Selasa, 14 Maret 2017

APAKAH MUSLIM MENYEMBAH KA'BAH DAN HAJAR ASWAD?

23.43.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Syech Sholeh Al Fauzan hafizhohullah ditanya,

Bagaimana membantah orang atheis yang mengatakan, “Wahai kaum muslimin, kalian sendiri menyembah batu (hajar Aswad) dan berputar mengelilinginya! Lantas kenapa kalian menyalah-nyalahkan yang lain menyembah berhala dan patung/gambar?

Syech Sholeh Al Fauzan memberikan jawaban sebagai berikut,

Ini jelas kebohongan yang nyata, kami sama sekali tidak menyembah batu (Hajar Aswad), melainkan kami menyentuhnya dan menciumnya sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Ini artinya kami lakukan hal tersebut dalam rangka ibadah dan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencium Hajar Aswad adalah bagian dari ibadah sebagaimana kita wuquf di Arofah, bermalam di Muzdalifah dan thawaf keliling baitullah (Ka’bah). Juga kita mencium Hajar Aswad dan menyentuhnya atau memberi isyarat padanya, itu semua adalah bentuk ibadah pada Allah, bukan berarti menyembah batu tersebut. Lebih dari itu, kita bisa beralasan dengan apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuu ketika mencium Hajar Aswad. Ketika itu beliau mengatakan, “Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari no.1597 dan Muslim no.1270)

Oleh karena itu, masalah ini adalah berkaitan dengan bagaimana umat Islam mengikuti tuntunan Nabinya dan bukan menyembah batu (Hajar Aswad). Jadi, sebenarnya mereka yang menyebarkan isu demikian telah merencanakan kebohongan atas umat Islam, kita sama sekali tidak menyembah Ka’bah. Bahkan yang kita sembah adalah Rabb pemilik Ka’bah. Begitu pula kita melakukan thawaf keliling Ka’bah dalam rangka ibadah pada Allah ‘azza wa jalla karena Allah-lah yang memerintahkan kita untuk melakukan seperti itu. Kita melakukan demikian hanya menaati Allah ‘azza wa jalla dan mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

DOA NABI MUSA, MOHON KEMUDAHAN URUSAN DAN LISAN

23.39.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Do’a ini adalah do’a yang amat manfaat. Do’a ini berisi hal meminta kemudahan pada Allah dan agar dimudahkan dalam ucapan serta dimudahkan untuk memahamkan orang lain ketika ingin berdakwah.

Do’a ini dari Nabi Musa ‘alaihis salam. Namun do’a ini bisa diamalkan pula oleh kita sebagaimana ditunjukkan oleh para ulama dalam berbagai kitab do’a kumpulan mereka. Do’a ini terdapat pada firman Allah Ta’ala,

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي  وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

“Musa berkata, ‘Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii..’ [Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku..” (QS. Thoha: 25-28)

Kisah Nabi Musa Dengan Do’a Di Atas

Tatkala Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, memberikan  kabar padanya serta menunjukkan bukti² yang nyata, kemudian Musa diutus kepada Fir’aun (Raja Mesir)..

Allah Ta’ala berfirman,

اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى

“Pergilah kepada Fir’aun, Sesungguhnya ia telah melampaui batas“. (QS. Thaha: 24).

Fir’aun sungguh telah melampaui batas dalam kekafiran, berbuat kerusakan, ia benar² telah menunjukkan kesombongan yang nyata di muka bumi, dan ia pun menindas orang² yang lemah. Sampai² ia mengklaim rububiyah ilahiyah (bahwa dirinya adalah Rabb dan pantas untuk disembah). Sungguh ia benar² melampaui batas, inilah sebab kebinasaannya. Namun karena rahmat, hikmah dan keadilan Allah, Dia tidak mengadzab Fir’aun melainkan setelah diberikan hujjah dengan diutusnya para Rasul. Maka dari sinilah Musa tahu bahwa beliau diutus dengan membawa tugas yang berat. Musa diutus kepada seorang pembangkang, yang tidak ada satu orang Mesir pun yang dapat menentangnya.

Musa ‘alaihis salam sendiri mengalami rintangan sebagaimana yang lainnya ketika ingin mendakwahi Fir’aun, yaitu hendak dibunuh. Musa tetap menjalankan misi yang dititahkan untuknya dari Rabbnya. Ia tetap menjalani misi dari Rabbnya dengan penuh lapang dada. Musa senantiasa memohon pertolongan Allah dan meminta dimudahkan berbagai macam sebab. Beliau pun mengucapkan do’a di atas.

Maksud Do’a Di Atas

Berikut akan ane sarikan penjelasan Syech As Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya ketika menafsirkan ayat di atas..

Pertama:

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي

“Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku..”

Maksudnya adalah lapangkanlah, janganlah perkataan dan perbuatanku ini menyakiti dan janganlah hatiku ini terkotori dengan yang demikian, dan jangan pula hatiku ini dipersempit. Karena jika hati telah sempit, maka orang yang memiliki hati tersebut sulit memberikan hidayah (petunjuk ilmu) pada orang yang didakwahi.

Allah Ta’ala telah berkata pada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imron: 159).

Kedua:

وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي

“dan mudahkanlah untukku urusanku..”

Maksudnya adalah mudahkanlah setiap urusan dan setiap jalan yang ditempuh untuk mengharap ridho-Mu, mudahkanlah segala kesulitan yang ada di hadapanku. Di antara dimudahkan suatu urusan yaitu seseorang yang memohon diberikan berbagai kemudahan dari berbagai pintu, ia dimudahkan untuk berbicara dengan setiap orang dengan tepat, dan ia mendakwahi seseorang melalui jalan yang membuat orang lain mudah menerima.

Ketiga:

وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

“dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku..”

Dahulu Nabi Musa ‘alaihis salam memiliki kekurangan, yaitu rasa kaku dalam lisannya. Hal ini membuat orang lain sulit memahami yang beliau ucapkan, demikianlah dikatakan oleh para pakar tafsir.

Sebagaimana AllahTa’ala berfirman,

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا

“Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripadaku..” (QS. Al Qashshash: 34).

Oleh karena itu, Nabi Musa meminta pada Allah agar dilepaskan dari kekakuan lidahnya sehingga orang bisa memahami apa yang diucapkan oleh Musa. Akhirnya tercapailah maksud yang beliau minta.

Amalkanlah!

Intinya, do’a ini amat bermanfaat sekali agar kita dimudahkan dalam segala urusan. Itu yang pertama. Kemudian agar hati ini selalu lapang dan tidak sempit sehingga mudah menyampaikan dakwah pada orang lain dan mudah memahamkan orang lain. Lalu do’a ini juga mengandung makna agar segala kekakuan lisan kita ini bisa dilepaskan dengan pertolongan Allah.

Kepada Allah-lah seharusnya kita meminta. Kepada Allah-lah satu²nya kita mohon pertolongan. Ketika ada kesulitan, kesedihan dan kesempitan, adukanlah pada Allah. Allah sungguh Maha Mendengar. Allah Maha Mendengar do’a² hamba-Nya. Setiap do’a yang kita panjatkan pasti bermanfaat. Tidak mungkin sama sekali tangan yang kita tengadahkan ke atas, kembali begitu saja dalam keadaan hampa. Ketika sulit saat menghadapi ujian, mohonlah segala jalan keluar pada Allah. Ketika objek dakwah sulit menerima dakwah kita, mintalah kemudahan dari Allah karena Allah-lah yang membuka hati hidayah setiap hamba sedangkan kita hanya berbicara dan menyampaikan.

Ingatlah hadits ini,

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesunguhnya Rabb kalian tabaroka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya , lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.”

Do’a yang amat mudah untuk diamalkan jangan sampai dilupakan,

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي  وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

“Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii..”

Artinya:
"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.."

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang bermanfaat'..

MENGKHATAMKAN AL QUR'AN SEBULAN SEKALI

23.30.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Mengkhatamkan Al Qur’an sebulan sekali memang salah satu perintah dari baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun apakah suatu kewajiban satu bulan mesti satu juz? Ataukah boleh kurang dari target khatam setiap bulan?

Bacalah Yang Mudah Bagimu

Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى شَهْرٍ » . قُلْتُ إِنِّى أَجِدُ قُوَّةً حَتَّى قَالَ « فَاقْرَأْهُ فِى سَبْعٍ وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ »

“Bacalah (khatamkanlah) Al Qur'an dalam sebulan.” Abdullah bin Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR. Bukhari No.5054).

Bukhari membawakan judul Bab untuk hadits ini,

باب فِى كَمْ يُقْرَأُ الْقُرْآنُ .وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى ( فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ) .

“Bab Berapa Banyak Membaca Al Qur’an?”. Lalu beliau membawakan firman Allah,

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

“Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran” (QS. Al Muzammil: 20).

Kata Ibnu Hajar bahwa yang dimaksud oleh Imam Bukhari dengan membawakan surat Al Muzammil ayat 20 di atas berarti bukan menunjukkan batasan bahwa satu bulan harus satu juz. Dalam riwayat Abu Daud dari jalur lain dari Abdullah bin Amr ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Berapa hari mesti mengkhatamkan Al Qur’an?” Beliau katakan 40 hari [artinya, satu hari bisa jadi kurang dari satu juz].

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lagi, “Satu bulan.” [Artinya, satu hari bisa rata² mengkhatamkan satu juz] (Fathul Bari 9: 95).

Ibnu Hajar mengatakan,

لِأَنَّ عُمُوم قَوْله : ( فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ) يَشْمَل أَقَلّ مِنْ ذَلِكَ ، فَمَنْ اِدَّعَى التَّحْدِيد فَعَلَيْهِ الْبَيَان

“Karena keumuman firman Allah yang artinya, “ Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an” mencakup pula jika kurang dari itu (kurang dari satu juz). Barangsiapa yang mengklaim harus dengan batasan tertentu, maka ia harus datangkan dalil (penjelas).” (Fathul Bari 9: 95)

Ibnu Hajar juga menukil perkataan Imam Nawawi,

وَقَالَ النَّوَوِيّ : أَكْثَر الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ لَا تَقْدِير فِي ذَلِكَ ، وَإِنَّمَا هُوَ بِحَسَبِ النَّشَاط وَالْقُوَّة ، فَعَلَى هَذَا يَخْتَلِف بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَال وَالْأَشْخَاص

“Imam Nawawi berkata, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan hari dalam mengkhatamkan Al Qur’an, semuanya tergantung pada semangat dan kekuatan. Dan ini berbeda-beda satu orang dan lainnya dilihat dari kondisi dan personal masing².” (Fathul Bari 9: 97).

Bacalah Walau Lima Ayat

Abu Sa’id Al Khudri ketika ditanya firman Allah,

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ

“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an.” (QS. Al Muzammil: 20).

Jawab beliau, “Iya betul. Bacalah walau hanya lima ayat.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 7: 414)

Dalam riwayat Ath Thabari disebutkan dengan sanad yang shahih, dijawab oleh Abu Sa’id, “Walau hanya lima puluh ayat.” (Diriwayatkan oleh Ath Tahabari 29: 170).

Dari As Sudi, ditanya mengenai ayat di atas, maka beliau jawab, “Walau 100 ayat.”

Tadabbur itu Lebih Utama

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

وَالِاخْتِيَار أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِف بِالْأَشْخَاصِ ، فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْل الْفَهْم وَتَدْقِيق الْفِكْر اُسْتُحِبَّ لَهُ أَنْ يَقْتَصِر عَلَى الْقَدْر الَّذِي لَا يَخْتَلّ بِهِ الْمَقْصُود مِنْ التَّدَبُّر وَاسْتِخْرَاج الْمَعَانِي ، وَكَذَا مَنْ كَانَ لَهُ شُغْل بِالْعِلْمِ أَوْ غَيْره مِنْ مُهِمَّات الدِّين وَمَصَالِح الْمُسْلِمِينَ الْعَامَّة يُسْتَحَبّ لَهُ أَنْ يَقْتَصِر مِنْهُ عَلَى الْقَدْر الَّذِي لَا يُخِلّ بِمَا هُوَ فِيهِ ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ فَالْأَوْلَى لَهُ الِاسْتِكْثَار مَا أَمْكَنَهُ مِنْ غَيْر خُرُوج إِلَى الْمَلَل وَلَا يَقْرَؤُهُ هَذْرَمَة . وَاللَّهُ أَعْلَم

“Waktu mengkhatamkan tergantung pada kondisi tiap personal. Jika seseorang adalah yang paham dan punya pemikiran mendalam, maka dianjurkan padanya untuk membatasi pada kadar yang tidak membuat ia luput dari tadabbur dan menyimpulkan makna² dari Al Qur’an. Adapun seseorang yang punya kesibukan dengan ilmu atau urusan agama lainnya dan mengurus maslahat kaum muslimin, dianjurkan baginya untuk membaca sesuai kemampuannya dengan tetap melakukan tadabbur (perenungan). Jika tidak bisa melakukan perenungan seperti itu, maka perbanyaklah membaca sesuai kemampuan tanpa keluar dari aturan dan tanpa tergesa-gesa. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari 9: 97).

Kata Syech Kholid bin ‘Abdillah Al Mushlih, “Aku mewasiatkan pada saudara²ku untuk bersungguh-sungguh menggabungkan antara memperbanyak baca Al Qur’an ditambah dengan tadabbur supaya benar² bisa meraih berbagai kebaikan."

Semoga Allah Ta'alaa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk rajin memperhatikan dan mentadabburi Al Qur’an..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..