Sabtu, 03 Juni 2017

PERGI SHALAT JUM'AT DALAM KEADAAN TENANG

14.14.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Pergi Shalat Jum'at diperintahkan dalam keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa.

Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang beriman untuk menghadiri shalat Jumat dan bersegera melakukannya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang² beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah: 9).

Syech As Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “as sa’yu” adalah bersungguh-sungguh untuk menuju shalat Jum'at dan tidak menyibukkan diri dengan hal lainnya. Di sini yang dimaksudkan bukanlah berlari-lari menuju shalat Jum'at. Tetap yang diperintahkan adalah pergi shalat Jumat dalam keadaan yang tenang. (Taisirul Lathifil Mannan hal.138).

Sama halnya dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa yang dimaksud dengan fas’au ilaa dzikrillah” adalah pergi untuk melaksanakan shalat Jum'at sebagaimana disebutkan dalam Syarh Shahih Muslim 5: 88. Jadi bukan yang dimaksud adalah cepat².

Perintah bersikap bahkan tetap ada meskipun telat dalam shalat berjamaah sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

“Jika kalian mendegar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat. Namun tetaplah tenang dan khusyu’ menuju shalat, jangan tergesa-gesa. Apa saja yang kalian dapati dari imam, maka ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no.636 dan Muslim no.602).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mendatangi shalat dalam keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa, di sini pun termasuk dalam shalat Jum'at maupun shalat lainnya, baik saat itu khawatir akan luput dari takbiratul ihram bersama imam ataukah tidak.” (Syarh Shahih Muslim 5: 88)

Apa hikmahnya pergi shalat dalam keadaan tenang dan larangan tergesa-gesa? Karena berangkat menuju masjid sudah terhitung berada dalam shalat sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ثُوِّبَ لِلصَّلاَةِ فَلاَ تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلاَةِ فَهُوَ فِى صَلاَةٍ

“Jika engkau hendak pergi shalat, maka datangilah dalam keadaan tidak tergesa-gesa. Hendaklah bersikap tenang. Apa saja yang kalian dapati dari imam, maka ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, maka sempurnakanlah. Karena salah seorang di antara kalian menuju shalat sudah terhitung berada dalam shalat” (HR. Muslim no.602).

Ibnu Hajar menyebutkan hikmah lainnya kenapa tidak boleh tergesa-gesa menuju shalat. Jika seseorang tergesa-gesa, maka ia akan membaca surat tidak dengan penuh kekhususan. Beda halnya jika ia mendatangi shalat jauh² sebelumnya, ada waktu untuknya untuk rehat. (Fathul Bari 2: 117)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

SAAT PUASA, BERAKHLAK YANG MULIA DAN JAGA LISAN

14.04.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ramadhan itu mengajarkan akhlak yang mulia. Di bulan yang mulia tersebut kita diajarkan untuk tidak melakukan perbuatan tercela seperti dusta dan banyak mencela.

Saat berpuasa wajib meninggalkan dusta sebagaimana disebutkan dalam hadits,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no.1903).

Lihatlah bagaimana akibat dusta dalam puasa, seseorang tidak mendapatkan apa².

Di antara akhlak yang wajib ditinggalkan lagi adalah suka mencela atau menghina orang lain. Lihatlah bagaimana ancaman dalam ayat,

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al Humazah: 1).

Kata Ibnu Abbas adalah mencela dan menjelekkan. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim 7: 650).

Sedangkan ‘wail’ dalam ayat bisa berarti ancaman celaka atau bisa berarti nama lembah di neraka. Ini menunjukkan bahaya bagi orang yang banyak mencela saat berpuasa.

Termasuk dalam mencela adalah mencela saudaranya yang telah bertaubat dari dosa. Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ

“Siapa yang menjelek-jelekkan saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut.” (HR. Tirmidzi no.2505. Syech Al Albani berkata bahwa hadits ini maudhu’).

Imam Ahmad menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah dosa yang telah ditaubati.

Dalam Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عُيِّرَتْ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيْدَ بِهِ أَنَّهَا صَائِرَةٌ إِلَيْكَ وَلاَ بُدَّ أَنْ تَعْمَلَهَا

“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin 1: 176)

Hadits di atas bukan maknanya adalah dilarang mengingkari kemungkaran. Ta’yir (menjelek-jelekkan) yang disebutkan dalam hadits berbeda dengan mengingkari kemungkaran. Karena menjelek-jelekkan mengandung kesombongan (meremehkan orang lain) dan merasa diri telah bersih dari dosa. Sedangkan mengingkari kemungkaran dilakukan lillahi Ta’ala, ikhlas karena Allah, bukan karena kesombongan. (Al Urf Asy Syadzi Syarh Sunan At Tirmidzi oleh Muhammad Anwar Syah Ibnu Mu’azhom Syah Al Kasymiri)

Intinya, secara umum, puasa mengajarkan akhlak yang mulia. Jangan sampai puasa kita jadi sia² karena sikap atau tingkah laku kita yang jelek pada orang lain.

Secara umum di setiap waktu, Islam mengajarkan kita akhlak yang mulia. Dari Abu Ad Darda, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَىْءٍ أَثْقَلُ فِى الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidaklah sesuatu yang lebih berat di timbangan selain akhlak yang mulia.” (HR. Abu Daud no.4799 dan Tirmidzi no.2003. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Semoga dengan akhlak yang mulia semakin memberatkan timbangan amalan kita di hari kiamat kelak..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..