Rabu, 07 September 2016

ALLAH AKAN MENOLONG ORANG YANG BERHUTANG

01.33.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Pagi Akhi Ukhti'..
Pagi² tadi di kantor udah denger temen ngeluh soal utang, ya udeh klo gitu sekalian aje dah untuk tauziah ini pagi, ane akan sedikit ngebahas masalah orang yang mempunyai hutang..

Akhi Ukhti, punya tekad melunasi hutang, dan ia selalu berusaha keras agar hutangnya itu lunas, maka Allah akan menolongnya. Beda halnya dengan orang yang cari utangan, lantas kabur atau menghindarkan diri dan tak pernah mau melunasi.

Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki utang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah..

كَانَتْ تَدَّانُ دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا

Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no.2408; An Nasa’i no.4690. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ

“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no.2409. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Dalam riwayat lainnya disebutkan pula hadits dari Maimunah, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَخَذَ دَيْنًا وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يُؤَدِّيَهُ أَعَانَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Siapa yang mengambil hutangan, lantas ia bertekad untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya.” (HR. An Nasa’i no.4691. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Yang dimaksud dengan hadits di atas, siapa yang mati dalam keadaan hutangnya belum dilunasi, padahal ia tidak menyepelekannya seperti ia termasuk orang yang sulit melunasi (orang susah) atau ia mati tiba-tiba padahal ia memiliki harta yang tersembunyi dan niatannya memang untuk melunasi hutang tersebut di dunia. Ini menurut salah satu pengertian yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari 5: 54.

Adapun hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no.1079 dan Ibnu Majah no. 2413. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Hadits ini ditujukan pada orang yang mampu melunasi hutangnya, lantas enggan melunasi. Adapun yang sudah bertekad melunasinya atau dalam keadaan sulit melunasi tetapi sudah bertekad, maka Allah akan menolongnya. (Minhah Al ‘Allam fi Syarh Bulugh Al Maram 6: 259)

Dan ingat pula ancaman lainnya, kalau seseorang meminjam harta (berhutang) lantas tidak punya niatan untuk mengembalikan. Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ

“Siapa yang mengambil harta orang lain (di antaranya berhutang) lantas ia bertekad untuk mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya (untuk melunasi utang tersebut). Siapa yang meminjam harta orang lain (di antaranya berutang) lantas ia bertekad untuk tidak mengembalikannya, maka Allah akan menghancurkan dirinya (hidupnya akan sulit).” (HR. Bukhari no.2387)

Semoga Allah Ta'ala senantiasa memberikan pertolongan segera bagi yang berutang, apalagi terlilit hutang riba ratusan juta..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

Wallahu Waliyyut Taufiq..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat"

AJAIB NYA KEADAAN SEORANG MUKMIN

01.25.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, buat ngisi waktu menjelang pulang ngantor, ane mau sedikit ngebahas soal ajaibnya keadaan seorang mukmin nich? Kok bisa ya seorang mukmin itu di bilang ajaib'?

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no.2999)

Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar.

Oleh karenanya, selama seseorang itu dibebani syari’at, maka jalan kebaikan selalu terbuka untuknya. Sehingga seorang hamba yang beriman itu berada di antara mendapatkan nikmat yang ia diperintahkan untuk mensyukurinya dan musibah yang ia diperintahkan untuk bersabar.

Semoga Allah senantiasa menjadikan keadaan kita semuanya baik..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

"Semoga bisa menjadi ilmu dan bahan renungan yang manfaat"

DALIL IMAN ITU BERTAMBAH DAN BERKURANG

01.18.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Siang Akhi Ukhti'..

Sebenarnya iman itu bisa bertambah dan berkurang, bahkan bisa sempurna. Inilah akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Apa dalilnya?

Ayat-Ayat Sebagai Bukti

Ada beberapa ayat Al Qur’an Al Karim jadi bukti bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.

لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ

“Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al Fath: 4).
Dalil ini menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah.
Dalam berbagai ayat berikut juga menunjukkan hal yang sama,

وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

“Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi: 13).

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka.” (QS. Muhammad: 17)

وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا

“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS. Al Mudatsir: 31)

فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانً
ا
“Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya.” (QS. At Taubah: 124)

فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا

“Karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka.” (QS. Ali Imran: 173)

وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

“Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS. Al Ahzab: 22)

Masih banyak ayat Al Qur’an yang menerangkan seperti di atas.

Yang Dibawakan Imam Tirmidzi

Muhammad bin ‘Isa bin Sawrah bin Musa bin Adh Dhahak At Tirmidzi, memiliki nama punya Abu ‘Isa dalam karya beliau Al Jaami’ Ash Shahih Sunan At Tirmidzi menyebutkan salah satu judul bab,

باب مَا جَاءَ فِى اسْتِكْمَالِ الإِيمَانِ وَزِيَادَتِهِ وَنُقْصَانِهِ

“Bab sempurnanya iman, bertambah dan berkurangnya.”

Dalil kalau iman bisa bertambah dan bisa berkurang dibawakan beberapa dalil berikut oleh Imam At Tirmidzi.

Pertama:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ مِنْ أَكْمَلِ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ ».

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda kesempurnaan iman seseorang ditunjukkan dengan kebagusan akhlak dan sikap lemah lembut pada keluarga.” (HR. Tirmidzi no.2612 dan Ahmad 2: 47. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)

Dikatakan tanda kesempurnaan iman, berarti iman itu bisa sempurna.

Kedua:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَطَبَ النَّاسَ فَوَعَظَهُمْ ثُمَّ قَالَ « يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّكُنَّ أَكْثَرُ أَهْلِ النَّارِ ». فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ وَلِمَ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِكَثْرَةِ لَعْنِكُنَّ ». يَعْنِى وَكُفْرَكُنَّ الْعَشِيرَ. قَالَ « وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذَوِى الأَلْبَابِ وَذَوِى الرَّأْىِ مِنْكُنَّ ». قَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ وَمَا نُقْصَانُ دِينِهَا وَعَقْلِهَا قَالَ « شَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ مِنْكُنَّ بِشَهَادَةِ رَجُلٍ وَنُقْصَانُ دِينِكُنَّ الْحَيْضَةُ تَمْكُثُ إِحْدَاكُنَّ الثَّلاَثَ وَالأَرْبَعَ لاَ تُصَلِّى »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah para sahabat lantas beliau menasihati mereka, kemudian beliau berkata,
“Wahai para wanita, bersedekahlah karena kalian itu banyak jadi penduduk neraka.”
Ada wanita yang bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa bisa demikian?”
Beliau menjawab,
“Karena kalian banyak melaknat.” Yaitu kalian kufur (tidak mau bersyukur) pada pemberian suami.
Beliau bersabda lagi,
“Aku tidaklah pernah melihat orang yang kurang akal dan kurang agamanya yang bisa mengalahkan orang yang cerdas dan punya pemikiran brilian selain dari kalian (para wanita).”
Ada wanita yang bertanya, “Apa yang dimaksud kurang agama dan kurang akal?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“(Tanda kurang akal yaitu) persaksian dua orang wanita dari kalian sama nilainya dengan persaksian seorang pria. Sedangkan tanda kurang agama, salah seorang di antara kalian biasa mengalami haidh tiga atau empat hari sehingga tidak shalat.” (HR. Tirmidzi no.2613. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Disebutkan dalam hadits bahwa wanita itu kurang agama, berarti iman itu bisa berkurang.

Ketiga:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ بَابًا فَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَأَرْفَعُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ »

Dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh sekian pintu. Yang paling rendah dari iman adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan. Yang paling tinggi adalah kalimat laa ilaha illallah.” (HR. Muslim no.35 dan Tirmidzi no.2614)

Karena dinyatakan dalam hadits bahwa iman itu ada yang rendah dan ada yang tinggi menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.

Hadits Hanzhalah Juga Jadi Bukti

Hadits Hanzalah berikut menunjukkan bahwa iman itu bisa berkurang.

عَنْ حَنْظَلَةَ الأُسَيِّدِىِّ قَالَ – وَكَانَ مِنْ كُتَّابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ – لَقِيَنِى أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ قَالَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ مَا تَقُولُ قَالَ قُلْتُ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِينَا كَثِيرًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا. فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَمَا ذَاكَ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِى وَفِى الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِى طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

Dari Hanzholah Al Usayyidiy (beliau adalah di antara juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), ia berkata, “Abu Bakar pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakar berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?”
Aku menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakar pun menjawab, “Kami pun begitu.”
Kemudian aku dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai² seolah-olah surga dan neraka itu benar² nyata di depan kami. Namun jika kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
“Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur dan di jalan kalian. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim no.2750).

Kalau kita tahu bahwa iman itu bisa sempurna, bisa bertambah dan bisa berkurang, berarti tugas kita adalah menjaga iman dan melakukan sebab agar iman kita terus bertambah.

Wallahu waliyyut taufiq..
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan petunjuk-Nya kepada kita semua..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin'..

"Semoga bisa menjadi ilmu yang Manfaat"

KAPAN MAU HIJRAH

00.49.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, Pagi Akhi Ukhti'..

Sebenernya apa sich Hijrah itu? Dan apa yang dimaksud dengan Hijrah?

Akhi Ukhti, secara etimologi, hijrah adalah lawan dari kata washal (bersambung). Maksud hijrah di sini adalah berpisahnya seseorang entah berpisah dengan badan, dengan lisan, dengan hati.
Asal hijrah di sini bermakna meninggalkan, yaitu meninggalkan berbicara atau meninggalkan perbuatan. Tidak berbicara pada orang lain, itu bermakna hajr.

Sedangkan kalau membahas hijrah, ada dua maksud:

1. Hijrah hissi, yaitu berpindah tempat, yaitu berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam atau berpindah dari negeri yang banyak fitnah ke negeri yang tidak banyak fitnah. Ini adalah hijrah yang disyari’atkan.

2. Hijrah maknawi (dengan hati), yaitu berpindah dari maksiat dan segala apa yang Allah larang menuju ketaatan.

Setiap manusia mesti berhijrah, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Yang akan ane ulas dalam tauziah pagi ini adalah berhijrah dari maksiat pada ketaatan.

Ingatlah, Tujuan Kita Diciptakan

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Allah tidak menciptakan kita sia-sia, pasti ada suatu perintah dan larangan yang mesti kita jalankan dan mesti kita jauhi.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya?” (Madarij As Salikin 1: 98)

Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang.

Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al-Qiyamah: 36).

Imam Asy Syafi’i mengatakan,

لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.

Ulama lainnya mengatakan,

لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Madarij As Salikin 1: 98)

Menjadi Manusia Ideal

Manusia ideal tentu saja yang merealisasikan tujuan penciptaannya di atas. Ia menjalankan yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan²-Nya. Perintah dan larangan ini dalam hal hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama. Manusia ideal adalah yang baik terhadap Allah dan terhadap manusia. Kriteria ini masuk dalam kriteria orang shalih.

Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti,

الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته

“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat” (Fath Al-Bari 2: 314).

Karena Rasul tidak hanya diutus untuk membetulkan ibadah, namun juga mengajarkan akhlak sesama. Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlak.” (HR. Ahmad 2: 381. Syech Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Mendekati Ideal

Dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

إِنّمَا النَّاسُ كَالإِبْلِ المِائَةِ لاَ تَكَادُ تَجِدُ فِيْهَا رَاحِلَةٌ

“Sesungguhnya manusia seperti unta sebanyak seratus, hampir-hampir tidaklah engkau dapatkan di antara unta-unta tersebut, seekor pun yang layak untuk ditunggangi.” (HR. Bukhari no. 6498).

Maksud hadits ini, tak ada memang yang sempurna. Namun tetap memang ada yang mendekati ideal atau kesempurnaan.
Karena Rasul juga mengatakan bahwa yang terbaik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa. Setiap manusia pernah berbuat salah. Yang paling baik dari mereka adalah yang mau bertaubat.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap manusia pernah berbuat salah. Namun yang paling baik dari yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi no.2499; Ibnu Majah no.4251; Ahmad 3: 198. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Kata Ibnu Rajab dalam Fathul Barinya, yang dimaksud at tawwabun adalah:

أَيْ الرَّجَّاعُونَ إِلَى اللَّهِ بِالتَّوْبَةِ مِنْ الْمَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ .

“Orang yang mau kembali pada Allah dari maksiat menuju ketaatan.“ Artinya, mau berhijrah dari maksiat dahulu menjadi lebih baik saat ini.

Tentu saja hijrah tersebut haruslah tulus lillah, tulus karena Allah …

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Ibnu Katsir menerangkan mengenai taubat yang tulus sebagaimana diutarakan oleh para ulama, “Taubat yang tulus yaitu dengan menghindari dosa untuk saat ini, menyesali dosa yang telah lalu, bertekad tidak mengulangi dosa itu lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 323).

Hudzaifah pernah berkata,

بحسب المرءِ من الكذب أنْ يقول : أستغفر الله ، ثم يعود

“Cukup seseorang dikatakan berdusta ketika ia mengucapkan, “Aku beristighfar pada Allah (aku memohon ampun pada Allah) lantas ia mengulangi dosa tersebut lagi.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 411).

Siapa Saja yang Mau Berhijrah

Siapa saja yang mau berhijrah, Allah akan menerima hijrahnya..

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).

Tentu saja setelah berhijrah, seseorang harus punya tekad menjadi baik dan bertekad tidak mengulangi lagi maksiat yang dahulu dilakukan.

ثَوَابُ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا

“Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.”

Begitu juga dalam ayat disebutkan,

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)

Agar Bisa Istiqamah dalam Berhijrah?

Ingatlah kalau bisa istiqamah, itu benar² suatu karunia yang besar.
Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah disampaikan oleh muridnya Ibnul Qayyim dalam Madarij As Salikin,

أَعْظَمُ الكَرَامَةِ لُزُوْمُ الاِسْتِقَامَةِ

“Karomah yang paling besar adalah bisa terus istiqamah.”

Kiat agar bisa terus istiqamah adalah:

• Harus dimulai dengan niatan yang ikhlas.

• Meninggalkan maskiat dahulu yang dilakukan.

• Bertekad untuk jadi lebih baik.

• Mencari lingkungan bergaul yang baik.

• Berusaha terus menambah ilmu lewat majelis ilmu.

•Memperbanyak doa.

Terutama masalah teman, ini teramat penting. Karena tanpa teman yang baik, kita sulit untuk berubah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no.4833; Tirmidzi no.2378; Ahmad 2: 344. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Teman² shalih bisa didapat di majelis ilmu. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no.2101, dari Abu Musa)

Yang jelas hijrah tersebut harus ikhlas karena Allah, bukan karena cari ridha manusia.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وما لا يكون له لا ينفع ولا يدوم

“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.”  (Dar ut Ta’arudh Al ‘Aql wan Naql 2: 188).

Para ulama juga memiliki istilah lain,

ما كان لله يبقى

“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”

Juga jangan lupa untuk panjatkan doa pada Allah. Karena tanpa pertolongan-Nya, kita tak berdaya dengan berbagai godaan. Do’a yang paling sering nabi panjatkan agar bisa terus istiqamah adalah,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”

Kapan Mau Hijrah?

Allah Ta’ala menyeru kita,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)

Dalam ayat di atas disuruh bersegera bertaubat. Ini berarti disuruh pula untuk segera meninggalkan maksiat dan raihlah ampunan Allah. Ini maksud yang sama yang berisi perintah untuk segera berhijrah.

Imam Asy Syaukani dalam Fath Al-Qadir menyatakan,

سارعوا إلى ما يوجب المغفرة من الطاعات

“Bersegeralah meraih ampunan Allah dengan melakukan ketaatan.”

Semoga Allah memberikan kita bisa semangat terus dalam berhijrah, menjadi lebih baik mulai saat ini dan bisa terus istiqamah..

Aamiin Yaa Mujibas Saailiin..

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"

MUSIBAH WANITA DENGAN PARFUM SAAT DI LUAR RUMAH

00.33.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum, malem Akhi Ukhti'..
Biar waktu perjalanan ane pulang dari perayaan milad sohib ane bisa ada manfaatnya juga, Ane mau sedikit ngasih bahan renungan nich setelah ngikutin acara keriaan milad tadi, khususnye buat temen² akhwat semua yang ada di group'..

Ukhti, Laki² mana pun pasti tergoda ketika melihat wanita lewat di hadapannya dan sudah jauh 50 meter masih tercium wewangiannya. Kebiasaan wanita yang keluar rumah dengan wewangian seperti ini amatlah berbahaya. Karena penampilan semacam ini dapat menggoda para pria, sewaktu-waktu pun mereka bisa menakali si wanita. Namun banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini meskipun mereka berjilbab yang sesuai perintah.

Padahal sudah jauh² hari, hal yang menimbulkan fitnah semacam ini dilarang. Kecantikan dan kewangian wanita hanya khusus untuk suami mereka di rumah.

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i no. 5129, Abu Daud no.4173, Tirmidzi no.2786 dan Ahmad 4: 414. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir)

Dari Yahya bin Ja’dah, “Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang perempuan yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, Umar mencium bau harum dari perempuan tersebut maka Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu beliau berkata,

تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم اخرجن تفلات

“Kalian, para perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki mencium bau harum kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang dicium oleh hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian”. (HR. Abdurrazaq dalam Al Mushonnaf no.8107)

Dari Ibrahim, Umar (bin Khatab) memeriksa shaf shalat jamaah perempuan lalu beliau mencium bau harum dari kepala seorang perempuan. Beliau lantas berkata,

لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت لبست أطمار وليدتها

“Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan demikian dan demikian. Hendaklah kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika keluar rumah hendaknya memakai kain jelek yang biasa dipakai oleh budak perempuan”. Ibrahim mengatakan, “Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang memakai wewangian itu sampai ngompol karena takut (dengan Umar)”. (HR. Abdur Razaq no.8118)

Syech Abu Malik berkata bahwa sebab wanita mengenakan wewangian itu sangat jelas karena dapat membangkitkan syahwat para pria yang mencium baunya. (Shahih Fiqh Sunnah, 3: 35).

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, “Dianalogikan dengan minyak wangi (yang terlarang dipakai oleh muslimah ketika hendak keluar rumah) segala hal yang semisal dengan minyak wangi (sabun wangi dan lain-lain) karena penyebab dilarangnya wanita memakai minyak wangi adalah adanya sesuatu yang menggerakkan dan membangkitkan syahwat.” (Fathul Bari 2: 349)

Al Haitsami dalam Az Zawajir (2: 37) berkata bahwa keluarnya wanita dari rumahnya dengan mengenakan wewangian sambil berhias diri termasuk dosa besar, meskipun suami mengizinkannya berpenampilan seperti itu.
Itulah larangan ketika keluar rumah bagi wanita. Sedangkan di dalam rumahnya, di hadapan suaminya terutama, berbau wangi malah dianjurkan. Karena setiap wanita yang menyenangkan hati suami dipuji dalam hadits.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Berbeda halnya jika istri senangnya berbau kecut dan membuat suami tidak betah di rumah. Namun para wanita saat ini berpenampilan sebaliknya. Ketika di luar rumah, mereka berpenampilan ‘waah’. Di dalam rumah, berpenampilan seperti tentara, berbau kecut atau berbau asap. Sungguh jauh dari wanita yang terpuji.

"Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat"