهِ وَلاَ يُسْمِعُ صَاحِبَ الْبَلاَءِ.

Diriwayatkan dari Abu Ja’far bin Ali bahwa ia berkata, “Jika ada yang melihat yang lainnya tertimpa musibah, maka memintalah perlindungan (pada Allah) darinya. Hendaklah ia mengucapkan bacaan tadi, namun jangan sampai didengar oleh orang yang tertimpa musibah.”

Penulis Tuhfatul Ahwadzi (9: 375), Syech Muhammad ‘Abdurrahman Al Mubarakfuri berkata bahwa maksud dari melihat yang lain yang tertimpa musibah, yaitu musibah yang menimpa badan seperti lepra, cebol (terlalu pendek), jangkung (terlalu tinggi), buta, pincang, tangan bengkok, dan semacamnya. Juga yang dimaksud adalah musibah yang menimpa agama seseorang, seperti kefasikan, kezaliman, terjerumus dalam bid’ah, kafir dan selainnya.

Diterangkan pula di halaman selanjutnya dalam kitab yang sama, baiknya doa tadi diucapkan lirih di hadapan orang yang tertimpa musibah dunia (seperti tertimpa penyakit), termasuk juga yang tertimpa musibah agama apalagi kalau ada dampak negatif jika diucapkan di hadapannya. Namun bisa jadi doa tadi dikeraskan di hadapan orang yang tertimpa musibah agama (orang fasik misalnya) agar melarang dari maksiat yang dilakukan sehingga ia bisa tercegah (sadar).

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang bermanfaat'..