Jumat, 31 Maret 2017

DOA UNTUK MEMPERBAIKI URUSAN AGAMA DAN DUNIA

00.52.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Berikut kita masih melanjutkan pembahasan do’a yang singkat namun penuh makna. Do’a ini ane bawakan dari kitab Riyadhus Sholihin An Nawawi, pada Bab Ad Da’awaat (Doa-doa).

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Alloohumma ashlih lii diiniilladzii huwa ‘ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii fiihaa ma’aasyii, wa ash-lih lii aakhirotiillatii fiihaa ma’aadii, waj’alil hayaata ziyaadatan lii fii kulli khoirin, waj’alil mauta roohatan lii min kulli syarrin..”

Artinya:
"Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng urusanku, perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku, perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan.."

Dari Abu Hurairah dia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa sebagai berikut: “Alloohumma ashlih lii diiniilladzii huwa ‘ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii fiihaa ma’aasyii, wa ash-lih lii aakhirotiillatii fiihaa ma’aadii, waj’alil hayaata ziyaadatan lii fii kulli khoirin, waj’alil mauta roohatan lii min kulli syarrin..” [Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng (ishmah) urusanku, perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku, perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan. (HR. Muslim no.2720).

An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab “Berlindung dari sesuatu yang telah diamalkan dan apa² yang belum diamalkan”.

Faedah Hadits

• Islam adalah benteng yang melindungi seseorang agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan ketergelinciran serta menjaga dari kesesatan dan sekedar mengikuti hawa nafsu.

• Seorang muslim beramal untuk dunianya seakan-akan ia hidup selamanya dan dia beramal untuk akhiratnya seakan-akan ia akan mati besok.

• Seharusnya umur panjang seorang muslim dijadikan sebagaimana sarana untuk menambah amalan kebaikan dan ketaatan.

• Kematian adalah kebebasan dari segala kejelekan. Maksudnya, boleh jadi seseorang di dunia hidup lama, namun hanya kerusakan yang ia perbuat. Oleh karenanya, kematian itulah yang menyebabkan ia terbebas dari banyak kejelekan.

• Karena hidup yang sementara dan kematian yang pasti datang, maka hendaklah setiap hamba memperbaiki ibadahnya dan mengokohkan amalannya, bertawakkal dan selalu meminta tolong pada Allah.

Dari Abu Bakroh, ia berkata,

أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ

Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa manusia yang baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa manusia yang jelek?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya namun jelek amalnya”
(HR. Tirmidzi no.2330 dan Ad Darimi no.2742)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

APAKAH IKHLAS BERARTI TIDAK BOLEH MENGHARAP PAHALA DAN SURGA?

00.45.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Sebagian ulama dan ahli ibadah punya keyakinan bahwa jika seseorang beribadah dan mengharap-harap balasan akhirat yang Allah janjikan maka ini akan mencacati keikhlasannya. Walaupun mereka tidak menyatakan batalnya amalan karena maksud semacam ini, namun mereka membenci jika seseorang punya maksud demikian.

Mereka pun mengatakan, “Jika aku beribadah pada Allah karena mengharap surga-Nya dan karena takut akan siksa neraka-Nya, maka aku adalah pekerja yang jelek. Tetapi aku hanya ingin beribadah karena cinta dan rindu pada-Nya.” Perkataan ini juga dikemukakan oleh Robi’ah Al Adawiyah, Imam Al Ghozali dan Syaikhul Islam Ismail Al Harowi. Di antara perkataan Robi’ah Al Adawiyah dalam bait syairnya, “Aku sama sekali tidak mengharap surga dan takut pada neraka (sebagai balasan ibadah). Dan aku tidak mengharap rasa cintaku ini sebagai pengganti.”

Jadi intinya mereka bermaksud mengatakan bahwa janganlah seseorang beramal karena ingin mengharap pahala, mengharap balasan di sisi Allah, ingin mengharap surga atau takut pada siksa neraka. Ini namanya tidak ikhlas.

Namun jika kita perhatikan kembali pada Al Qur’an dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh pendapat mereka² jauh dari kebenaran. Berikut beberapa buktinya..

Allah Memerintahkan untuk Berlomba Meraih Kenikmatan di Surga

Setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surat Al Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintah untuk berlomba-lomba meraihnya,

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26)

Dalam Al Qur’an pun Disebutkan Balasan dari Suatu Amalan

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا (107) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا (108)

“Sesungguhnya orang² yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108)

Al Qur’an Memberi Kabar Gembira dan Peringatan

Allah Ta’ala berfirman,

قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

“Al Qur’an sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang² yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” (QS. Al Kahfi: 2)

Sifat Orang Beriman, Beribadah dengan Khouf (Takut) dan Roja’ (Harap)

Allah Ta’ala berfirman,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Orang² yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. ”
(QS. Al Israa’: 57)

Sifat Ibadurrahman Berlindung dari Siksa Neraka

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

“Dan orang² yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (QS. Al Furqon: 65)

Sifat Ulil Albab juga Berlindung dari Siksa Neraka

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (192) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193) رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (194)

“(Yaitu) orang² yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia², Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang² yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa² kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan² kami, dan wafatkanlah kami beserta orang² yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul² Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.”
(QS. Ali Imron: 191-194)

Malaikat pun Meminta pada Allah Surga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan keadaan para malaikat, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,

فَمَا يَسْأَلُونِى قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ

“Apa yang para malaikat mohon pada-Ku?” “Mereka memohon pada-Mu surga,” sabda beliau. 

Lihatlah malaikat pun meminta pada Allah surga, padahal mereka adalah seutama-utamanya wali Allah. Sifat² para malaikat adalah,

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Malaikat² itu tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Asiyah, istri Fir’aun yang Beriman Meminta Rumah di Surga

Allah Ta’ala berfirman,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang² yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. ” (QS. At Tahrim: 11).

Padahal Asiyah lebih utama dari Robi’ah Al Adawiyah, namun ia pun masih meminta pada Allah surga.

Para Nabi Beribadah dengan Roghbah (Harap) dan Rohaba (Cemas/Takut)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang² yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan² yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang² yang khusyu’ kepada Kami. ” (QS. Al Anbiya’: 90)

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun Meminta Surga

Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim kholilullah,

وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ

“Dan jadikanlah aku termasuk orang² yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang² yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy Syu’ara: 85-87)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun Meminta Surga

Dari Abu Sholih, dari beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang, “Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”

أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ

“Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan ‘Allahumma inni as-alukal jannah wa a’udzu bika minannar‘ (aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka).”

Nabi Menyuruh Meminta Tempat yang Mulia untuknya di Surga

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.”

Yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُّوْا اللهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ عَلَى خَلْقِهِ

“Sesungguhnya wasilah adalah kedudukan (derajat yang mulia) di sisi Allah. Tidak ada lagi kedudukan yang mulia di atasnya. Maka mintalah pada Allah agar memberiku wasilah di antara hamba-Nya yang lain."

Setelah kita melihat sendiri dan menyaksikan dengan seksama berbagai ayat al Qur’an dan riwayat hadits yang telah ane kemukakan di atas, ini menunjukkan bahwa seluruh ajaran agama ini mengajak setiap hamba untuk mencari surga dan berlindung dari neraka-Nya. Dalil² tersebut juga menunjukkan bahwa para rasul, para nabi, para shidiq, para syuhada, para malaikat dan para wali Allah yang mulia, mereka semua beramal karena ingin meraih surga dan takut akan siksa neraka. Mereka adalah hamba Allah terbaik, lantas pantaskah mereka disebut pekerja yang jelek?! 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَطَلَبُ الْجَنَّةِ وَالِاسْتِعَاذَةِ مِنْ النَّارِ طَرِيقُ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَجَمِيعِ أَوْلِيَائِهِ السَّابِقِينَ الْمُقَرَّبِينَ وَأَصْحَابِ الْيَمِينِ

“Meminta surga dan berlindung dari siksa neraka adalah jalan hidup para Nabi Allah, utusan Allah, seluruh wali Allah, ahli surga yang terdepan (as sabiqun al muqorrobun) dan ahli surga pertengahan (ash-habul yamin).”

Salah Paham dengan Kenikmatan di Surga dan Siksa Neraka

Mengenai perkataan sebagian sufi,

لَمْ أَعْبُدْكَ شَوْقًا إلَى جَنَّتِكَ وَلَا خَوْفًا مِنْ نَارِكَ

“Aku tidaklah beribadah pada-Mu karena menginginkan nikmat surga-Mu dan takut pada siksa neraka-Mu”, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah memberikan jawaban,

“Perkataan ini muncul karena sangkaannya bahwa surga sekedar nama tempat yang akan diperoleh berbagai macam nikmat. Sedangkan neraka adalah nama tempat yang mana makhluk akan mendapat siksa di dalamnya. Ini termasuk mendeskreditkan dan meremehkan yang dilakukan oleh mereka² karena salah paham dengan kenikmatan surga. Kenikmatan di surga adalah segala sesuatu yang dijanjikan kepada wali² Allah dan juga termasuk kenikmatan karena melihat Allah. Yang terakhir ini juga termasuk kenikmatan di surga. Oleh karenanya, makhluk Allah yang paling mulia selalu meminta surga pada Allah dan selalu berlindung dari siksa neraka.”

Melihat wajah Allah di akhirat kelak, itulah kenikmatan yang paling besar dan istimewa dari kenikmatan lainnya.

Dari Shuhaib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ».

“Jika penduduk surga memasuki surga, Allah Ta’ala pun mengatakan pada mereka, “Apakah kalian ingin sesuatu sebagai tambahan untuk kalian?” “Bukankah engkau telah membuat wajah kami menjadi berseri, telah memasukkan kami ke dalam surga dan membebaskan kami dari siksa neraka?”, tanya penduduk surga tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah pun membuka hijab (tirai). Maka mereka tidak pernah diberi nikmat yang begitu mereka suka dibanding dengan nikmat melihat wajah Rabb mereka ‘azza wa jalla.”

Siksaan di neraka yang paling berat adalah karena tidak memperoleh nikmat yang besar ini yaitu melihat Allah Ta’ala. Orang² kafir tidak merasakan melihat wajah Allah yang merupakan nikmat terbesar yang diperoleh oleh penduduk surga. Inilah kerugian dan siksaan bagi mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar² tertutup dari melihat wajah Tuhan mereka. ” (QS. Al Muthaffifin: 15).

Imam Syafi’i berdalil dengan mafhum (makna tersirat) ayat ini,

هذه الآية دليل على أن المؤمنين يرونه عز وجل يومئذ

“Ayat ini adalah dalil bahwa orang² beriman akan melihat Allah ‘azza wa jalla pada hari itu (hari kiamat).”

Inilah pikiran picik yang membatasi kenikmatan di surga hanya dengan merasakan berbagai nikmat, seperti sungai, bidadari, buah-buahan, namun ada nikmat yang lebih daripada itu yaitu nikmat melihat Allah Ta’ala.

Lalu kesimpulan apa yang bisa kita ambil dari penjelasan di atas'?

Yang namanya ikhlas adalah seseorang beramal dengan mengharap segala apa yang ada di sisi Allah, yaitu mengharap surga dengan segala kenikmatannya (baik bidadari, berbagai buah, sungai di surga, rumah di surga, dsb), termasuk pula dalam hal ini adalah ingin melihat Allah di akhirat kelak. Begitu pula yang namanya ikhlas adalah seseorang beribadah karena takut akan siksa neraka. Inilah yang namanya ikhlas. 
Jika seseorang tidak memiliki harapan untuk meraih surga dan takut akan neraka, maka semangatnya dalam beramalnya pun jadi lemah. Namun jika seseorang dalam beramal selalu ingin mengharapkan surga dan takut akan siksa neraka, maka ia pun akan semakin semangat untuk beramal dan usahanya pun akan ia maksimalkan.

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa menganugerahkan kita semua keikhlasan dalam beramal, harapan yang kuat untuk meraih surga-Nya dan rasa takut akan siksa neraka-Nya..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

ANTARA RASA HARAP (ROGHBAH) DAN TAKUT (ROHBAH)

00.13.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Allah telah mengisahkan tentang Zakaria dalam firman-Nya,

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ (89) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90)

”Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan Aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah waris yang paling baik. Maka kami memperkenankan doanya, dan kami anugerahkan kepadanya Yahya dan kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang² yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan² yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap (roghbah) dan cemas (rohbah) dan mereka adalah orang² yang khusyu kepada kami”. (QS. Al Anbiyaa’: 89-90).

Dari ayat ini, Allah mengisahkan tentang Zakaria, istrinya dan Yahya yang selalu bersegera dalam melakukan ketaatan dan mendekatkan diri pada Allah. Allah memuji mereka karena mereka berdoa kepada Allah dengan mengharap rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, serta dengan merendahkan diri kepada-Nya. Mereka menyembah Allah dengan berbagai bentuk ibadah tersebut. (Aysarut Tafaasir, Syech Abu Bakar Jabir Al Jazairi).

Perhatikanlah dalam ayat yang mulia ini, Allah mensifati para hamba-Nya yang ikhlas yaitu yang beribadah dan berdo’a kepada-Nya dengan rasa harap dan cemas (rogbah dan rohbah) serta merendahkan diri (khusyu’) kepada-Nya.

Pengertian Rogbah dan Rohbah

Makna rogbah adalah meminta, merendahkan diri, dan mengharap sepenuh hati dengan penuh kecintaan yang mengantarkan kepada sesuatu yang dicintai. Sedangkan makna rohbah adalah takut yang menyebabkan seseorang menjauh dari sesuatu yang ditakuti. (Hushulul Ma’mu bisyarhi Tsalatsatil Ushul, Syech Abdullah bin Sholih Al Fauzan).

Rogbah memiliki makna yang hampir sama dengan roja. Namun keduanya memiliki perbedaan. Roja adalah menginginkan (hanya sekedar keinginan) sedangkan rogbah adalah usaha untuk mendapatkan yang diinginkan, namun belum bisa dipastikan keinginannya itu tercapai. (Madarijus Salikin Juz kedua, Imam Ibnul Qoyyim).

Jadi, rogbah adalah rasa harap yang lebih khusus dari roja dan rohbah adalah rasa takut/cemas yang lebih khusus dari khouf. (Syarhu Kitaab Tsalatsatil Ushul, Syech Sholih bin Abdul Aziz)

Ibadah Dibangun di atas Rasa Harap (Rogbah) dan Rasa Takut (Rohbah)

Syech Sholih Alu Syaikh hafidzohullah mengatakan,”Jika kalian memperhatikan dan merenungkan keadaan kaum musyrikin di sekeliling sesembahan mereka dan keadaan penyembah kubur di sisi kuburan, maka kalian akan mendapati mereka dalam keadaan khusyu. Mereka tidak pernah melakukan ibadah di kuburan tersebut sebagaimana di rumah Allah (masjid) yang tidak memiliki kubur maupun kubah. Di sisi kuburan tersebut, mereka begitu takut (rohbah) dan begitu menaruh harapan (rogbah). Mereka juga khusyu dan tuma’ninah (tenang), tanpa ada gerakan dari anggota badan maupun jiwa, bahkan mereka sampai takut melirik ke kanan kiri. Perbuatan seperti ini tidaklah boleh ditujukan kecuali pada Allah Ta’ala semata. Karena setiap muslim tatkala shalat telah menegakkan ibadahnya dengan  ibadah rogbah dan rohbah. Sebagaimana tersirat dari surat Al Fatihah (surat yang minimal 17 kali dibaca setiap harinya) pada firman-Nya: ”Ar Rohmanir Rohiim (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)”. Ini menunjukkan bahwa ibadah dibuka dengan rasa harap (rogbah) dan firman-Nya:”Maliki yaumiddiin (Yang menguasai di hari pembalasan)”. Ini menunjukkan bahwa ibadah dimulai dengan rasa cemas/takut kepada Allah (rohbah). Jadi, ibadah itu dibangun atas dua unsur yaitu rogbah (harap) dan rohbah (cemas/takut).” (Syarhu Kitaab Tsalatsatil Ushul)

Rasa Harap dan Takut Para Ulama

Lihatlah bagaimana kisah ulama terdahulu yang begitu khawatir keimanannya akan hilang yaitu Sufyan Ats Tsauri tatkala menemui ajalnya di sisi Abdurrahman bin Mahdi. Sufyan di saat itu merasakan beratnya kematian dan tiba² menangis. Kemudian seseorang berkata kepada beliau, ”Wahai Abu Abdillah (yaitu nama kunyah Sufyan Ats Tsauri), saya melihat Engkau merasa punya banyak dosa?” Kemudian Sufyan mengambil segenggam tanah dan berkata, ”Sungguh, menurutku dosaku lebih ringan dari tanah ini, hanya saja aku takut jika tiba² imanku berbalik sebelum datang kematianku.”

Perhatikan pula bagaimana rasa harap yang dicontohkan oleh ulama kita terdahulu (para salaf). Rasa harap ini banyak mereka perkuat ketika mendekati ajal yaitu di saat mereka merasa takut akan su’ul khotimah (akhir kehidupan yang jelek). Lihatlah Yahya bin Mu’adz berkata, ”Sungguh aku harap keselamatan dari yang memberiku pakaian ketika hidup di dunia agar tidak menyiksaku setelah matiku. Sungguh aku mengetahui bahwa kemurahan adalah bentuk kasih sayang-Nya.” (Al Khouf dan Ar Roja’, Abdullah bin Sulaiman Al Atiq).

Mengendalikan Rasa Harap dan Cemas

Syech Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah berkata, ”Ulama berselisih pendapat manakah yang harus seseorang dahulukan, rasa harap (roja’) ataukah rasa takut/cemas (khouf)?”

Beliau melanjutkan,  “Menurutku dalam masalah ini berbeda-beda tergantung kondisi masing². Apabila seseorang lebih mendominasikan rasa takut sehingga menyebabkan putus asa dari rahmat Allah, maka hendaknya ia segera memulihkan dan menyeimbangkannya dengan rasa harap. Namun apabila ia lebih mendominasikan rasa harap sehingga menjadikannya merasa aman dari makar Allah, maka hendaknya dipulihkan dan segera didominasi dengan rasa takut. Pada hakikatnya, setiap orang adalah dokter bagi dirinya sendiri, jika hatinya itu memang hidup. Adapun pemilik hati yang mati yang tidak dapat disembuhkan dan tidak pula dapat dilihat kondisinya, maka bagaimana pun cara yang ditempuh, tetap tidak akan sembuh.” (Fatawal Aqidah wa Arkaanil Islam)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..