Jumat, 09 Desember 2016

KIAT AGAR SEMANGAT TIDAK KENDOR DALAM BELAJAR ISLAM

07.15.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Setelah kemarin ane sudah ngebahas mengenai semangat yang kendor dalam belajar Islam, pada kesempatan pagi ini ane akan melanjutkan dengan menerangkan bagaimanakah agar terus punya rasa semangat dalam belajar. Hal ini pun bisa diterapkan dalam amalan ibadah lainnya..

1. Luruskan niat dalam belajar

Kita tentu tahu bahwa kita diperintahkan untuk ikhlas dalam ibadah termasuk pula dalam belajar ilmu diin, sebagaimana Allah Ta’ala perintahkan,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5).

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no.1 dan Muslim no.1907, dari ‘Umar bin Al Khottob)

Karena ikhlaslah suatu kaum menjadi mulia. Sebagaimana Abu Bakar Al Marrudzi pernah mendengar seseorang berkata pada Abu ‘Abdillah yaitu Imam Ahmad bin Hambal mengenai jujur dan ikhlas. Imam Ahmad pun berkata,

بهذا ارتفع القوم

“Dengan ikhlas, semakin mulialah suatu kaum.” (Ta’zhimul ‘Ilmi hal.25).

Guru ane, Syech Hammad Ad Dabbas berkata,

وإنما ينال المرأ العلم على قدر إخلاصه

“Seseorang bisa meraih ilmu sesuai dengan kadar ikhlasnya.."

Artinya, semakin seseorang ikhlas dalam belajar, maka semakin mudah meraih ilmu. Jika semakin mudah, maka ia pun akan terus semangat dalam belajar.

Yang dimaksud ikhlas dalam belajar sebagaimana kata Syech Hammad Ad Dabbas:

• Belajar agama untuk menghilangkan kebodohan pada diri sendiri.

• Belajar agama untuk menghilangkan kebodohan pada orang lain.

• Belajar agama untuk menghidupkan dan menjaga ilmu.

• Belajar agama untuk mengamalkan ilmu.

Guru ane, Syech Hammad Ad Dabbas lalu berkata,

فالعلم شجرة والعمل ثمرة وإنما يراد العلم بالعمل

“Ilmu itu ibarat pohon, amal itu buahnya. Ilmu itu dicari untuk diamalkan..”

Memperbaiki niat inilah yang membuat kita bisa terus semangat dalam belajar. Namun memperbaikinya tentu sulit dan butuh perjuangan.

Sufyan Ats Tsauri pernah berkata,

ما عالجتُ شيئاً أشدَّ عليَّ من نيَّتي ؛ لأنَّها تتقلَّبُ عليَّ

“Tidaklah yang paling sulit untuk ku obati selain daripada niatku. Karena niatku selalu berbolak-balik.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam).

Sulaiman bin Daud Al Hasyimiy berkata,

ربَّما أُحدِّثُ بحديثٍ ولي نيةٌ ، فإذا أتيتُ على بعضِه ، تغيَّرت نيَّتي ، فإذا الحديثُ الواحدُ يحتاجُ إلى نيَّاتٍ

“Terkadang ketika aku menyampaikan satu hadits, aku butuh pada niat. Lalu jika beralih pada hadits yang lain, maka berubah pula niatku. Sehingga satu hadits itu butuh pada beberapa niat.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam).

Bisa jadi seseorang dalam belajar pada awalnya ingin mengharap ridho selain Allah, namun ilmu nantinya yang mengantarkan dia pada ridho Allah. Ad Daruquthi berkata,

طلبنا العلم لغير الله فأبي أن يكون إلا لله

“Kami dahulu menuntut ilmu karena ingin gapai ridho selain Allah. Namun ilmu itu enggan, ia hanya ingin niatan tersebut untuk Allah.” (Disebutkan dalam Tadzkiroh As Saami’ wal Muta’allim, dinukil dari Ma’alim fii Thoriqi Tholabil ‘Ilmi hal.18).

2. Mengamalkan ilmu

Mengamalkan ilmu membuat seseorang semakin kokoh dan semangat untuk meraih ilmu lainnya. Sedangkan enggan mengamalkan ilmu adalah sebab hilangnya barokah ilmu. Bahkan karena tidak mengamalkannya, itu bisa jadi argumen untuk menjatuhkan diri seorang penuntut ilmu. Allah telah mencela orang² semacam ini dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

“Wahai orang² yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa² yang tidak kamu kerjakan” (QS. Ash Shaff: 3).

Jika seseorang mengamalkan ilmu, maka Allah akan semakin memudahkan ia mendapatkan taufik untuk meraih ilmu lainnya. Selain itu, mengamalkannya semakin menolongnya membedakan antara  yang benar dan yang keliru.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا

“Hai orang² beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (membedakan antara yang hak dan batil)” (QS. Al Anfal: 29).

Dalam ayat lain disebutkan,

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

“Dan orang² yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya. ” (QS. Muhammad: 17).

Ibnu Mas’ud berkata,

كان الرجل منا إذا تعلم عشر آيات لم يجاوزهن حتى يعرف معانيهن، والعمل بهن

“Dahulu orang² di antara kami (yaitu para sahabat Nabi) mempelajari sepuluh ayat Qur’an, lalu mereka tidak melampauinya hingga mengetahui makna²nya, serta mengamalkannya.” (Muqoddimah Tafsir Ibnu Katsir)

Adz Dzahabi berkata,

واما اليوم فما بقي من العلوم القليلة الا القليل في أناس قليل ما أقل من يعمل منهم بذلك القليل فحسبنا الله ونعم الوكيل

“Adapun hari ini: ilmu sedikit yang tersisa hanyalah sedikit yang ditemui pada orang² yang jumlahnya pun sedikit. Yang mengamalkannya pun sedikit. Hasbunallah wa ni’mal wakil, hanya Allah yang memberikan kecukupan dan pertolongan” (Tadzkirotul Hafizh 3: 1031).

3. Bergaul dengan orang² yang sholih.

Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu sebab utama yang membantu para sahabat Nabi untuk tetap semangat dalam iman adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah² mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat² Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada ditengah² kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101).

Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang² yang baik.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang² yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang² yang benar (jujur).” (QS. At Taubah: 119).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita. Karena dengan sahabat baiklah yang membuat agama kita semakin kokoh. Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no.2101)

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang² yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang² yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.” (Fathul Bari 4: 324)

Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang sholih.

Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ

“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.” (Siyar A’lam An Nubala’ 8: 435).

Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang² sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang² sholih lainnya.

‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”

Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas,  Sayyid bin Husain Al ‘Afani hal.466)

Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid² Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka² buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”. (Shahih Al Wabilush Shoyyib hal.94-95)

4. Bersifat pertengahan

Di antara sebab yang membuat seseorang cepat futur dalam belajar adalah sikap terlalu berlebihan (esktrim). Terlalu mempress dirinya untuk belajar tanpa mengenal waktu, tanpa istirahat badan dan tidak memperhatikan tubuhnya.

Cobalah ambil pelajaran dari hadits berikut ini..

Dari Mujahid, ia berkata, aku dan Yahya bin Ja’dah pernah menemui salah seorang Anshor yang merupakan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, para sahabat Rasul membicarakan bekas budak milik Bani ‘Abdul Muthollib. Ia berkata bahwa ia biasa shalat malam (tanpa tidur) dan biasa berpuasa (setiap hari tanpa ada waktu luang untuk tidak puasa). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Akan tetapi aku tidur dan aku shalat malam. Aku pun puasa, namun ada waktu bagiku untuk tidak berpuasa. Siapa yang mencontohiku, maka ia termasuk golonganku. Siapa yang benci terhadap ajaranku, maka ia bukan termasuk golonganku. Setiap amal itu ada masa semangat dan ada masa malasnya. Siapa yang rasa malasnya malah menjerumuskan pada bid’ah, maka ia sungguh telah sesat. Namun siapa yang rasa malasnya masih di atas ajaran Rasul, maka dialah yang mendapat petunjuk.” (HR. Ahmad 5: 409).

Kita mesti bersikap pertengahan termasuk pula dalam belajar agar sikap semangat bisa terus dijaga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati ‘Abdullah bin ‘Amr,

لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Dirimu itu memiliki hak yang mesti diperhatikan. Begitu pula keluargamu memiliki hak yang mesti diperhatikan.” (HR. Ahmad 2: 200. Sanad hadits ini hasan).

Begitu pula amalan yang terbaik adalah amalan yang pertengahan dan rutin, walau jumlahnya sedikit. Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

“Sesungguhnya amalan yang paling dicintai di sisi Allah adalah yang rutin (continue) walau jumlahnya sedikit.” (HR. Bukhari no.5861 dan Muslim no.782).

5. Perbanyak do’a pada Allah agar tetap terus semangat

Dalam Al Qur’an Allah Ta’ala memuji orang² yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman, termasuk dalam hal ini adalah semangat dalam belajar.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah  (kepada musuh). Allah menyukai orang² sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa² kami dan tindakan² kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang² yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang² kafir” (QS. Al Baqarah: 250)

Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan ketegaran adalah,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)

Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik..
(Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no.3522. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad 3: 257. Syech Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini kuat sesuai syarat Muslim)

Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang² yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30), ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal.245)

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

KEUTAMAAN ILMU AGAMA

06.53.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Jika kita mengetahui keutamaan ilmu ini, pasti akan semakin semangat untuk belajar Islam. Jika keutamaannya semakin membuat seseorang dekat dengan Allah, diridhoi malaikat dan membuat penduduk langit, juga bumi tunduk, maka itu sudah jadi keutamaan yang luar biasa.

Berikut akan ane tunjukkan beberapa di antara keutamaan ilmu agama:

1. Yang paling takut pada Allah hanyalah orang yang berilmu

Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba²-Nya, hanyalah ulama”  (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).

Para ulama berkata,

من كان بالله اعرف كان لله اخوف

“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah.”

2. Keutamaan menuntut ilmu sudah tercakup dalam hadits berikut..

عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِى الدَّرْدَاءِ فِى مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّى جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ -صلى الله عليه وسلم- لِحَدِيثٍ بَلَغَنِى أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ. قَالَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ »

Dari Katsir bin Qois, ia berkata, aku pernah duduk bersama Abu Darda’ di Masjid Damasqus, lalu datang seorang pria yang lantas berkata, “Wahai Abu Ad Darda’, aku sungguh mendatangi dari kota Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Madinah Nabawiyah) karena ada suatu hadits yang telah sampai padaku di mana engkau yang meriwayatkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku datang untuk maksud mendapatkan hadits tersebut. Abu Darda’ lantas berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang² lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no.3641. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dan sungguh sangat indah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim,

ولو لم يكن في العلم الا القرب من رب العالمين والالتحاق بعالم الملائكة وصحبة الملأ الاعلى لكفى به فضلا وشرفا فكيف وعز الدنيا والآخرة منوط به ومشروط بحصوله

“Seandainya keutamaan ilmu hanyalah kedekatan pada Rabbul ‘alamin (Rabb semesta alam), dikaitkan dengan para malaikat, berteman dengan penduduk langit, maka itu sudah mencukupi untuk menerangkan akan keutamaan ilmu. Apalagi kemuliaan dunia dan akhirat senantiasa meliputi orang yang berilmu dan dengan ilmulah syarat untuk mencapainya” (Miftah Daaris Sa’adah 1: 104).

3. Orang yang dipahamkan agama, itulah yang dikehendaki kebaikan.

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no.71 dan Muslim no.1037).

Yang dimaksud fakih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan fakih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syech Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi hal.21.

4. Akan hidup terus setelah matinya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal, dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no.1631)

5. Ilmu menghidupkan hati sebagaimana hujan menyuburkan tanah.

Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ

“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah  tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab “Orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu”. An Nawawi membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim pada Bab “Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengannya”.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,

“Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan al ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.

Jenis pertama adalah tanah yang bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya mati, lalu dia pun menumbuhkan tanaman. Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya, begitu pula hewan ternak, dan tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.

Begitu pula manusia jenis pertama. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.

Jenis kedua adalah tanah yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain. Tanah ini menahan air sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan hewan ternak dapat mengambil manfaat darinya.

Begitu pula manusia jenis kedua. Dia memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang dalam berijtihad dalam ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi dirinya, dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.

Jenis ketiga adalah tanah tandus yang tanaman tidak dapat tumbuh di atasnya. Tanah jenis ini tidak dapat menyerap air dan tidak pula menampungnya untuk dimanfaatkan orang lain.

Begitu pula manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki banyak hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu tersebut agar bermanfaat bagi orang lain.” (Syarh Muslim 15: 47-48)

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa memberikan kita semua taufiq dan hidayah-Nya untuk terus menempuh jalan meraih ilmu yang bermanfaat'..

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

KIRIM PAHALA SEDEKAH UNTUK AHLI MAKSIAT

06.22.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apakah jika ada yang kirim pahala sedekah untuk ahli maksiat yang telah tiada jadi bermanfaat?
Padahal kita tahu bersama bahwa sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu manfaat.

Perhatikan dua hadits berikut menunjukkan bahwa sedekah untuk orang yang meninggal dunia itu manfaat..

Hadits pertama

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّىَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ »

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibuku tiba² saja meninggal dunia dan tidak sempat menyampaikan wasiat padaku. Seandainya dia ingin menyampaikan wasiat, pasti dia akan mewasiatkan agar bersedekah untuknya. Apakah ibuku akan mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya.” (HR. Bukhari no.1388, Muslim no.1004)

Hadits kedua

Dari ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no.2762)

Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Para ulama sepakat bahwa sedekah pada mayit itu sampai.” (Majmu’ Al Fatawa 24: 308)

Adapun jika sedekah tadi ditujukan pada ahli maksiat, apakah bermanfaat? Jawabannya bermanfaat. Dalilnya sebagai berikut..

أَنَّ الْعَاصَ بْنَ وَائِلٍ نَذَرَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ يَنْحَرَ مِائَةَ بَدَنَةٍ وَأَنَّ هِشَامَ بْنَ الْعَاصِ نَحَرَ حِصَّتَهُ خَمْسِينَ بَدَنَةً وَأَنَّ عَمْراً سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ « أَمَّا أَبُوكَ فَلَوْ كَانَ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْتَ وَتَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ »

Dari Al Ash bin Wail bernazar di Jahiliyah bahwa ia akan menyembelih 100 ekor unta. Lalu Hisyam bin Al Ash menyembelih bagiannya 50 ekor. Lantas ‘Amr bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Adapun bapakmu, jika ia benar² mentauhidkan Allah, lantas engkau pun puasa dan engkau bersedekah atas nama dirinya, maka itu bermanfaat untuknya.” (HR. Ahmad 2: 181. Syech Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Wallahu Waliyyut Taufiq'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..