Rabu, 24 Mei 2017

PARA GURU, MEREKALAH BINTANG DIMUKA BUMI

08.46.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan ulama atau guru yang alim seperti bintang yang menjadi petunjuk arah saat di kegelapan.

Dalam Musnad Al Imam Ahmad, dari Anas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk pada orang yang berada di gelap malam di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapatkan petunjuk.”

Selama ilmu ada, manusia akan terus berada dalam petunjuk. Ilmu tetap terus ada selama ulama ada. Jika ulama dan penggantinya sudah tiada, jadilah manusia tersesat.

Sebagaimana disebut dalam Shahihain, dari Abdullah bin Amr, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا ، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu begitu saja, dicabut dari para hamba. Ketahuilah ilmu itu mudah dicabut dengan diwafatkannya para ulama sampai tidak tersisa seorang alim pun. Akhirnya, manusia menjadikan orang² bodoh sebagai tempat rujukan. Jadinya, ketika ditanya, ia pun berfatwa tanpa ilmu. Ia sesat dan orang² pun ikut tersesat.” (HR. Bukhari no.100 dan Muslim no.2673) (Jami’ Al Ulum wa Al Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali 2: 298)

Sungguh jasa guru dan ulama kita begitu besar. Bayangkan jika nelayan yang berada di kegelapan malam lantas tak memiliki petunjuk jalan dari bintang² di langit. Sesatkah jadinya?

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

TAFSIR SURAT ASY SYARH (2): NAMA NABI MUHAMMAD TERUS DISANJUNG

08.38.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Nama Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan terus disebut dan disanjung. Bahkan nama beliau selalu disebut bergandengan dengan nama Allah seperti dalam lafal azan, khutbah, shalat, dan syahadat ketika orang masuk Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ (4)

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)-mu.” (QS. Alam Nasyrah: 4)

Mujahid berkata bahwa tidaklah nama Allah disebut melainkan diserta dengan nama Nabi Muhammad seperti pada syahadat ‘asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.’

Qatadah berkata, “Allah meninggikan penyebutan Nabi Muhammad di dunia dan di akhirat. Tidaklah seorang khatib, seorang yang membaca tasyahud, seorang yang bershalawat melainkan disebut dengannya: Asyahadu alla ilaha illallah, wa anna Muhammadar rasulullah.” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim 7: 596)

Dalam Zaadul Masiir (9: 163), pendapat Qatadah inilah yang dianut oleh jumhur atau mayoritas ulama.

Dalam Tafsir Al Jalalain (hlm.607), ketika nama Allah disebut, nama Muhammad juga disebut seperti dalam azan, iqamah, tasyahud dan khutbah.

Dalam Tafsir As Sa’di (hlm.975) disebutkan, tidaklah nama Allah disebut melainkan nama Muhammad juga disebut bersamanya. Sebagaimana disebut ketika seseorang masuk Islam, dalam azan, iqamah, khutbah dan selainnya. Begitu pula di urusan lainnya yang di mana Allah meninggikan penyebutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hati orang beriman pun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu dicinta, diagungkan, tidak seperti yang lain, dan ini setelah nama Allah disebut.

Pelajaran penting yang bisa diambil pula dapat dilihat dari perkataan Ibnu Taimiyah berikut..

Ibnu Taimiyah berkata, “Allah telah memerintahkan untuk mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari 30 tempat dalam Al Qur’an. Allah mengaitkan ketaatan kepada-Nya dengan ketaatan pada Rasul. Begitu pula Allah menggandengkan orang yang menyelisihi perintah-Nya dengan menyelisihi perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Allah menggandengkan nama-Nya dan nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah nama Allah disebut melainkan dengan menyebut nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pula.

Ibnu Abbas berkata mengenai ayat, “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)-mu.” Yang dimaksud adalah ketika disebut nama Allah, maka nama Muhammad juga disebut. Hal ini ditemukan seperti pada tasyahud, khutbah, dan azan terdapat persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Islam pun tidaklah sah kecuali dengan menyebut syahadat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengakuan risalah beliau. Begitu pula azan tidaklah sah kecuali dengan menyebut nama Muhammad dan syahadat Muhammad utusan Allah. Begitu pula shalat dan khutbah tidaklah sah melainkan dengan menyebut nama dan syahadat pada beliau.

Bahkan diberi ancaman dan kekufuran oleh Allah subhanahu wa ta’ala bagi yang menyelisihi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang² yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang² yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur: 63).

Imam Ahmad rahimahullah ditanya, “Fitnah apakah itu?” “Yang dimaksud adalah kekufuran,” jawab Imam Ahmad.

Begitu pula Allah menetapkan kehinaan dan kerendahan bagi yang menyelisihi perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam Musnad Al Imam Ahmad dari hadits Abdullah bin Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُعِثْت بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَتْ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمِ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Aku diutus menjelang hari kiamat untuk memerintah supaya Allah saja yang disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan dijadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku. Lalu dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi yang menyelisihi perintahku. Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (Majmu’ah Al Fatawa 19: 104)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..