Minggu, 15 Januari 2017

HUKUM AL FATIHAH (1): BASMALAH BAGIAN DARI AL FATIHAH ATAU BUKAN?

01.35.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Pembahasan bagian pertama dari Hukum Al Fatihah, ane akan menjelaskan apakah basmalah bagian dari Al Fatihah ataukah bukan?

Para ulama sepakat bahwa basmalah adalah bagian dari ayat Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala,

إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An Naml: 30).

Namun ada para ulama yang berselisih pendapat juga dalam masalah apakah basmalah (bismillahirrahmanirrahim) merupakan bagian dari Al Fatihah ataukah bukan, juga apakah bagian dari surat lainnya.

Menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanafiyah, pendapat yang paling shahih dalam madzhab Hambali, dan menjadi pendapat kebanyakan fuqaha, basmalah bukanlah bagian dari AlFatihah dan bukan bagian dari awal surat apa pun dalam Al Qur’an. Namun basmalah adalah ayat yang ada dalam Al Qur’an. Fungsi basmalah adalah untuk memisah satu surat dan lainnya. Basmalah disebut di awal surat Al Fatihah.

Dalil bahwasanya basmalah bukan bagian dari Al Fatihah. Dalam hadits qudsi dari sahabat Abu Hurairah,

« قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ ».

“Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan 'ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”  (HR. Muslim no.395).

Dalam hadits di atas surat Al Fatihah dimulai dari “Alhamdulilah lillahi rabbil ‘alamiin”. Ini menunjukkan bahwa bismillahirrahmanirrahim bukan ayat pertama dari Al Fatihah. Seandainya merupakan bagian dari Al Fatihah, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan sebutkan dalam hadits di atas. Alasan lainnya, kalau basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, paslah di tengah surat itu adalah iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.

Sedangkan menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Malikiyyah, basmalah bukan bagian dari ayat Al Qur’an kecuali pada surat An Naml.

Menurut Imam Ahmad sendiri, basmalah adalah bagian dari Al Fatihah. Karena alasannya, para sahabat menetapkan dalam mushaf. Abu Hurairah juga pernah membaca Al Fatihah dimulai dari bismillahirrahmanirrahim.

Ibnul Mubarak sampai² mengatakan, “Siapa yang meninggalkan bismillahirrahmanirrahim, maka ia meninggalkan 113 ayat (surat).”

Dalam pendapat lain dari Imam Ahmad, basmalah adalah ayat tersendiri. Basmalah diturunkan di antara dua surat sebagai pemisah.

Adapun dalam madzhab Syafi’i,mereka menganggap bahwa basmalah adalah ayat sempurna dari Al Fatihah dan dari setiap surat.

Namun para ulama empat madzhab menyatakan bahwa siapa yang tidak menyetujui kalau Al Fatihah itu bagian dari awal² surat, maka ia tidak dianggap kafir. Karena ada perbedaan di atas yang telah disebutkan. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah 8: 83-85)

Namun meskipun demikian, tetapi di mushaf Al Qur’an yang tersebar di negeri kita nampak bahwa basmalah tetap dianggap ayat pertama. Hal ini menunjukkan bahwa para ulama yang menyusun mushaf Al Qur’an tidak terlalu mempermasalahkan besar perkara ini.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Saadad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

SUAMI MALAS BEKERJA

01.25.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ada suami yang terlihat malas kerja, namun malah istri yang rajin kerja di pasar. Suami tidak memberi nafkah sama sekali pada keluarganya, padahal ia mampu untuk bekerja.

Suami Wajib Mencari Nafkah

Perlu diketahui bahwa suami memberikan nafkah untuk istri dan anak. Nafkah pada istri ini wajib didahulukan dari nafkah pada kerabat lainnya. Nafkah pada orang tua dan kerabat barulah diwajibkan ketika mereka miskin dan tidak punya harta.
Adapun urutan mendahulukan nafkah pada istri daripada kerabat lainnya tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Hal ini disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam..

ففي صحيح مسلم (997) عَنْ جَابِرٍ أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ

Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mulailah dari dirimu sendiri. Sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya dari itu untuk keluargamu (anak dan istrimu). Selebihnya lagi dari itu untuk kerabat dekatmu. Selebihnya lagi dari itu untuk tujuan ini dan itu yang ada di hadapanmu, yang ada di kanan dan kirimu.” (HR. Muslim no.997).

Imam Nawawi menerangkan bahwa ada beberapa faedah dari hadits ini:

Hendaklah memulai memberi nafkah dari urutan yang disebutkan di atas.
Jika kebutuhan dan keperluan saling bertabrakan, maka dahulukan mana yang lebih penting dari yang lainnya.
Yang afdhal untuk sedekah sunnah adalah disalurkan untuk jalan kebaikan dilihat dari maslahat. (Syarh Shahih Muslim 7: 83)

Berdosa Jika Suami Enggan Mencari Nafkah

Iya, jelas berdosa..

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ ».

Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang cukup dikatakan berdosa jika ia melalaikan orang yang ia wajib beri nafkah.” (HR. Abu Daud no.1692. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Keliru Jika Suami Malas Kerja dan Cuma Pasrah (Tawakkal)

Allah memang yang memberi rizki sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6).

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, “Namun hal ini bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha dan bersandar pada apa yang diperoleh makhluk lainnya. Meninggalkan usaha sangat bertentangan dengan tawakkal itu sendiri.” (Fath Al Bari 11: 305).

Imam Ahmad pernah ditanyakan mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Orang yang duduk² tersebut pernah berkata, ”Aku tidak mengerjakan apa². Rizkiku pasti akan datang sendiri.”

Imam Ahmad lantas mengatakan, ”Orang ini sungguh bodoh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,

إِنَّ اللَّه جَعَلَ رِزْقِي تَحْت ظِلّ رُمْحِي

“Allah menjadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku.” (HR. Ahmad dari Ibnu Umar. Sanad hadits ini shahih sebagaimana disebutkan Al ‘Iroqi dalam Takhrij Ahaditsil Ihya no.1581. Dalam Shahih Al Jaami’ no.2831, Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seandainya kalian betul² bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”.

Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. Para sahabat pun berdagang. Mereka pun mengolah kurma. Yang patut dijadikan qudwah (teladan) adalah mereka (yaitu para sahabat).” (Fath Al Bari 11: 305)

Ingat, Mencari Nafkah itu Berpahala

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi).” (HR. Muslim no.995).

Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”.

Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhol dari sedekah yang hukumnya sunnah”.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Saadad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..