Rabu, 19 Oktober 2016

BENCI KEMBALI KEPADA MAKSIAT

22.52.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Kita semua barangkali sama dahulunya berada dalam kubangan dosa. Bukan saja dosa ringan yang dilakukan, bahkan perbuatan fahisyah (keji) seperti zina pun pernah diterjang. Bisa jadi berulang kali dilakukan. Mungkin pula dosa kufur atau kesyirikan pernah diterjang. Saat ini menyesal dan ingin menjadi lebih baik. Jika ingin berubah, seorang muslim tidak boleh merasa putus asa dari rahmat Allah. Ampunan Allah begitu luas. Kita patut meminta ampun pada-Nya atas dosa² tersebut dan benci kembali pada masa lalu yang suram.

Renungan Hadits “Tiga Tanda Manisnya Iman”

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ

“Tiga perkara yang bisa seseorang memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Ia mencintai saudaranya hanyalah karena Allah, (3) ia benci kembali pada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana ia tidak suka jika dilemparkan dalam api.” (HR. Bukhari no.21 dan Muslim no.43).

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1. Keutamaan mendahulukan kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya.

2. Keutamaan mencintai Allah.

3. Orang mukmin mencintai Allah dengan cinta yang tulus.

4. Orang yang memiliki tiga sifat ini adalah yang paling utama daripada yang tidak memilikinya walau orang yang memilikinya dahulu kafir dan masuk Islam atau dahulu adalah orang yang terjerumus dalam kubangan dosa lalu bertaubat.

5. Wajib membenci kekafiran dan pelaku kekafiran (orang kafir) karena barangsiapa yang membenci sesuatu, ia juga harus membenci pelaku yang memiliki sifat tersebut. Begitu pula dengan maksiat.

Lebih Memilih Tidak Terjerumus dalam Maksiat

Faedah dari ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengenai kisah Nabi Yusuf,
“Yusuf ‘alaihis salam memilih dipenjara daripada terjerumus dalam maksiat. Ini menunjukkan bahwa jika seseorang dihadapkan pada dua pilihan antara memilih berbuat maksiat ataukah mendapatkan siksa dunia, hendaklah ia memilih mendapatkan siksa dunia supaya ia selamat dari terjerumus dalam dosa yang akhirnya mendapatkan siksa di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu di antara tanda iman adalah seseorang benci kembali pada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia tidak suka jika dilempar dalam api.” (Taisir Al Karimir Rahman hal.407)

Yang Dahulu Berada dalam Kegelapan Maksiat

Bagi yang dahulu berada dalam kubangan dosa, isilah waktu kita saat ini dengan taubat dan menutup kejelekan dengan kebaikan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71

“Dan orang² yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang² yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang² yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al Furqon: 68-71)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati Abu Dzar,

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no.1987 dan Ahmad 5: 153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Berpindah dari Lingkungan yang Jelek

Yang dilakukan berikutnya lagi adalah berhijrah (berpindah) dari lingkungan yang jelek. Coba kita renungkan kisah berikut ini tentang kisah pembunuh 100 nyawa.
Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أنّ نَبِيَّ الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال : إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟ فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ
– أيْ حَكَماً – فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ )) مُتَّفَقٌ عليه .

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang² yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.” (HR. Bukhari dan Muslim no.2766)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.” (Syarh Muslim 17: 83)

Orang yang Dahulu Bejat Bisa Jadi Lebih Sholih

Ibnu Taimiyah rahimahullah memiliki perkataan menarik yang patut disimak:
'Sebagian orang mengira bahwa seseorang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak pernah berbuat kekufuran sama sekali, itu yang lebih baik dari orang yang dulunya kafir kemudian masuk Islam. Anggapan ini tidaklah benar. Yang benar standarnya adalah siapa yang akhir hidupnya baik, yaitu siapa yang paling bertakwa kepada Allah di akhir masa hidupnya, itulah yang lebih baik.
Sudah kita ketahui bersama, saabiqunal awwalun (orang² yang pertama kali masuk Islam) dari kaum Muhajirin dan Anshar yang dahulunya kufur lalu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka lebih baik dari anak² mereka atau selain anak mereka yang lahir dalam keadaan Islam.
Barangsiapa mengenal kejelekan dan ia merasakannya, lalu ia mengenal kebaikan dan merasakan nikmatnya, maka ia tentu lebih mengenal dan mencintai kebaikan tersebut serta membenci kejelekan daripada orang yang tidak mengenal dan melakukan kebaikan atau kejelekan sebelumnya. Bahkan orang yang hanya tahu perbuatan baik, ia bisa saja terjerumus dalam kejelekan karena tidak mengetahui itu perbuatan jelek. Ia bisa terjatuh di dalamnya atau ia tidak mengingkarinya. Hal ini berbeda dengan yang telah merasakan kejelekan sebelumnya.' (Majmu’ Al Fatawa 10: 300)

Harapan …

Selamat tinggal masa lalu yang suram. Saat ini kita harus berubah. Kita harus menjadi lebih baik. Kita harus benci kembali ke masa silam yang penuh kegelapan. Semoga hari kita esok lebih baik dari masa suram dahulu.

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa memberikan kita hidayah agar hari² kita bisa diisi dengan amalan sholih untuk mengganti kejelekan² kita dahulu.

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..

JIKA HATI BAIK..

22.32.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Baiknya hati dengan memiliki rasa takut, rasa cinta pada Allah dan ikhlas dalam niat. Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no.52 dan Muslim no.1599).

Hadits di atas adalah lanjutan dari hadits tentang meninggalkan perkara syubhat yang telah kita kaji sebelumnya.

Tergantung Pada Baiknya Hati

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengisyaratkan bahwa baiknya amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga meninggalkan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya), itu semua tergantung pada baiknya hati (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam 1: 210).

Para ulama katakan bahwa walaupun hati (jantung) itu kecil dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain, namun baik dan jeleknya jasad tergantung pada hati. (Syarh Muslim 11: 29).

Para ulama katakan bahwa hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota badan),
sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). (Jaami’ul ‘Ulum 1: 210).

Letak Jalan Berpikir adalah Di Hati

Hadits ini juga merupakan dalil bahwa akal dan kemampuan memahami, pusatnya adalah di hati. Sumbernya adalah di hati, bukan di otak (kepala). Demikian disimpulkan oleh Ibnu Batthol dan Imam Nawawi rahimahullah.

Apa yang Dimaksud Baiknya Hati?

Para ulama berselisih pendapat mengenai maksud baiknya hati, berikut pendapat yang ada:

1. Yang dimaksud baiknya hati adalah rasa takut pada Allah dan siksanya.

2.Yang dimaksud adalah niat yang ikhlas karena Allah, ia tidak melangkahkan dirinya dalam ibadah melainkan dengan niat taqorrub pada Allah, dan ia tidak meninggalkan maksiat melainkan untuk mencari ridho Allah.

3. Yang dimaksud adalah rasa cinta pada Allah, juga cinta pada wali Allah dan mencintai ketaatan.

Intinya, ketiga makna ini semuanya dimaksudkan untuk baiknya hati.

Demikian penjelasan guru ane, Syech Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in hal.68-69.

Bagaimana Cara Baiknya Hati?

Guru ane, Syech Abdul Qadir Jilani mengatakan, _“Baiknya hati adalah dengan takut pada Allah, rasa khawatir pada siksa-Nya, bertakwa dan mencintai-Nya._ Jika hati itu rusak, yaitu tidak ada rasa takut pada Allah, tidak khawatir akan siksa-Nya, dan tidak mencintai-Nya, maka seluruh badan akan ikut rusak. Karena hati yang memegang kendali seluruh jasad. Jika pemegang kendali ini baik, maka baiklah yang dikendalikan. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh yang dikendalikan. Oleh karena itu, seorang muslim hendaklah meminta pada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh urusannya. Sebaliknya, jika rusak, maka tidak baik pula urusannya.” (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal.109).

Karenanya, yang sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta dalam do’anya adalah agar hatinya terus dijaga dalam kebaikan.

Beliau sering berdo’a,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no.3522. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad 3: 257. Syech Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat sesuai syarat Muslim).

Bagaimana Hati Bisa Rusak?

Syech Hammad Ad Dabbas mengutarakan bahwa rusaknya hati adalah dengan terjerumus pada perkara syubhat, terjatuh dalam maksiat dengan memakan yang haram. Bahkan seluruh maksiat bisa merusak hati, seperti dengan memandang yang haram, mendengar yang haram. Jika seseorang melihat sesuatu yang haram, maka rusaklah hatinya. Jika seseorang mendengar yang haram seperti mendengar nyanyian dan alat musik, maka rusaklah hatinya. Hendaklah kita melakukan sebab supaya baik hati kita. Namun baiknya hati tetap di tangan Allah.

Semoga setiap langkah kita senantiasa berada di atas kebaikan.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Aku tidaklah memandang dengan pandanganku, tidak pula mengucap dengan lisanku, begitu pula tidak menyentuh dengan tanganku, dan tidak bangkit untuk melangkahkan kakiku melainkan aku melihat terlebih dahulu apakah ini semua dilakukan karena ketaatan ataukah maksiat. Jika dalam ketaatan, barulah aku mulai bergerak. Jika dalam maksiat, aku pun enggan.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam 1: 213).

Wallahul muwaffiq..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..

KIAT MERAIH ILMU, BERSIHKAN HATI

00.36.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Di antara cara agar seseorang mudah meraih ilmu din (ilmu agama) adalah dengan membersihkan hatinya terlebih dahulu dari berbagai noda yang mengotorinya. Kiat ini bisa ditempuh ketika seseorang ingin menghafalkan Al Qur’an dan melekatkan ilmu dalam hatinya.

Ilmu itu diterima oleh suatu wadah. Dan wadah yang menerima ilmu itu adalah hati. Sebagaimana suatu wadah yang ingin ditempati tentu perlu dibersihkan terlebih dahulu. Maka demikian pula dengan keadaan hati ketika akan dimasuki ilmu.

Semakin bersih hati, semakin mudah ilmu itu diterima.
Oleh karenanya, siapa saja yang ingin mudah meraih ilmu, maka hendaklah ia bersihkan hatinya terlebih dahulu.

Bersihnya hati adalah dengan bersih dari dua hal:

1. Bersih dari kotoran syubhat

2. Bersih dari kotoran syahwat

Bersihnya hati adalah perkara yang amat penting. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu, beliau diperintahkan untuk melakukan hal ini terlebih dahulu.

Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan pakaianmu bersihkanlah” (QS. Al Mudattsir: 4).

Ayat ini ditafsirkan pula dengan bersihkanlah hatimu.
Kita pasti malu jika ada yang melihat pakaian kita yang dekil (kotor). Seharusnya kita juga merasa malu jika Allah melihat hati kita yang kotor yang penuh dosa.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan rupa dan harta kalian. Akan tetapi yang Allah lihat adalah hati dan amal kalian” (HR. Muslim no.2564).

Siapa yang mensucikan hatinya, maka ilmu akan mudah menghampirinya. Siapa yang tidak mensucikan hatinya, maka ilmu akan pergi. Sehingga dari sini kita lihat sebagian yang meraih ilmu malah tidak memperhatikan ini.

Hari² mereka malah lebih sering diisi dengan syahwat dan syubhat. Lihat saja mereka masih sering melihat gambar² yang haram, kata² kotor, perbuatan mungkar, dan menikmati kemungkaran. Bagaimana orang² seperti ini bisa meraih ilmu.

Sahl bin ‘Abdullah rahimahullah berkata, “Cahaya ilmu sulit masuk pada hati yang masih terisi dengan sesuatu yang Allah benci.”

Wallahul muwaffiq..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..