Kamis, 22 Desember 2016

SHALAT MALAM DALAM KEADAAN NGANTUK

00.20.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Seringkali kita melakukan shalat malam dalam keadaan ngantuk. Apa baiknya jika dalam keadaan capek dan ngantuk, kita memilih istirahat ataukah melanjutkan shalat malam (shalat tahajud)?

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ

“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no.212 dan Muslim no.786).

Ibnu Hajar memberikan faedah untuk hadits di atas, “Hadits di atas menuntun kita untuk khusyu’ dalam shalat dan menghadirkan hati ketika melakukan ibadah. Hadits tersebut juga mengajarkan untuk menjauhi setiap yang dimakruhkan dalam shalat. Juga bolehnya berdoa dengan doa apa pun tanpa mesti mengkhususkan dengan doa tertentu.” (Fathul Bari 1: 315)

Imam Nawawi juga menjelaskan, “Hadits di atas mengandung beberapa faedah. Di antaranya, dorongan agar khusyu’ dalam shalat dan hendaknya tetap terus semangat dalam melakukan ibadah. Hendaklah yang dalam keadaan ngantuk untuk tidur terlebih dahulu supaya menghilangkan kantuk tersebut. Kalau dilihat ini berlaku umum untuk shalat wajib maupun shalat sunnah, baik shalat tersebut dilakukan di malam maupun siang hari. Inilah pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama.
Akan tetapi shalat wajib jangan sampai dikerjakan keluar dari waktunya. Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa Imam Malik dan sekelompok ulama memaksudkan hadits tersebut adalah untuk shalat malam. Karena shalat malam dipastikan diserang kantuk, umumnya seperti itu.” (Syarh Shahih Muslim 6: 67-68).

Syech Musthofa Al Bugho menyatakan bahwa hadits di atas menjelaskan terlarangnya memaksakan diri dalam ibadah dan bersikap berlebih²an. Jika seseorang berlebih²an dalam ibadah, ia tidak bisa menggapai tujuan, malah dapat yang sebaliknya, yaitu mendapatkan dosa. (Nuzhatul Muttaqin hal.88).

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

HUKUM SHALAT SAMBIL MENAHAN KENCING DAN KENTUT

00.16.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Bagaimana jika seseorang shalat menahan kentut, apakah shalatnya sah?
Ada hadits yang bisa menjawab hal ini, yaitu hadits dari Aisyah.

Dari Aisyah, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

“Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan akhbatsan (kencing atau buang air besar).” (HR. Muslim no.560).

Bagi ulama yang berpendapat bahwa khusyu’ termasuk dalam kewajiban dalam shalat, berarti maksud kata “laa” dalam hadits menunjukkan tidak sahnya shalat dengan menahan kencing. Sedangkan menurut jumhur atau mayoritas ulama bahwa khusyu’ dihukumi sunnah, bukan wajib. Sehingga “laa” yang dimaksud dalam hadits adalah menafikan kesempurnaan shalat atau hadits itu diartikan “tidak sempurna shalat dari orang yang menahan kencing”.

Jika demikian, bagaimana hukum menahan kencing atau buang air saat shalat?

Syech Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa jika cuma merasakan ingin buang air kecil atau air besar tanpa menahannya, seperti itu masih dibolehkan shalat. Dalam hadits dikatakan kencing atau buang air yang membuat masalah hanyalah jika ditahan. Bila tidak dalam keadaan menahan, maka tidak masalah untuk shalat karena hati masih bisa berkonsentrasi untuk shalat.

Syech Ibnu Utsaimin juga menyatakan bahwa menahan kentut (angin) sama hukumnya seperti menahan kencing dan buang air besar.
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, menahan kentut dihukumi makruh.

Imam Nawawi berkata, “Menahan kencing dan buang air besar (termasuk pula kentut) mengakibatkan hati seseorang tidak konsen di dalam shalat dan khusyu’nya jadi tidak sempurna. Menahan buang hajat seperti itu dihukumi makruh menurut mayoritas ulama Syafi’iyah dan juga ulama lainnya. Jika waktu shalat masih longgar (Masih ada waktu luas untuk buang hajat), maka dihukumi makruh. Namun bila waktu sempit untuk shalat, misalnya jika makan atau bersuci bisa keluar dari waktu shalat, maka (walau dalam keadaan menahan kencing), tetap shalat di waktunya dan tidak boleh ditunda.”

Imam Nawawi berkata pula, “Jika seseorang shalat dalam keadaan menahan kencing padahal masih ada waktu yang longgar untuk melaksanakan shalat setelah buang hajat, shalat kala itu dihukumi makruh. Namun, shalat tersebut tetaplah sah menurut ulama Syafi’i dan ini yang jadi pendapat jumhur atau mayoritas ulama.” (Syarh Shahih Muslim 5: 46).

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..