Rabu, 15 Maret 2017

KEUTAMAAN SIFAT MALU

01.17.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Berikut adalah hadits² yang dibawakan oleh Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrod yang membicarakan keutamaan sifat malu.

Dari Abu Mas’ud, ia berkata bahwa Uqbah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن مما أدرك الناس من كلام النبوة [الأولى/1316]: إذا لم تستحي فاصنع ما شئت

“Sesungguhnya di antara kalimat kenabian pertama yang sampai ke tengah² manusia adalah: “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu”.”

(Shahih) - Ash Shahihah (684), Al Irwa’ (2673): [Bukhari: 60 - Kitab Al Anbiya hal.54 Bab Hadatsana Abul Yaman]

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

الإيمان بضع وستون- أو بضع وسبعون – شعبة؛ أفضلها لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيمان

“Iman itu ada 60 lebih (atau 70 sekian) cabang. Iman yang paling utama adalah [ucapan] Laa ilaaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan malu termasuk cabang dari iman.”

(Shahih) - Ash Shahihah (1769). Lafazh “sab’un (70)” itu yang lebih tepat. [Bukhari: 2 - Kitab Al Iman 3 Bab Umurul Iman. Muslim: 1 Kitab Al Iman hal.57-58]

Dari Abu Sa’id, ia berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم أشد حياء من العذراء[1] في خدرها، وكان إذا كره [شيئاً] عرفناه في وجهه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pemalu dari pada perawan dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai [sesuatu], maka akan kami ketahui dari wajahnya.”

(Shahih) - Mukhtashor Ash Shama-il (307): [Bukhari: 61 - Kitab Al Manaqib hal.23 Bab Shifatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Muslim: 43 - Kitab Al Fadhoil hal.67]

Dari Utsman [ibnu Affan] dan Aisyah, keduanya menceritakan,

أن أبا بكر استأذن على رسول الله صلى الله عليه وسلم – وهو مضطجعٌ على فراش عائشة، لابساً مرط عائشة- فأذن لأبي بكر وهو كذلك، فقضى إليه حاجته، ثم انصرف. ثم استأذن عمر رضي الله عنه، فأذن له وهو كذلك، فقضى إليه حاجته، ثم انصرف. قال عثمان: ثم استأذنت عليه، فجلس. وقال لعائشة: “اجمعي إليك ثيابك”. فقضيت إليه حاجتي ثم انصرفتُ.قال: فقالت عائشة: يا رسول الله! لم أرك فزعت لأبي بكر وعمر رضي الله عنهما كما فزعت لعثمان؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “إن عثمان رجل حيي، وإني خشيت أن أذنتُ له- وأنا على تلك الحال- أن لا يبلغ إليّ في حاجته

“Suatu ketika Abu Bakar meminta izin untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu beliau sedang berbaring di tempat tidur Aisyah sambil memakai kain panjang istrinya. Beliau lalu mengizinkan Abu Bakar dan beliau tetap dalam keadaan semula. Abu Bakar lalu mengutarakan keperluannya lalu pergi. Setelah itu datanglah Umar ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu meminta izin dan beliau mengizinkannya masuk sedang beliau masih dalam kondisi semula. Umar lalu mengutarakan keperluannya lalu setelah itu ia pun pergi.

Utsman [ibnu Affan] berkata, “Lalu saya meminta izin, beliau lalu duduk”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Aisyah, “Tutupkanlah bajumu padaku”. Lalu kuutarakan keperluanku lalu saya pun pergi.

Aisyah lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, tindakanmu terhadap Abu Bakar dan ‘Umar radliallahu ‘anhuma kok tidak seperti tindakanmu pada Utsman [?]” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menjawab, “Sesungguhnya Utsman adalah seorang pria pemalu dan saya khawatir jika dia kuizinkan dan saya dalam keadaan demikian, dia lalu tidak mengutarakan keperluannya.”

(Shahih) - Ash Shahihah (1687): [Muslim: 44 - Kitab Fadhoil Ash Shohabah hal.26-27]

Dari Anas ibnu Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

ما كان الحياء في شيء إلا زانه، ولا كان الفحش في شيء إلا شانه

“Malu akan memperindah sesuatu, sedangkan kekejian akan memperjelek sesuatu.”

(Shahih) - Takhrij Al Misykah (4854): [Tirmidzi: 25 - Kitab Al Birr hal.47 Bab Maa Jaa-a Fil Fahsyi wat Tafahusyi. Ibnu Majah: 37 - Kitab Az Zuhd Bab Al Haya hal.4185]

Dari Salim, dari ayahnya, ia menceritakan bahwa,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم مر برجل يعظ ( وفي رواية … يعاتب) أخاه في الحياء، [ حتى كأنه يقول : أضرّ بك] فقال: ” دعهُ؛ فإن الحياء من الإيمان

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang pria yang menasehati saudaranya karena ia begitu pemalu [dalam suatu riwayat disebutkan pria itu mencelanya karena sifat malu yang dimilikinya] [bahkan pria itu berkata: “Saya dirugikan karena sifatmu itu.”]

Nabi lalu bersabda, “Biarkanlah dia, karena malu merupakan ciri keimanan.”

(Shahih) - Ar Roudh An Nadhir (513): [Bukhari: 2 - Kitab Al Iman 16 Bab Al Haya’. Muslim: 1 - Kitab Al Iman hal.59]

Dari ‘Aisyah, ia berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم مضطجعاً في بيتي، كاشفاً عن فخه أو ساقيه[2]، فاستأذن أبو بكر رضي الله عنه فأذن له كذلك،

فتحدث، ثم استأذن عمر رضي الله عنه، فأذن له كذلك، ثم تحدّث. ثم استأذن عثمان رضي الله عنه، فجلس النبي صلى الله عليه وسلم وسوى ثيابه- قال محمد : ولا أقول في يوم واحد- فدخل، فتحدث، فلما خرج. قالت: قلت: “يا رسول الله! دخل أبو بكر فلم تهِشّ ولم تباله، ثم دخل عمر فلم تهش ولم تباله، ثم دخل عثمان فجلست وسويت ثيابك؟

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah berbaring di rumahku dalam keadaan paha atau betis beliau tersingkap. Abu Bakar meminta izin untuk menemui beliau dan beliau pun mengizinkan kemudian ia mengutarakan maksudnya. Setelah itu datanglah Umar radliallahu ‘anhu, beliau pun mengizinkannya dan ia pun menyampaikan keperluannya. Datanglah Utsman radliallahu ‘anhu, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit untuk duduk dan merapikan bajunya, berkata: “Saya tidak menyatakan mereka (ketiga sahabat tadi) masuk menemui nabi di hari yang sama.

Utsman pun masuk dan mengutarakan keperluannya lalu ia keluar.  Saya (Aisyah) pun bertanya, “Wahai rasulullah ketika Abu Bakar dan Umar masuk menemuimu, namun anda tidak menghiraukan kondisimu, namun sikap anda berbeda ketika Ustman yang menemui anda?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,

ألا أستحي من رجل تستحي منه الملائكة؟

“Apakah saya tidak malu kepada pria yang malaikat saja malu kepadanya?”

(Shahih) - Ash Shahihah (1687): [Muslim no. 600]

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

MILIKILAH SIFAT MALU

01.05.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Seperti yang telah kita ketahui bersama, Islam adalah agama yang sempurna dan tidaklah satu perkara kecil pun melainkan telah diatur oleh Islam. Begitu juga dalam perkara wanita, Islam juga telah mengaturnya. Islam sangat memperhatikannya dan menempatkan para wanita sesuai dengan kedudukannya. Dan agama yang mulia ini juga telah mengatur begaimana adab² dalam bergaul, berpakaian, dan sebagainya. Di mana segala yang diperintahkan dan diatur oleh Allah dan Rasul-Nya pasti terdapat maslahah (kebaikan) di balik itu semua. Dan segala yang dilarang pasti ada mafsadah (keburukan) baik mafsadah itu murni ataupun mafsadah itu lebih besar daripada maslahah yang diperoleh.

Sungguh sangat menyedihkan sedikit demi sedikit aturan yang telah dibuat oleh Allah dan Rasul-Nya dilanggar oleh anak Adam khususnya kaum Hawa. Di antara fenomena yang kita saksikan bersama, kaum hawa dewasa ini mulai menanggalkan dan luntur sifat malunya. Mereka tidak merasa malu bergaul bebas dengan kaum Adam! Bahkan yang lebih mengenaskan, banyak dari kaum hawa yang berani mengumbar aurat (berpakaian tapi telanjang) di hadapan umum! Fainna lillahi wa inna ilaihi rooji’un!

Lantas bagaimanakah tatanan Islam mengenai sifat malu bagi wanita?

Maka cermatilah kisah yang difirmankan Allah berikut ini,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا

“Dan tatkala ia (Musa) sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala² itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Al Qoshosh : 23-24)

Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Lalu bagaimana dengan wanita saat ini?
Sepertinya rasa malu sudah hampir sirna..

Tidak cukup sampai di situ kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut. Lihatlah bagaimana sifat mereka tatkala datang untuk memanggil Musa ‘alaihis salaam, Allah melanjutkan firman-Nya,

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan penuh rasa malu, ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami." (QS. Al Qoshosh : 25).
Dengan penuh rasa malu, ia memanggil Musa. Sifat yang luar biasa..

Ayat yang mulia ini,menjelaskan bagaimana seharusnya kaum wanita berakhlaq dan bersifat malu. Allah menyifati gadis wanita yang mulia ini dengan cara jalannya yang penuh dengan rasa malu dan terhormat.

Amirul Mukminin Umar bin Khoththob radiyallahu ‘anhu mengatakan,

كانت مستتَرة بكم درْعها.

“Gadis itu menemui Musa sambil menutupi wajahnya dengan lengan bajunya.” (Tafsirul Qur’anil Azhiim, Ibnu Katsir).
Lihat bagaimana begitu pemalunya wanita² itu. Seharusnya para wanita saat ini mengambil contoh.

Semestinya wanita harus bersikap seperti itu. Kembali ke jalan Rabb nya. Janganlah sampai tertipu dengan jebakan, bujukan, dan propaganda syaithon yang ingin mengeluarkan para wanita dari sifat keasliannya.

Dan membatasi pergaulan antara ikhwan dan akhwat, jangan sampai mudah untuk bergaul bebas walaupun sudah memenuhi pakaian yang syar’i dan sudah menjadi anggota Keluarga Muslim. Dan perlu di ingat, syaithon akan selalu menyesatkan anak Adam, sehingga perkara yang semula dianggap jelek akan dibuat samar oleh syaithon sehingga perkara yang terlarang ini (bergaul tanpa batas antara ikhwan dan akhwat) menjadi kelihatan baik dan dianggap biasa.

Ingatlah wejangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits dari Usamah bin Zaid,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak ada godaan yang kutinggalkan yang lebih dahsyat bagi para pria selain dari godaan para wanita.” (HR. Bukhari no.5096 dan Muslim no.2741)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

TAU HIKMAH BARU BERAMAL

01.00.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Mestikah tau hikmah dulu baru kita beramal?

Kita tau ada hadits,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

Dari Jabir, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari ‘ied biasa mengambil jalan berbeda ketika pergi dan pulang. (HR. Bukhari no.986)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan sebagai berikut,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika pergi shalat ‘ied pergi dan pulang lewat jalan berbeda. Tentang hikmah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan seperti itu, para ulama berbeda pandangan. Ada beberapa pendapat:

1. Untuk mengambil berkah dari orang² yang ditemui di jalan yang berbeda.

2. Untuk menegur orang yang berada di jalan yang berbeda.

3. Untuk bersedekah pada fakir miskin.

4. Untuk sekalian mengunjungi kubur para kerabatnya di dua jalan tersebut.

5. Untuk memperbanyak yang menjadi saksi pada hari kiamat dari jalan yang dilewati.

6. Untuk menambah takut orang munafik supaya terlihat ramai (padat).

Disarankan ketika pergi lewat jalan yang lebih panjang dibanding ketika pulang. Hal di atas berlaku untuk imam dan makmum.

Setelah menyebutkan hal di atas, Imam Nawawi lantas mengatakan,

وَإِذَا لَمْ يُعْلَمِ السَّبَبُ اُسْتُحِبَّ التَّأَسِّي قَطْعًا وَاللهُ أَعْلَمُ

“Jika tidak diketahui sebab (hikmah suatu amalan), cukup yang jadi alasan kita beramal adalah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Raudhah Ath Thalibin 1: 173)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..