Minggu, 04 September 2016

HUKUM DAN ADAB YANG TERKAIT DENGAN ORANG YANG BERQURBAN

23.19.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Besok hari sabtu tanggal 3 September 2016 dalam kalender islam sudah masuk 1 Dzulhijjah 2016.
Berikut akan ane jelaskan mengenai Hukum dan adab berqurban..

Hukum dan Adab Yang Terkait Dengan Orang Yang Mau Berqurban :

1. Syariat berqurban adalah umum, mencakup lelaki, wanita, yang telah berkeluarga, lajang dari kalangan kaum muslimin, karena dalil-dalil yang ada adalah umum.

2. Diperbolehkan berqurban dari harta anak yatim bila secara kebiasaan mereka menghendakinya. Artinya, bila tidak disembelihkan qurban, mereka akan bersedih tidak bisa makan daging qurban sebagaimana anak² sebayanya. (Asy Syarhul Mumti’ 3/427)

3. Diperbolehkan bagi seseorang berhutang untuk berqurban bila dia mampu untuk membayarnya. Sebab berqurban adalah sunnah dan upaya menghidupkan syi’ar Islam. (Syarh Bulugh, 6/84)

Al Lajnah Ad Da`imah juga mempunyai fatwa tentang diperbolehkannya menyembelih qurban walaupun belum dibayar harganya. (Fatawa Al Lajnah 11/411 no.11698)

4. Dipersyaratkan hewan tersebut adalah miliknya dengan cara membeli atau yang lainnya. Adapun bila hewan tersebut hasil curian atau ghashab lalu dia sembelih sebagai qurbannya, maka tidak sah.

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ‏‎ ‎إلاَّ طَيِّبًا

“Sesungguhnya Allah itu Dzat yang baik tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no.1015 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Begitu pula bila dia menyembelih hewan orang lain untuk dirinya, seperti hewan gadaian, maka tidak sah.

5. Bila dia mati setelah men-ta’yin hewan qurbannya, maka hewan tersebut tidak boleh dijual untuk menutupi hutangnya. Namun hewan tersebut tetap disembelih oleh ahli warisnya.

6. Disunnahkan baginya untuk menyembelih qurban dengan tangannya sendiri dan diperbolehkan bagi dia untuk mewakilkannya. Keduanya pernah dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits:

ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

“Rasulullah menyembelih kedua (kambing tersebut) dengan tangannya.” (HR. Al Bukhari no.5565 dan Muslim no.1966)

Juga hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang telah lewat, di mana beliau diperintah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menangani unta-untanya.

Disunnatkan baginya agar menyembelih sendiri binatang qurbannya. Dan kalau bukan dia yang melakukan, karena uzur atau lainnya, maka hendaklah menyaksikan penyembelihannya. Karena, menurut riwayat al-Hakkn (4/222) dengan isnad shahih:

 اَنَّهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِفَطِمَةَ رَضِى اللهُ عَنْهَا: قُوْمِى اِلَى اُضْحِيَتِكَ فَاشْهَدِيَهَا فَاِنَّهُ بِاَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهَا يَغْفِرُلَكَ مَاسَلَفَ مِنْ ذُنُوبِكِ، قَالَتْ: يَارَسُوْلُ اللهِ، هَذَا لَنَا اَهْلِ الْبَيْتِ خَاصَّةً، اَوْلَنَا وَلِلْمُسْلِميْنَ عَامَّةً، قَالَ بَلْ لَنَا وَلِلْمُسْلِميْنَ عَامَّةً

Bahwasanya Nabi SAW berkata kepada Fathimah RA:
"Berdirilah kamu wahai fatimah di sisi binatang kurbanmu lalu saksikanlah (penyembelihan) nya. Karena sesungguhnya, dengan tetesan pertama dari darahnya, kamu mendapat ampunan atas dosa-dosamu yang telah lewat." Fathimah Hartanya: "Ya Rasul Allah, apakah ini khusus bagi kami Ahlulbait, ataukah bagi kita dan kaum muslimin seluruhnya?" Jawab Rasub "Bahkan bagi kaum muslimin lain nya"

7. Disyariatkan bagi orang yang berqurban bila telah masuk bulan Dzulhijjah untuk tidak memotong rambut dan kukunya hingga hewan qurbannya disembelih.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ‏‎ ‎أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ‏‎ ‎يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ‏‎ ‎أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى‎ ‎يُضَحِّيَ

“Apabila telah masuk 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang kalian hendak berqurban, maka janganlah dia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga dia menyembelih qurbannya.” (HR. Muslim no.1977)

Dalam lafadz lain:

وَلاَ بَشَرَتِهِ

“Tidak pula kulitnya.”

Larangan dalam hadits ini ditujukan kepada pihak yang berqurban, bukan pada hewannya. Sebab mengambil bulu hewan tersebut untuk kemanfaatannya diperbolehkan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.

Juga, dhamir (kata ganti) هِ‏‎ pada hadits di atas kembali kepada orang yang hendak berqurban. Larangan dalam hadits ini ditujukan khusus untuk orang yang berqurban.

Adapun keluarganya atau pihak yang disertakan, tidak mengapa mengambil kulit, rambut dan kukunya. Sebab, yang disebut dalam hadits ini adalah yang berqurban saja.

• Bila dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya sebelum hewannya disembelih, maka qurbannya sah, namun berdosa bila dia lakukan dengan sengaja. Tetapi bila dia lupa atau tidak sengaja maka tidak mengapa.

• Bila dia baru mampu berqurban di pertengahan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka keharaman ini berlaku saat dia niat dan ta’yin qurbannya.

• Orang yang mewakili penyembelihan hewan qurban orang lain, tidak terkena larangan di atas.

• Larangan di atas dikecualikan bila terjadi sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya..

8. Disyariatkan untuk memakan sebagian dari hewan qurban tersebut. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَكُلُوا مِنْهَا

“Maka makanlah sebagian darinya.” (Al-Hajj: 28)

Juga tindakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memakan sebagian dari hewan qurbannya.

9. Diperbolehkan menyimpan daging qurban tersebut walau lebih dari tiga hari. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ‏‎ ‎ادِّخَارِ لُحُوْمِ اْلأَضَاحِي‎ ‎فَوْقَ ثَلاَثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا‎ ‎بَدَا لَكُمْ

“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR. Muslim no.1977 dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu)

10. Disyariatkan untuk menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ‏‎ ‎الْفَقِيْرَ

“Berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj: 28)

Juga firman-Nya:

وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ‏‎ ‎وَالْمُعْتَرَّ

“Beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj: 36)

Yang dimaksud dengan ‎الْبَائِسَ الْفَقِيْرَ adalah orang faqir yang menjaga kehormatan dirinya tidak mengemis padahal dia sangat butuh. Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid.

Adapun yang dimaksud dengan ‎الْقَانِعَ adalah orang yang meminta-minta daging qurban. Sedangkan الْمُعْتَرَّ adalah orang yang tidak meminta-minta daging, namun dia mengharapkannya. Demikian penjelasan Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu.

11. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin.

12. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kafir sebagai hadiah dan upaya melembutkan hati. Sebab qurban adalah seperti shadaqah sunnah yang dapat diberikan kepada orang kafir. Adapun shadaqah wajib seperti zakat, maka tidak boleh diberikan kepada orang kafir.

Dan yang dimaksud dengan kafir di sini adalah selain kafir harbi. Al-Lajnah Ad-Da`imah mengeluarkan fatwa tentang hal ini (11/424-425, no. 1997).

13. Diperbolehkan membagikan daging qurban dalam keadaan mentah ataupun masak. Diperbolehkan pula mematahkan tulang hewan tersebut.

"Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang manfaat"

SEMANGAT KENDOR DALAM IBADAH

23.07.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum, Pagi Akhi Ukhti'..

Setiap orang kadang mengalami pasang surut dalam ibadah, sebagaimana pula dalam belajar. Itu memang suatu yang sifatnya naluri.

Namun sebaik-baik orang adalah yang pasang surutnya masih dalam koridor yang dibenarkan Islam. Apalagi dalam hal mempelajari Islam, setiap orang tidak boleh jauh dari belajar. Karena besarnya keutamaan di balik menuntut ilmu, baik dengan belajar kepada guru secara langsung, dengan menghafal Al Qur’an maupun dengan rajin dan giat membaca maupun menulis.

Setiap Orang Bisa Futur (Kendor Semangat)

عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا وَيَحْيَى بْنُ جَعْدَةَ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ الرَّسُولِ قَالَ ذَكَرُوا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَوْلاَةً لِبَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ إِنَّهَا قَامَتِ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ. قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَكِنِّى أَنَا أَنَامُ وَأُصَلِّى وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ فَمَنِ اقْتَدَى بِى فَهُوَ مِنِّى وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ثُمَّ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى بِدْعَةٍ فَقَدْ ضَلَّ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدِ اهْتَدَى »

Dari Mujahid, ia berkata, aku dan Yahya bin Ja’dah pernah menemui salah seorang Anshor yang merupakan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, para sahabat Rasul membicarakan bekas budak milik Bani ‘Abdul Muthollib. Ia berkata bahwa ia biasa shalat malam (tanpa tidur) dan biasa berpuasa (setiap hari tanpa ada waktu luang untuk tidak puasa). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Akan tetapi aku tidur dan aku shalat malam. Aku pun puasa, namun ada waktu bagiku untuk tidak berpuasa. Siapa yang mencontohiku, maka ia termasuk golonganku. Siapa yang benci terhadap ajaranku, maka ia bukan termasuk golonganku. Setiap amal itu ada masa semangat dan ada masa malasnya. Siapa yang rasa malasnya malah menjerumuskan pada bid’ah, maka ia sungguh telah sesat. Namun siapa yang rasa malasnya masih di atas ajaran Rasul, maka dialah yang mendapat petunjuk.” (HR. Ahmad 5: 409).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ قُرَيْشٍ فَكَانَ لاَ يَأْتِيهَا كَانَ يَشْغَلُهُ الصَّوْمُ وَالصَّلاَةُ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « صُمْ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ». قَالَ إِنِّى أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَمَا زَالَ بِهِ حَتَّى قَالَ لَهُ « صُمْ يَوْماً وَأَفْطِرْ يَوْماً ». وَقَالَ لَهُ « اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى كُلِّ شَهْرٍ ». قَالَ إِنِّى أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ « اقْرَأْهُ فِى كُلِّ خَمْسَ عَشْرَةَ ». قَالَ إِنِّى أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ « اقْرَأْهُ فِى كُلِّ سَبْعٍ ». حَتَّى قَالَ « اقْرَأْهُ فِى كُلِّ ثَلاَثٍ ». وَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى سُنَّتِى فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ »

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa ia telah menikahi wanita dari Quraisy, namun ia tidaklah mendatanginya (menyetubuhinya) karena sibuk puasa dan shalat (malam). Lalu ia menceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, “Berpuasalah setiap bulannya selama tiga hari.” “Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Lalu ia terus menjawab yang sama sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan padanya, “Puasalah sehari dan tidak berpuasa sehari.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata padanya, “Khatamkanlah Al Qur’an dalam sebulan sekali.” “Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Kalau begitu kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Khatamkanlah Al Qur’an setiap 15 hari.” “Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Kalau begitu kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Khatamkanlah Al Qur’an setiap 7 hari.” Lalu ia terus menjawab yang sama sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Khatamkanlah setiap 3 hari.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Ingatlah setiap amalan itu ada masa semangatnya. Siapa yang semangatnya dalam koridor ajaranku, maka ia sungguh beruntung. Namun siapa yang sampai futur (malas) hingga keluar dari ajaranku, maka dialah yang binasa.” (HR. Ahmad 2: 188. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, demikian kata Syech Syu’aib Al Arnauth)

عَنْ جَعْدَةَ بن هُبَيْرَةَ ، قَالَ : ذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْلًى لِبَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يُصَلِّي وَلا يَنَامُ ، وَيَصُومُ وَلا يُفْطِرُ ، فَقَالَ : ” أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ ، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَلِكُلِّ عَمِلٍ شِرَّةٌ ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ ، فَمَنْ يَكُنْ فَتْرَتُهُ إِلَى السُّنَّةِ ، فَقَدِ اهْتَدَى ، وَمَنْ يَكُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ ، فَقَدْ ضَلَّ “.

Dari Ja’dah bin Hubairah, ia berkata bahwa disebutkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai bekas budak milik Bani ‘Abdul Muthollib, ia shalat (malam) namun tidak tidur. Ia puasa setiap hari, tidak ada waktu kosong untuk tidak puasa. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku sendiri shalat (malam) namun aku tetap tidur. Aku puasa, namun lain waktu aku tidak berpuasa. Ingatlah, setiap amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu pasti ada masa futur (malasnya). Barangsiapa yang kemalasannya masih dalam sunnah (petunjuk) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, maka dia berada dalam petunjuk. Namun barangsiapa yang keluar dari petunjuk tersebut, sungguh dia telah menyimpang.” (HR. Thobroni dalam Al Mu’jam Al Kabir 2: 284. Ja’dah bin Hubairah dalam riwayat ini diperselisihkan apakah ia seorang sahabat. Riwayat ini mursal sebagaimana ta’liq atau komentar Syech Syu’aib Al Arnauth dalam musnad Imam Ahmad 5: 409)

Beberapa riwayat di atas menunjukkan bahwa setiap orang akan semangat dalam sesuatu, dan waktu ia kendor semangatnya.
Dan di antara sebab mudah futur (malas dalam ibadah) adalah karena terlalu berlebihan dalam suatu amalan. Sehingga sikap yang bagus adalah pertengahan dalam amalan atau belajar, tidak meremehkan dan tidak berlebihan.

Semoga Allah senantiasa memberikan kita semangat untuk tetap istiqamah beribadah kepada-Nya..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..


Wallahu Waliyyut Taufiq'..
Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

CEMBURU PADA REZEKI ORANG

22.47.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Sore Akhi Ukhti'..
Sambil nunggu waktu magrib, ane mau sedikit ngasih bahan renungan aje ini soal Cemburu pada rezeki orang..

Sebenernya kita ga perlu cemburu pada rezeki orang karena rezeki kita masing² sudah dibagi dengan begitu adilnya oleh Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. ” (QS. Az-Zukhruf: 32)

Allah membagi rezeki itu begitu adil. Kenapa kita mesti cemburu pada rezeki orang lain?

Imam Ghazali rahimahullah menyebutkan fawaid dari nasihat Hatim Al-Asham:
Aku melihat manusia saling mencela dan saling membicarakan jelek (ghibah) satu dan lainnya. Aku dapati bahwa itu termasuk HASAD (cemburu atau iri) dalam harta, kedudukan dan pengetahuan.
Aku kemudian renungkan firman Allah Ta’ala (yang artinya),
 “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS. Az-Zukhruf: 32)

Aku sadari bahwa pembagian tersebut sudah ditentukan oleh Allah sejak takdir yang dahulu ada.
Kenapa aku mesti HASAD (cemburu) pada rezeki orang lain?
Itulah yang membuatku tetap ridho pada pembagian Allah.
(Dinukil dari kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al Ghazali hlm.57)

Wallahu waliyyut taufiq..

Semoga kita semua selalu diberi taufik untuk mengimani takdir dengan benar..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat"

KAITAN IKHLAS DENGAN MUDAH MENJAWAB PERTANYAAN KUBUR

22.43.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Siang Akhi Ukhti'..

Untuk tauziah siang ini ane akan ngejelasin kaitan nye ikhlas dan mudah menjawab pertanyaan kubur. Sebenernye ape sich kaitan nye Ikhlas itu dengan mudah nye ngejawab pertanyaan kubur, berikut penjabaran nye..

Akhi Ukhti, Amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah itulah yang diperintahkan.
Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Dari ‘Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari no.1, Muslim no.1907)

Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’ yang merupakan lawan dari ikhlas dalam firman-Nya,

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ

“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az-Zumar: 65)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Allah Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya) dan perbuatan syiriknya.” (HR. Muslim no.2985)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas) adalah amalan batil yang tidak berpahala apa², bahkan ia akan mendapatkan dosa.” (Syarh Shahih Muslim 18: 96)

Adapun buah dari keikhlasan akan membuat amalan itu langgeng, alias istiqamah. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَمَا لاَ يَكُوْنُ لَهُ لاَ يَنْفَعُ وَلاَ يَدُوْمُ

“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.”  (Dar’ At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql 2: 188).

Para ulama juga memiliki istilah lain,

مَا كَانَ للهِ يَبْقَى

“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”

Ada juga perkataan dari Imam Malik di mana para ulama menyebutkan bahwa Imam Ibnu Abi Dzi’bi yang semasa dan senegeri dengan Imam Malik pernah menulis kitab yang lebih besar dari Muwatho’. Karena demikian, Imam Malik pernah ditanya, “Apa faedahnya engkau menulis kitab yang sama seperti itu?” Jawaban beliau, “Sesuatu yang ikhlas karena Allah, pasti akan lebih langgeng.” (Ar Risalah Al Mustathrofah hal. 9. Dinukil dari Muwatho’ Imam Malik 3: 521).

Allah Ta’ala berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang² yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang² yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut..

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )

Dari Al-Bara’ bin ‘Azib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, ia akan berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: ‘Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.’ ” (HR. Bukhari no.4699)

Menurut salah satu penafsiran dalam ayat di atas, Allah akan meneguhkan orang beriman di dunia selama ia hidup dan di akhirat ketika ditanya di dalam kubur. [Zaad Al-Masiir (4: 361) karya Ibnul Jauzi]

Bukti di alam kubur, ahli ikhlas dan orang yang kuat imannya akan mudah menjawab pertanyaan kubur adalah riwayat berikut..

Al Mas’udi berkata, dari ‘Abdullah bin Mukhariq, dari bapaknya, dari ‘Abdullah, ia berkata,  “Sesungguhnya seorang mukmin jika meninggal dunia, ia akan didudukkan di kuburnya. Ia akan ditanya, ‘Siapa Rabbmu?’, ‘Apa agamamu?’, ‘Siapa nabimu?’. Allah akan menguatkan orang beriman itu untuk menjawab. Ia akan menjawab, ‘Rabbku Allah, agamaku Islam, nabiku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lantas ‘Abdullah membacakan firman Allah surat Ibrahim ayat 27.” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dan ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam As Sunnah no.1426, Al Baihaqi dalam ‘Adzab Al-Qabr, no. 9. Semuanya dari jalur Al Mas’udi dengan sanad yang hasan. [Tafsir Al Qur’an Al-‘Azhim 4: 612]

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua keikhlasan dan mudah menjawab pertanyaan kubur..

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"

MANFAAT TEMAN YANG BAIK

22.39.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Pagi Akhi Ukhti'..
Ga terasa, group majelis ilmu yang baru seumur jagung ini, sudah semakin banyak jemaah nye..
Mudah²an tujuan pokok dari di bentuknya ini group, yaitu sebagai media untuk menambah ilmu dan amalan soal agama serta memperbanyak silaturahmi,
Bisa Allah kasih tercapai..
Ane berharap dengan adanya ini group pula kita bisa menjadi banyak temen dan sodara..
Ga ada ruginye bila kita punya banyak temen..

Akhi Ukhti, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita memiliki teman yang baik. Apa saja manfaatnya?

Allah Ta’ala berfirman,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang² yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya.”  (QS. Al-Kahfi: 28)

Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud no. 4833; Tirmidzi no. 2378; dan Ahmad 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Imam Al Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang² yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)

Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab,
الصَّاحِبُ سَاحِبٌ

“Yang namanya sahabat bisa menarik (mempengaruhi).”

Ahli hikmah juga menuturkan,

يُظَنُّ بِالمرْءِ مَا يُظَنُّ بِقَرِيْنِهِ

“Seseorang itu bisa dinilai dari orang yang jadi teman dekatnya.”

Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang shalih.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ

“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.” (Siyar A’lam An- Nubala’, 8: 435)

Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang shalih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang² shalih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang² shalih lainnya.

‘Abdullah bin Al-Mubarak mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”

Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Ta’thir Al-Anfas min Hadits Al Ikhlas hlm. 466)

Manfaat Berteman Dengan Orang Shalih

1. Dia akan mengingatkan kita untuk beramal shalih, juga saat terjatuh dalam kesalahan.

Yang menjadi dalil teman shalih akan selalu mendukung kita dalam kebaikan dan mengingatkan kita dari kesalahan, lihat kisah persaudaraan Salman dan Abu Darda’ berikut..

Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya,

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ

“Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“

Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968).

2. Dia akan mendoakan kita dalam kebaikan.

Dari Shafwan bin ‘Abdillah bin Shafwan, istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid Darda’, beliau mengatakan,
“Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummu Ad-Darda’ (ibu mertua Shafwan) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abu Ad-Darda’ (bapak mertua Shafwan). Ummu Ad-Darda’ berkata, “Apakah engkau ingin berhaji tahun ini?” Aku (Shafwan) berkata, “Iya.”
Ummu Darda’ pun mengatakan, “Kalau begitu do’akanlah kebaikan pada kami karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,”

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin.. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”
Shafwan pun mengatakan, “Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 2733)

Saat kita tasyahud, kita seringkali membaca bacaan berikut,

السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

“Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibadillahish shalihiin (artinya: salam untuk kami dan juga untuk hamba Allah yang shalih).”

Disebutkan dalam lanjutan hadits,

فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِى السَّمَاءِ وَالأَرْضِ

“Jika kalian mengucapkan seperti itu, maka doa tadi akan tertuju pada setiap hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi.” (HR. Bukhari no. 831 dan Muslim no. 402).

Shalihin adalah bentuk plural dari shalih. Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti,

الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته

“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat.” (Fath Al-Bari 2: 314).

3. Teman dekat yang baik akan dibangkitkan bersama kita pada hari kiamat.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قِيلَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الرَّجُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ قَالَ « الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ »

“Ada yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari no. 6170 dan Muslim no. 2640)

Semoga Allah memberikan kita teman yang shalih di dunia dan akhirat..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin'..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan bahan renungan yang manfaat"