Sabtu, 28 Januari 2017

5 TIPS RUMAH TANGGA BAHAGIA

00.23.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ingin rumah tangga bahagia? Coba jalankan 5 tips yang diajarkan dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai berikut..

1. Membina Rumah Tangga dengan Agama

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang² yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At- Tahrim: 6).

Adh Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas,

حَقُّ عَلَى المسْلِمِ أَنْ يُعَلِّمَ أَهْلَهُ، مِنْ قُرَابَتِهِ وَإِمَائِهِ وَعَبِيْدِهِ، مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيْهِمْ، وَمَا نَهَاهُمُ اللهُ عَنْهُ

“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada hamba sahaya laki² atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (HR. Ath Thabari, dengan sanad shahih dari jalur Said bin Abi Urubah, dari Qatadah. Tafsir Al Qur’an Al Azhim 7: 321).

Kepala rumah tangga yang baik mengajak anaknya untuk shalat sebagaimana yang suri tauladan kita perintahkan,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ

“Perhatikanlah anak² kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud no.495, Ahmad 2: 180. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Coba perhatikan nikmatnya jika rumah tangganya dibina dengan agama. Sungguh nikmat dan sejuk.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh suami-istri untuk shalat malam bareng,

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud no.1450, An Nasa’i no.1611. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

2. Istri Taat Pada Suami

Rumah tangga akan berbahagia, jika istri itu taat pada suami. Karena istri seperti inilah yang akan menyenangkan hati suami,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai no.3231, Ahmad 2: 251. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Bahkan istri yang seperti inilah yang akan dapat jaminan masuk surga lewat pintu surga mana saja yang ia mau.

Disebutkan dalam hadits,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul² menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar² taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191, Ibnu Hibban 9: 471. Syech Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).

3. Punya Banyak Anak

Karena makin banyak anak, makin banyak yang mendo’akan. Namun dituntut anak tersebut adalah anak yang shaleh.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shaleh.”
(HR. Muslim no.1631).

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.”

Kemudian ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.

Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَم

“Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no.2050 dan An Nasai no.3229. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).

4. Menafkahi dengan Cukup

Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian atau engkau usahakan, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no.2142. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Hindun binti Utbah, istri dari Abu Sufyan, telah datang berjumpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu orang yang sangat pelit. Ia tidak memberi kepadaku nafkah yang mencukupi dan mencukupi anak²ku sehingga membuatku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah berdosa jika aku melakukan seperti itu?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِى بَنِيكِ

“Ambillah dari hartanya apa yang mencukupi anak²mu dengan cara yang patut.”
(HR. Bukhari no.5364 dan Muslim no.1714).

5. Tidak Dengan Mudahnya Minta Cerai

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud no.2226, Tirmidzi no.1187, Ibnu Majah no.2055. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Ingat pula kata Ibnu Taimiyah,

وَالدَّوَامُ أَقْوَى مِنْ الِابْتِدَاءِ

“Meneruskan lebih kuat daripada memulai.” (Majmu’ Al Fatawa 32: 148).

Yang jelas, jika ingin mewujudkan rumah tangga bahagia, berjalanlah di atas sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

KETIKA KEMBALI KE RUMAH, APAKAH MASIH BOLEH MUSAFIR QASHAR SHALAT?

00.11.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apakah musafir masih boleh qashar shalat yaitu menjadikan shalat empat raka’at menjadi dua raka’at ketika ia sudah balik ke rumahnya atau ke kotanya?

Dijelaskan dalam Ensiklopedia Fikih..

Jika musafir masuk ke negerinya, maka hilanglah hukum safar dan statusnya menjadi seorang yang mukim, baik ia masuk ke dalam negerinya untuk berniat mukim atau untuk menunaikan hajat tertentu.

Alasannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar sebagai musafir dalam beberapa peperangan. Lalu beliau kembali ke Madinah tanpa memperbaharui niatnya untuk mukim. Karena jelas, Madinah adalah tempat beliau bermukim, sehingga tak perlu lagi menegaskan niat untuk mukim kala itu.

Selama belum masuk ke dalam negeri atau kotanya, selama itu musafir masih boleh mengqashar shalat.

Ada riwayat menyebutkan bahwa Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu ketika datang dari Bashroh menuju Kufah, beliau shalat layaknya musafir. Kala itu ia telah melihat dari jauh rumah² yang ada di Kufah.

Begitu pula ada riwayat yang menyebutkan bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan pada musafir, “Shalatlah dua raka’at selama engkau belum memasuki rumahmu. Namun jika engkau telah memasuki negeri atau kotamu, wajib shalat sempurna (tidak diqashar).” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah 27: 287).

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..