Jumat, 03 Maret 2017

KAFARAH MENYETUBUHI WANITA HAID

14.15.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apa ada kafarah atau tebusan karena menyetubuhi wanita saat haid?

Haram Berhubungan Intim Dengan Wanita Haid

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ah Al Fatawa 21: 624)

Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al Baqarah: 222).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi no.135, Ibnu Majah no.639, Abu Daud no.3904. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Adakah Kafarah?

Mengenai kafarah bagi yang menyetubuhi wanita haid terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama.

Ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa menyetubuhi wanita haid di kemaluan termasuk dosa besar jika dilakukan dengan sengaja, atas pilihan sendiri, dan dalam keadaan punya ilmu akan haramnya. Jika ada yang menganggap halal perbuatan tersebut dihukumi kafir.

Sedangkan ulama Hanafiyah menyatakan tidak kafir karena pengharamannya untuk sesuatu yang lain.

Ulama Hanabilah menyatakan bahwa kafarahnya adalah dengan menunaikan setengah dinar emas.

Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa kafarahnya hendaknya dengan bersedekah satu dinar jika jima’ (hubungan intim) dilakukan di awal haid. Namun jika dilakukan di akhir haid, kafarahnya adalah setengah dinar.

Sedangkan ulama Malikiyah berpendapat dalam masalah ini tidak ada kafarah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah 18: 324-325)

Syech Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim hafizahullah menyatakan bahwa yang tepat tidak ada kafarah. Adapun hadits Ibnu ‘Abbas yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan adanya kafarah bagi yang menyetubuhi istrinya di masa haidh dengan sedekah satu atau separuh dinar, yang tepat haditsnya itu dha’if. Hukum asal untuk harta muslim haram untuk kita ambil. Harta tersebut hanya boleh diambil jika ada dalil. (Shahih Fiqh As Sunnah 1: 212)

Kesimpulannya, Menyetubuhi wanita saat haid termasuk dosa besar jika dilakukan dengan sengaja, atas pilihan sendiri dan dalam keadaan punya ilmu akan haramnya. Namun untuk perbuatan ini tidak ada kafarah, yang ada adalah bertaubat dengan taubatan nasuhah (taubat yang tulus) dan tidak mengulanginya lagi.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

BERHENTI HAID BELUM MANDI SUDAH BERHUBUNGAN ISTRI

07.13.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apa dalilnya kenapa wanita haid baru boleh disetubuhi setelah mandi?

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

“Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.”
(QS. Al Baqarah: 222)

Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah menyatakan bahwa para ulama sepakat, diharamkan bagi suami menyetubuhi istrinya setelah darah haid wanita tersebut berhenti sampai ia bersuci. Para ulama berselisih pendapat mengenai makna bersuci di sini. Ada yang menganggap yang dimaksud adalah mandi dengan air. Sehingga maknanya, barulah halal menyetubuhi jika istri sudah mandi dengan menyiramkan air pada seluruh badan. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wudhu untuk shalat. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mencuci kemaluan. Artinya, jika sudah mencuci kemaluan, boleh disetubuhi. (Tafsir Ath Thabari 2: 510-511)

Dalam Ensiklopedia Fiqih disebutkan bahwa mayoritas fuqaha Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah berpendapat tidak halal bersetubuh dengan wanita haid sampai wanita haid itu suci (darahnya berhenti), lalu ia mandi. Tidak boleh menyetubuhinya sebelum ia mandi. Para ulama tersebut berpandangan bahwa Allah memberikan dua syarat untuk menyetubuhi wanita haid setelah ia suci yaitu darah haid nya berhenti lalu ia mandi. Ulama Malikiyyah berpandangan bahwa tidak cukup dengan tayamum karena uzur setelah darah tersebut berhenti untuk halal lagi disetubuhi. Namun dipersyaratkan harus mandi lebih dahulu barulah halal disetubuhi. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah 18: 325)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Hadats haid yang terdapat pada wanita haid menyebabkan ia tidak boleh disetubuhi. Hadats haid tersebut barulah hilang jika mandi (setelah darah berhenti). Hal ini berbeda dengan hadats pada orang yang junub. Orang yang junub tidaklah dilarang bersetubuh. Larangan tersebut sama sekali tidak ada pada orang yang junub.” (Badai’ Al Fawaidh dinukil dari Al Furuq Al Fiqhiyyah 1: 425).

Kesimpulannya,bagi suami jika ingin berhubungan intim dengan istri yang baru suci haid, diperintahkan pada istri untuk mandi lebih dahulu barulah boleh berhubungan intim atau bersetubuh dengan suami.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

SHOLAT MENGHAPUS DOSA MASA LALU

06.53.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ajaran Islam menempatkan sholat lima waktu sebagai sebuah ibadah mahdhoh (ritual) yang memiliki keistimewaan. Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menerima perintah sholat lima waktu dari Allah subhaanahu wa ta’aala dengan cara yang juga sangat istimewa. Allah ta’ala memperjalankan hamba-Nya dalam suatu malam menempuh horizontal journey from earth to earth dari masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsho di Baitul Maqdis (Jerusalem). Selanjutnya Allah ta’ala perjalankan hamba-Nya dalam suatu vertical journey from earth to the heavens in the sky dari Masjidil Aqsho di Baitul Maqdis bertemu langsung dengan Allah ta’aala di langit tertinggi. Lalu pada saat beraudiensi langsung dengan Allah ’Azza wa Jalla itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menerima perintah menegakkan sholat lima waktu setiap hari.

Sholat merupakan bentuk formal dzikrullah atau mengingat Allah ta’ala. Bagi seorang muslim betapapun banyaknya lisannya berzikir dalam pengertian berwirid setiap harinya, namun bila ia tidak menegakkan sholat berarti ia meninggalkan secara sengaja kewajiban mengingat Allah ta’ala secara resmi sebagaimana diperintahkan Allah ta’aala dan sesuai contoh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Sholat adalah bukti kepatuhan dan loyalitas hamba kepada Rabbnya. Sholat lima waktu merupakan indikator seorang hamba masih connect dengan Pencipta, Pemilik, Pemelihara alam semesta. Bila seorang manusia tidak sholat lima waktu secara disiplin setiap hari berarti ia merupakan hamba yang disconnected (terputus) dari rahmat Allah ta’ala. Itulah sebabnya di dalam Al Qur’an dikatakan bahwa seseorang bakal celaka walaupun ia sholat. Sebab ia lalai menjalankan sholatnya sehingga tidak selalu disiplin lima waktu setiap harinya.

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

”Maka kecelakaanlah bagi orang² yang shalat, (yaitu) orang² yang lalai dari shalatnya.”
(QS. Al Maa’uun ayat 4-5)

Di antara alasan utama seorang muslim lalai menegakkan sholat lima waktu setiap hari, apalagi berjama’ah di masjid, adalah karena dihinggapi penyakit malas beribadah. Padahal kemalasan beribadah khususnya sholat lima waktu langsung mengindikasikan kelemahan komitmen dan kepatuhan muslim kepada Allah ta’ala.Bahkan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu mengatakan bahwa di zaman para sahabat radhiyallahu ’anhum hidup bersama Nabi shollallahu ’alaih wa sallam jika ada muslim yang tidak sholat berjama’ah di masjid berarti ia diasumsikan sebagai seorang munafik yang sudah jelas kemunafikannya.

Maka dalam rangka mengikis penyakit malas beribadah seorang Muslim perlu juga memahami apa manfaat sholat lima waktu setiap hari. Di antaranya ialah dihapuskannya dosa² oleh Allah ta’ala.Subhaanallah…! Bayangkan, setiap seorang muslim selesai mengerjakan sholat yang lima waktu berarti ia baru saja membersihkan dirinya dari tumpukan dosa yang sadar tidak sadar telah dikerjakannya antara sholat yang baru ia kerjakan dengan sholat terakhir yang ia kerjakan sebelumnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Sholat lima waktu dan (sholat) Jum’at ke (sholat) Jum’at serta dari Ramadhan ke Ramadhan semua itu menjadi penghabus (dosanya) antara keduanya selama ia tidak terlibat dosa besar.” (HR. Muslim 2/23)

Bila seorang muslim memahami dan meyakini kebenaran hadits di atas, niscaya ia tidak akan membiarkan satu kalipun sholat lima waktunya terlewatkan. Bahkan dalam hadits yang lain dikatakan bahwa bila seorang muslim khusyu dalam sholatnya, maka ia akan diampuni segenap dosanya di masa lalu. Subhaanallah…!

مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ

“Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu sholat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan sholatnya menjadi penebus dosa²nya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR. Muslim 2/13)

Syaratnya asalkan ia tidak terlibat dalam dosa besar, maka dosa² masa lalunya pasti bakal diampuni Allah ta’ala. Adapun di antara dosa² besar ialah sebagaimana disebutkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, yakni:

ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَبَائِرَ أَوْ سُئِلَ عَنْ الْكَبَائِرِ فَقَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قَالَ قَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ

Ketika ditanya mengenai dosa² besar Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda, “Mempersekutukan Allah ta’ala, membunuh jiwa serta durhaka kepada kedua orang tua. Dan maukah kalian kuberitakan mengenai dosa besar yang paling besar? Yaitu kesaksian palsu.” (HR. Muslim 1/243)

Untuk menghapus dosa² besar tersebut tidak cukup dengan seseorang menegakkan sholat lima waktu. Ia harus menempuh prosedur taubatan nasuha yang khusus. Maka hindarilah sedapat mungkin terlibat dalam mengerjakan dosa² besar. Dalam bahasa berbeda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengingatkan kita agar menjauhi tujuh penyebab bencana, yaitu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ

وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ

وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh penyebab bencana.” Para sahabat radhiyallahu ’anhum bertanya: “Apa itu ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah ta’ala, sihir, membunuh jiwa yang Allah ta’ala haramkan membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, memakan harta anak yatim, memakan riba, desersi dari medan jihad serta menuduh wanita mu’minah yang memelihara diri sebagai melakukan perbuatan keji.” (HR. Muslim 1/244)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..