Selasa, 17 Januari 2017

HUKUM AL FATIHAH (3): MEMBACA AL FATIHAH TERMASUK RUKUN SHALAT

00.33.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Satu lagi permasalahan hukum mengenai surat Al Fatihah, bagaimana hukum membaca surat Al Fatihah dalam shalat.

Para ulama dalam hal ini berselisih pendapat.

Mayoritas ulama yaitu ulama Malikiyyah, Syafi’iyah dan Hambali menyatakan membaca Al Fatihah merupakan bagian dari rukun shalat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Dari Ubadah bin Ash Shaamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah.”
(HR. Bukhari no.756 dan Muslim no.394)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, haditsnya marfu’ sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَهْىَ خِدَاجٌ

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat dan tidak membaca Al Fatihah di dalamnya, maka shalatnya itu kurang.” Perkataan ini diulang sampai tiga kali. (HR. Muslim no.395).

Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa membaca Al Fatihah merupakan wajib shalat, namun tidak termasuk rukun shalat. Anggapannya karena pensyariatannya berdasarkan khabar wahid (berita dari satu orang), yang merupakan tambahan dari firman Allah Ta’ala,

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ

“Bacalah yang mudah darimu dari Al Qur’an.”
(QS. Al Muzammil: 20) (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah 32: 9).

Pendapat dari jumhur (Mayoritas Ulama) yang menyatakan membaca Al Fatihah adalah bagian dari rukun shalat lebih tepat.

Insyaa Allah hukum membaca Al Fatihah, bagi imam, makmum dan orang yang shalat sendirian akan dibahas tersendiri.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

BAGI YANG MANDUL, ALLAH AKAN MENYIAPKAN ANAK DI SURGA

00.28.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ada wanita yang bertahun² belum ditakdirkan memiliki keturunan. Dan ia sangat merindukan sekali dengan kehadiran bayi di rumahnya.

Ketika Allah tidak menghendaki buah hati hadir di tengah² kita saat ini, janganlah khawatir sesungguhnya Allah telah menyiapkan gantinya di surga kelak.

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ إِذَا اشْتَهَى الْوَلَدَ فِي الْجَنَّةِ كَانَ حَمْلُهُ وَوَضْعُهُ وَسِنُّهُ فِي سَاعَةٍ ، كَمَا يَشْتَهِي

“Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya.” (HR. Tirmidzi no.2563, Ibnu Majah no.4338. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dari hadits di atas, kebanyakan ulama berpendapat bahwa bagi yang menginginkan anak namun tidak mendapatkannya di dunia, maka ia akan mendapatkannya di surga.

Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa di surga memang ada jima’ (hubungan intim), namun tidak menghasilkan anak atau keturunan. Inilah pendapat yang diriwayatkan dari Thawus, Mujahid, dan Ibrahim An Nakha’i.

Dalil dari pendapat kedua di atas adalah hadits dari Abu Razin Al Uqailiy radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

الصَّالِحَاتُ لِلصَّالِحَيْنِ تَلَذُّونَهُنَّ مِثْلَ لَذَّاتِكُمْ فِي الدُّنْيَا ، وَيَلْذَذْنَ بِكُمْ ، غَيْرَ أَنْ لَا تَوَالُدَ

“Wanita shalih dengan pria shalih di surga akan saling merasakan kelezatan sebagaimana yang mereka rasakan di dunia. Wanita² itu akan bersenang² dengan kalian. Namun mereka tidak memiliki anak.”
(HR. Ahmad 4: 13. Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if).

Ibnul Qayyim sampai² menjelaskan, “Surga bukanlah negeri untuk menghasilkan keturunan. Surga adalah negeri yang tetap dan kekal di dalamnya. Orang yang berada dalam surga tidak mengalami kematian dan tidak pula menghasilkan keturunan untuk menggantikan yang mati.” (Haadi Al Arwah 1: 173).

Namun cara kompromi yang baik dari dua dalil yang kelihatan kontradiksi di atas adalah seperti yang dikatakan oleh Al Munawi berikut..

Al Munawi menjelaskan dalam Faidh Al Qadir (6: 335) bahwa, “Hadits tersebut tidak bertentangan dengan hadits Al Uqaili dengan sanad shahih “Sesungguhnya di surga itu tidak ada anak kecil.” Karena itu, bagi orang yang tidak menginginkannya, ia tidak akan melahirkan anak. Namun apabila seseorang menginginkan anak maka akan seperti yang dijelaskan dalam hadits tersebut.”

Karena memang di surga, seseorang akan mendapatkan apa yang ia inginkan termasuk kerinduan mendapatkan anak. Dalam ayat disebutkan,

وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az Zukhruf: 71).

Semoga Allah Ta'alaa memberikan yang terbaik kepada kita semua untuk urusan dunia dan akhirat kita. Yang belum mendapatkan keturunan, semoga Allah mudahkan atau ganti dengan yang lebih baik..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..