Kamis, 04 Mei 2017

BANYAK BERPUASA DI BULAN SYA'BAN

01.24.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Alhamdulillah pada hari ini kita sudah berada pada tanggal 5 Sya’ban 1438 H. Namun kadang banyak kaum muslimin yang belum mengetahui amalan² apa saja yang ada di dalam bulan tersebut. Semoga dalam tausiah yang singkat ini, Allah memudahkan ane untuk membahas serba-serbi bulan Sya’ban yang Insyaa Allah bisa jadi ilmu dan amalan yang manfaat..

Keutamaan Bulan Sya’ban

Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan²nya selain di bulan Sya’ban”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.” (Lathoif Al Ma’arif 235)

Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban

Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban dibanding bulan² lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no.1969 dan Muslim no.1156)

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no.1970 dan Muslim no.1156)

Dalam lafazh Muslim, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no.1156)

Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,

أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?

Asy Syaukani mengatakan,  “Riwayat² ini bisa dikompromikan dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu” (seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya, sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh bulan.” (Nailul Author 7/148).

Jadi, yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah berpuasa di mayoritas harinya.

Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan Sya’ban?

An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. ”(Syarh Muslim 4/161)

Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)

Hikmah di Balik Puasa Sya’ban

1. Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Harom) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkala manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang² yang begitu lalai dari mengingat Allah (seperti ketika di pasar), maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang² lalai dari mengingat Allah.”

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban.  Jadi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan² sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya.

3. Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lathoif Al Ma’arif hal. 234-243)

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, dan semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut..

وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan² sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no.2506).

Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya (terkabulnya) do’a. (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syech Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

PANDUAN TAYAMUM (1): KAPAN KITA DIBOLEHKAN TAYAMUM

01.17.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Tayamum adalah di antara bentuk thoharoh (bersuci) sebagai pengganti wudhu dan mandi. Dalam beberapa bagian, Insyaa Allah ane akan mengkaji tahap demi tahap perihal tayamum. Kesempatan kali ini kita akan mengangkat bahasan berbagai sebab yang membolehkan kita bertayamum. Namun sebelum itu kita akan melihat alasan dibolehkannya tayamum.

Definisi Tayamum

Tayamum secara bahasa berarti Al qoshdu, yang artinya berniat atau bermaksud. Makna ini sebagaimana terdapat dalam ayat,

وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ

“Dan janganlah kamu (berniat) memilih yang buruk² lalu kamu menafkahkan dari padanya” (QS. Al Baqarah: 267)

Sedangkan secara istilah, tayamum bermaksud menggunakan sho’id (debu atau tanah) untuk mengusap wajah dan kedua telapak tangan dengan niat untuk melaksanakan shalat dan ibadah lainnya. (Fiqh Sunnah 1: 57)

Dalil Pensyariatan Tayamum

Tayamum dibolehkan ketika safar maupun ketika mukim. Dalil pensyariatannya adalah berdasarkan Al Qur’an, hadits dan ijma’ (kesepakatan para ulama). (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah 14: 248 dan Fiqh Sunnah 1: 57)

Dalil dari Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

وَإنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أو على سَفَرٍ أو جَاءَ أحَدٌ مِنْكُمْ من الغَائطِ أو لامَسْتُم النِّسَاءَ فلمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً فَامْسَحُوا بِوجُوهِكُمْ وَأيْديكمْ إنَّ اللَّهَ كَانَ عَفوَّاً غَفورَاً

“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), usaplah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An Nisa: 43)

Begitu pula firman Allah Ta’ala,

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً فَامْسَحُوا بِوجُوهِكمْ وَأيديكمْ منه

“Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al Maidah: 6)

Dalil dari hadits, yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

”Dianugerahkan untukku tanah sebagai masjid (tempat shalat) dan untuk bersuci.”
(HR. Bukhari no.438)

Para ulama pun sepakat bahwa tayamum disyari’atkan sebagai pengganti dari wudhu dan mandi dalam keadaan tertentu. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah 14: 248)

Kapan Dibolehkan untuk Tayamum?

Ada sebab utama yang membolehkan tayamum yaitu: (1). Karena tidak mendapati air, (2). Khawatir menggunakan air. (Ad Daroril Mudhiyyah 103)

Secara lebih lengkap sebab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

• Tidak ada air yaitu tidak ditemukan atau sumber air begitu jauh.

• Jika memiliki luka atau penyakit dan khawatir menggunakan air.

• Jika air sangat dingin dan sulit dipanaskan.

• Jika air diperlukan untuk minum dan khawatir kehausan. (Taisirul Fiqh 140)

Dalil bolehnya tayamum karena tidak mendapati air sudah diisyaratkan dalam ayat,

فلمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً

“Kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).” (QS. An Nisa: 43)

Sedangkan dalil bahwa tayamum dibolehkan ketika khawatir menggunakan air akan menimbulkan dhoror atau bahaya dapat dilihat dalam hadits berikut..

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ »

Dari Jabir, ia berkata, “Kami pernah keluar pada saat safar, lalu seseorang di antara kami ada yang terkena batu dan kepalanya terluka. Kemudian ia mimpi basah dan bertanya pada temannya, “Apakah aku mendapati keringanan untuk bertayamum?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati padamu adanya keringanan padahal engkau mampu menggunakan air.” Orang tersebut kemudian mandi (junub), lalu meninggal dunia. Ketika tiba dan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menceritakan kejadian orang yang mati tadi. Beliau lantas bersabda, “Mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Hendaklah mereka bertanya jika tidak punya ilmu karena obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukup baginya bertayamum dan mengusap lukanya.” (HR. Abu Daud no.336, Ibnu Majah no.572 dan Ahmad 1: 330. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan selain perkataan ‘cukup baginya bertayamum’)

Tayamum Pengganti Bersuci dengan Air

Perlu dipahami bahwa tayamum adalah pengganti bersuci dengan air ketika tidak mampu menggunakan air. Dengan tayamum seseorang boleh melakukan berbagai hal yang dibolehkan ketika bersuci dengan air seperti shalat, thowaf, membaca Al Qur’an dan selain itu. Karena Allah Ta’ala telah menjadikan debu (atau segala hal di permuakaan bumi) itu suci dan mensucikan sebagaimana air pun demikian. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا

“Dan dijadikan debunya untuk kami sebagai alat untuk bersuci.” (HR. Muslim no.522). (Al Mulakhoshul Fiqhiy 1: 70)

Pembahasan di atas masih berlanjut pada debu yang digunakan untuk tayamum, tata cara tayamum dan bahasan tambahan lainnya. Semoga Allah memberikan kemudahan..

Bersambung Insyaa Allah..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..