Selasa, 25 April 2017

KALIMAT LUAR BIASA DIAJARKAN DARI ISRA MI'RAJ

17.19.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Pada malam Isra Mi’raj ada suatu kalimat yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mau tahu apa itu?

Dari Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِهِ مَرَّ عَلَى إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَنْ مَعَكَ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا مُحَمَّدٌ.فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيمُ مُرْ أُمَّتَكَ فَلْيُكْثِرُوا مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ فَإِنَّ تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ. قَالَ « وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ ». قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’, pernah melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Nabi Ibrahim ketika itu bertanya pada malaikat Jibril, “Siapa yang bersamamu wahai Jibril?” Ia menjawab, “Muhammad.” Ibrahim pun mengatakan pada Muhammad, “Perintahkanlah pada umatmu untuk membiasakan memperbanyak (bacaan dzikir) yang nantinya akan menjadi tanaman surga, tanahnya begitu subur, juga lahannya begitu luas.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa itu ghirosul jannah (tanaman surga)?” Ia menjawab, “Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah).” (HR. Ahmad 5: 418. Hadits ini secara sanad itu dha’if. Namun kata Syech Al Albani isi atau matan hadits itu shahih karena punya berbagai macam penguat. Al Isra wa Al Mi’raj karya Syech Muhammad Nashiruddin Al Albani hlm.107-108)

Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas:

• Peristiwa Isra Mi’raj benar adanya.

• Ketika melakukan isra, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu para nabi di antaranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

• Nabi Muhammad ketika melakukan Isra Mi’raj ditemani oleh malaikat Jibril.

• Umat Nabi Muhammad diajarkan oleh Nabi Ibrahim suatu kalimat yang menjadi tanaman di surga, menjadikan tanahnya di surga subur dan luas, yaitu kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah).

• Makna kalimat laa hawla quwwata illa billah menunjukkan sifat pasrah dan tawakal dalam hal menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan, semuanya dimudahkan hanya dengan pertolongan Allah.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

لاَ حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ

“Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”

Imam Nawawi menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim dan beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya.” (Syarh Shahih Muslim 17: 26-27)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

HARTA HARAM KARENA PEKERJAAN

17.10.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Harta haram sudah seharusnya dijauhi. Artinya, kita tidak boleh mencari pekerjaan dari usaha yang haram. Jika terlanjur memilikinya, harus dicuci atau dibersihkan dari harta yang halal. Adapun pembagian harta haram secara mudahnya dibagi menjadi harta haram karena zat (seperti daging babi) dan karena pekerjaan (seperti harta riba dari bunga bank).

Pembagian Harta Haram

Abul Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan,

Harta haram ada dua macam: (1). Haram karena sifat atau zatnya, (2). Haram karena pekerjaan atau usahanya.

Harta haram karena usaha seperti hasil kezholiman, transaksi riba dan maysir (judi).

Harta haram karena sifat (zat) seperti bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah.

Harta haram karena usaha lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara’ dalam menjauhinya. Oleh karenanya ulama salaf, mereka berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandung syubhat yang tumbuh dari pekerjaan yang kotor.

Adapun harta jenis berikutnya diharamkan karena sifat yaitu khobits (kotor). Untuk harta jenis ini, Allah telah membolehkan bagi kita makanan ahli kitab padahal ada kemungkinan penyembelihan ahli kitab tidaklah syar’i atau boleh jadi disembelih atas nama selain Allah. Jika ternyata terbukti bahwa hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, barulah terlarang hewan tersebut menurut pendapat terkuat di antara pendapat para ulama yang ada. Telah disebutkan dalam hadits yang shahih dari Aisyah,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ قَوْمٍ يَأْتُونَ بِاللَّحْمِ وَلَا يُدْرَى أَسَمَّوْا عَلَيْهِ أَمْ لَا ؟ فَقَالَ : سَمُّوا أَنْتُمْ وَكُلُوا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah nama Allah (ucapkanlah ‘bismillah’) lalu makanlah.” (Majmu’ Al Fatawa 21: 56-57)

Pencucian Harta Haram

Guru ane, Syech Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri (semoga Allah memberkahi umur beliau) menerangkan bahwa harta haram bisa dibagi menjadi tiga dan beliau menerangkan bagaimana pencucian harta tersebut sebagai berikut..

1. Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khomr, babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.

2. Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.

3. Harta yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah pencucian harta seperti ini disebut sedekah? Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika dinamakan sedekah, tetap tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no.224).

Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no.1014).

Kaedah dalam Harta Haram Secara Umum

Syech Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan:

1. Harta haram karena zatnya seperti harta rampasan atau curian, maka haram untuk menerima dan membelinya.

2. Harta haram secara umum seperti khomr (minuman keras), rokok atau semacam itu tidak boleh diterima dan tidak boleh dibeli. (Liqo Al Bab Al Maftuh no.151)

Kaedah dalam Harta Haram Karena Usaha (Pekerjaan)

Kaedah dalam memanfaatkan harta semacam ini (semisal harta riba) disampaikan oleh Syech Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,

أن ما حُرِّم لكسبه فهو حرام على الكاسب فقط، دون مَن أخذه منه بطريق مباح.

“Sesuatu yang diharamkan karena usahanya, maka ia haram bagi orang yang mengusahakannya saja, bukan pada yang lainnya yang mengambil dengan jalan yang mubah (boleh)” (Liqo Al Bab Al Maftuh no.2)

Contoh dari kaedah di atas:

1. Boleh menerima hadiah dari orang yang bermuamalah dengan riba. (Liqo Al Bab Al Maftuh no.2)

2. Boleh transaksi jual beli dengan orang yang bermuamalah dengan riba. (Liqo Al Bab Al Maftuh no.2)

3. Jika ada yang meninggal dunia dan penghasilannya dari riba, maka hartanya halal pada ahli warisnya. (Liqo Al Bab Al Maftuh no.10)

Contoh² di atas dibolehkan karena harta haram dari usaha tersebut diperoleh dengan cara yang halal yaitu melalui hadiah, jual beli dan pembagian waris.

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allahummak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa aghniniy bi fadhlika ‘amman siwaak..
[Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah aku dari yang Engkau haramkan. Cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dan jauhkan dari bergantung pada selain-Mu]. (HR. Tirmidzi no.3563 dan Ahmad 1: 153. Kata Tirmidzi, hadits ini hasan ghorib. Sebagaimana disebutkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1: 474, hadits ini hasan secara sanad)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..