Rabu, 22 Februari 2017

SUJUD SAHWI DALAM SHALAT BERJAMA'AH

00.50.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Pada kesempatan kali ini ane akan melanjutkan pembahasan mengenai sujud sahwi. Dan sebagai bahasan terakhir akan ane jelasin sujud sahwi dalam shalat berjama’ah.

Di dalam shalat berjamaah ada kalanya imam itu lupa, maka makmum disyari’atkan untuk mengingatkannya yaitu dengan ucapan tasbih “Subhanallah” bagi laki² dan tepuk tangan bagi wanita. Hal ini berdasarkan hadits Sahl bin Sa’id, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ فِى صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ

“Barangsiapa mengingatkan sesuatu pada imam dalam shalatnya, maka ucapkanlah “Subhanallah” (Maha Suci Allah).” (HR. Bukhari no.1218)

مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ فِى صَلاَتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ

“Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari no.7190 dan Muslim no.421)

Cara wanita tepuk tangan adalah bagian dalam telapak tangan menepuk bagian punggung telapak tangan lainnya. Demikian kata penulis Shahih Fiqh Sunnah, Syech Abu Malik hafizhohullah.

Mayoritas ulama dari ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa jika imam menambah dalam shalatnya, namun imam yakin atau berprasangka kuat bahwa ia benar, sedangkan makmum berpendapat bahwa imam telah mengerjakan lima raka’at (misalnya), maka imam tidak perlu merespon makmum.

Hal di atas adalah jika imam berada dalam kondisi yakin atau sangkaan kuat bahwa ia benar. Jika imam berada dalam kondisi ragu², maka ia wajib merespon peringatan makmum.  Demikian pendapat mayoritas ulama berdasarkan hadits Dzul Yadain yang pernah disebutkan dalam bahasan yang lewat.

Jika Imam Lupa dan Melakukan Sujud Sahwi, Makmum Wajib Mengikuti Imam

Baik kondisinya adalah makmum dan imam sama² lupa atau imam saja yang lupa, maka jika imam lakukan sujud sahwi, makmum wajib ikuti. Ibnul Mundzir berkata, “Semua ulama sepakat bahwa makmum ketika imam lupa dalam shalatnya dan imam melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk sujud bersamanya. Alasannya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ

“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti.”

Jika Imam Lupa dan Tidak Melakukan Sujud Sahwi, Apakah Makmum Harus Melakukan Sujud Sahwi?

Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah makmum tetap melakukan sujud sahwi walaupun imam tidak melakukannya. Yang berpendapat semacam ini adalah Ibnu Sirin, Qotadah, Al Auza’i, Malik, Al Laits, Asy Syafi’i, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad. Alasannya, karena sujud sahwi itu wajib bagi imam dan makmum. Oleh karena itu, tidak boleh makmum meninggalkan kewajiban sebagaimana yang diwajibkan pada imam. Demikian pula karena setiap orang yang melaksanakan shalat semua wajib melakukan hal yang fardhu, sebagaimana imam pun demikian. Maka tidak boleh sujud sahwi ini ditinggalkan kecuali dengan menunaikannya.

Apakah Makmum Masbuk Juga Ikut Melakukan Sujud Sahwi?

Yang tepat dalam masalah ini makmum masbuk (yang telat mengikuti imam sejak awal) melakukan sujud sahwi bersama imam jika sujud sahwinya sebelum salam. Namun jika sujud sahwi terletak sesudah salam, makmum tersebut tetap berdiri melanjutkan shalatnya dan ia sujud sahwi setelah ia salam (mengikuti sujud sahwi yang dilakukan oleh imam sebelum tadi). Inilah pendapat dari Imam Malik, Al Auza’i, dan Al Laits. Pendapat ini yang dikuatkan oleh penulis Shahih Fiqh Sunnah, Syech Abu Malik.

Jika Makmum Lupa di Belakang Imam

Jika makmum yang lupa sedangkan imam tidak, maka kealpaan makmum dipikul oleh imam, dan makmum tersebut tidak perlu melakukan sujud sahwi. Inilah pendapat mayoritas ulama dari empat madzhab. Telah terdapat hadits yang membicarakan hal ini,

لَيْسَ عَلَى مَنْ خَلْفَ الإِمَامِ سَهْوٌ فَإِنْ سَهَا الإِمَامُ فَعَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ خَلْفَهُ السَّهْوُ وَإِنْ سَهَا مَنْ خَلْفَ الإِمَامِ فَلَيْسَ عَلَيْهِ سَهْوٌ وَالإِمَامُ كَافِيهِ

“Tidak diharuskan bagi yang shalat di belakang imam ketika ia dalam keadaan lupa (untuk sujud sahwi). Jika imam lupa, maka itu jadi tanggungannya dan makmum di belakangnya mengikuti dalam sujud sahwi. Jika makmum yang lupa, maka tidak ada kewajiban sujud sahwi untuknya. Imam sudah mencukupinya.” Hadits ini dho’if. Akan tetapi hadits tersebut diamalkan oleh kebanyakan ulama.

Untuk mendukung hal di atas, ada penjelasan yang apik dari Syech Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah sebagai berikut,

“Kami tahu dengan yakin bahwa sahabat yang meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat di belakang beliau. Dan di antara mereka pasti pernah dalam keadaan lupa yang di mana mengharuskan mereka untuk sujud sahwi jika mereka shalat sendirian. Jika memang sahabat ketika shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka lupa, lalu mereka sujud sahwi setelah salam beda dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu ada keterangan (dalam riwayat) kalau para sahabat melakukan seperti itu. Namun jika tidak ada riwayat tentang hal itu, maka menunjukkan bahwa dalam kondisi makmum saja yang lupa tanpa imam, maka tidak disyariatkan makmum untuk sujud sahwi. Ini adalah penjelasan yang amat jelas, Insya Allah. Hal ini telah dikuatkan dengan hadits Mu’awiyah bin Al Hakam As Sulami bahwasanya ia ngobrol di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tidak tahu. Namun  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan dia untuk sujud sahwi.”

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

DOSA NAMIMAH, MENGADU DOMBA

00.44.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Namimah atau mengadu domba satu pihak dan pihak lainnya sering menimbulkan kerusuhan atau cek-cok yang berkepanjangan. Oleh karenanya perbuatan ini jika dilakukan terus menerus termasuk dalam dosa besar (Al kabair).

Adu domba seperti inilah yang biasa kita lihat dilakukan oleh pers dan media. Tujuannya, untuk melariskan berita.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati salah satu sudut kota Madinah atau Makkah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang diazab di kubur. Beliau pun bersabda,

يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak menutupi diri ketika kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka mengadu domba (namimah).”
(HR. Bukhari no.216 dan Muslim no.292).

Namimah menurut Ibnu Daqiq Al ‘Ied berarti menukil perkataan orang lain. Yang dimaksud adalah menukil perkataan orang lain dengan maksud membuat kerusakan atau bahaya. Adapun jika menukil pembicaraan orang lain dengan maksud mendatangkan maslahat atau menolak mafsadat (kejelekan), maka itu dianjurkan. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa itu pengertian namimah dengan makna umum. Ulama lain berkata berbeda dengan itu.

Imam Nawawi berkata, “Namimah adalah menukil perkataan orang lain dengan tujuan untuk membuat kerusakan. Namimah inilah sejelek-jelek perbuatan.”

Al Karmani sendiri mengatakan bahwa menyatakan seperti itu tidaklah tepat karena kalau dikatakan dosa besar yang dikenakan hukuman, maka bukan hanya maksudnya melakukan namimah, namun namimah tersebut dilakukan terus menerus. Karena sesuatu yang dilakukan terus menerus dapat menjadi dosa besar. Dosa kecil yang dilakukan terus menerus dapat menjadi dosa besar. Atau bisa jadi makna al kabiroh dalam hadits bukanlah seperti makna dosa besar dalam hadits.

Penjelasan di atas adalah penjelasan dari Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari 1: 319.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..