Senin, 10 April 2017

DO'A AGAR ANAK MENJADI SHALEH

01.50.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Pada posting sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa hidayah dan taufik semata-mata dari Allah dan kita hanya bisa berusaha dan berusaha, namun namanya hidayah tetap kita serahkan pada-Nya.

Tidak usah jauh², cobalah kita perhatikan nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, penghulu para nabi. Lihatlah bagaimana kehidupan beliau. Perhatikanlah bahwa di waktu kecil saja, beliau dalam keadaan yatim, sudah ditinggalkan ibu bapaknya. Beliau tumbuh dalam keadaan fakir, lalu siapakah yang selalu menjaganya? Siapakah yang menumbuhkan keimanannya? Siapakah yang mewahyukan kitab suci Al Qur’an padanya? Dialah Allah subhanahu wa ta’ala, segala kenikmatan adalah dari-Nya, segala kemuliaan dan sanjungan berhak ditujukan pada-Nya.

Jika kita telah mengetahui hal ini, yakin bahwa yang memberi hidayah adalah Allah dan yakin pula bahwa setiap penjagaan adalah dari-Nya, maka hendaklah kita memanjatkan do’a pada-Nya agar anak dan keturunan kita menjadi sholeh dan baik. Mintalah pada-Nya agar keturunan kita senantiasa mendapat berkah, juga selamat dari berbagai bahaya dan kejelekan. Mintalah pada Allah, semoga mereka senantiasa mendapatkan perlindungan dari gangguan setan, manusia jahat, dan jin. Inilah kebiasaan orang sholeh yang sebaiknya kita tiru.

Do’a Untuk Memperbaiki Keturunan

Do’a Pertama

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“ROBBANA HAB LANA MIN AZWAJINA WA DZURRIYATINA QURROTA A’YUN, WAJ’ALNA LILMUTTAQINA IMAMAA.”

Artinya:
"Wahai Robb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri² kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami sebagai imam bagi orang² yang bertakwa.."
(QS. Al Furqon: 74)

Do’a Kedua

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي

“ROBBI AWZI’NI AN ASYKURO NI’MATAKALLATI AN ‘AMTA ‘ALAYYA. WA ‘ALA WAALIDAYYA WA AN A’MALA SHOLIHAN TARDHOH, WA ASHLIH LII FI DZURRIYATIY..”

Artinya:
"Wahai Robbku, ilhamkanlah padaku untuk bersyukur atas nikmatmu yang telah Engkau karuniakan padaku juga pada orang tuaku. Dan ilhamkanlah padaku untuk melakukan amal sholeh yang Engkau ridhoi dan perbaikilah keturunanku.." (QS. Al Ahqof: 15)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan amalan yang bermanfaat'..

ANAK SHALEH ADALAH HIDAYAH DARI ALLAH

01.42.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ada salah seorang pasien bapak² curhat ke ane ngeluh masalah anaknya yang tidak mau sekolah lagi. Bapak ini minta doa dan amalan agar anaknya mau kembali ke sekolah.

Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh ulama saat ini, Syech Musthofa Al Adawi dengan judul Fiqh Tarbiyatil Abna, banyak menjelasakan hal² yang cukup menarik mengenai cara mendidik anak. Insyaa Allah pada kesempatan kali ini ane akan menyarikan pelajaran² berharga dari kitab tersebut. Semoga ini bisa menjadi pembelajaran juga untuk kita semua.

Yang Patut Diingat oleh Orang Tua

Ada suatu hal yang perlu dipahami oleh setiap orang tua ketika mendidik anak. Kita memang ingin sekali menjadikan anak dan keturunan kita sebagai anak sholeh. Kita ingin mereka menjadi anak yang baik. Kita ingin agar mereka menjadi anak yang berbakti dan taat. Namun, ada suatu hal yang kita sering lupakan. Kita memang sudah berusaha mendidik mereka dengan pendidikan yang baik dan berkualitas. Bahkan mereka juga kita wajibkan masuk TPA atau masuk pondok pesantren. Namun kadangkala, kita hanya bersandar pada usaha kita semata, tanpa mau melirik bahwa hidayah dan petunjuk adalah di tangan Allah termasuk hidayah pada anak dan keturunan kita. Walaupun kita telah pontang panting dengan melakukan berbagai sebab, namun jika Allah menakdirkan berbeda, lantas apa yang bisa kita perbuat. Selayaknya kita banyak merenungkan ayat² semacam ini:

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang² yang merugi.” (QS. Al A’rof : 178)

فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ

“Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya, maka janganlah dirimu binasa karena sedih terhadap mereka.”
(QS. Fathir : 8 )

وَلَوْ شِئْنَا لَآَتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا

“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap² jiwa petunjuk baginya.” (QS. As Sajdah : 13)

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.” (QS. Yunus : 99)

Mengambil Pelajaran dari Kisah Nabi Nuh dan Anaknya

Lihatlah pula pada kisah Nabi Allah Nuh ‘alaihis salam. Dia mengatakan pada anaknya,

يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ

“Hai anakku, naiklah ke kapal bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang² yang kafir.” (QS. Hud : 42)

Namun Allah tidak menginginkan anak ini mendapat hidayah. Anak Nabi Nuh malah menjawab,

سَآَوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ

“Aku akan mencari perlindungan ke gunung saja yang dapat melindungiku dari air bah.”
(QS. Hud : 43)

Nabi Nuh berkata,

لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ

“Tidak ada yang dapat melindungimu hari ini dari azab Allah, selain yang Allah rahmati.”
(QS. Hud : 43)

Nuh pun berdoa lagi pada Allah karena kasihan pada anaknya,

رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ

“Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-MU itulah yang benar dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” (QS. Hud : 45)

Allah tidak suka dengan perkataan Nuh tersebut,

يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya dia telah berbuat yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui hakekatnya. Sesungguhnya Aku memperingatkan padamu supaya kamu jangan termasuk orang² yang tidak berpengetahuan.” (QS. Hud : 46)

Lihatlah dan perhatikanlah dengan baik² kisah Nuh ini. Beliau sudah berusaha keras agar anaknya mendapat hidayah, namun Allah berkehendak lain.

Oleh karena itu, janganlah kita lupa untuk selalu memohon pada Allah agar Allah selalu memberi keberkahan dan penyejuk mata pada anak dan keturunan kita, di samping usaha dan sebab yang kita lakukan.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

DISANGKA BAHWA AMALAN BERIKUT TIDAK IKHLAS

01.34.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ada yang mengatakan bahwa amalan berikut termasuk amalan riya namun sebenarnya tidak demikian..

Pertama: Pujian manusia terhadap seseorang setelah orang tersebut melakukan amalan.

Ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنْ أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ قَالَ « تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ ».

“Bagaimana pendapatmu dengan orang yang melakukan suatu amalan kebaikan, lalu setelah itu dia mendapatkan pujian orang². Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Itu adalah berita gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan.” (HR. Muslim no.2642)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini pertanda bahwa Allah ridho dan mencintainya. Akhirnya makhluk pun turut menyukai orang tersebut.” (Syarh Muslim, An Nawawi 4/2034)

Kedua: Semangat melakukan ibadah di hadapan orang² yang rajin beribadah.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Terkadang seseorang menginap di rumah orang yang suka bertahajud, lalu ia pun ikut melaksanakan tahajud pada kebanyakan malam. Padahal kebiasannya hanya melakukan shalat malam selama satu jam saja. Pada saat itu, ia menyesuaikan dirinya dengan mereka. Ia pun turut berpuasa ketika mereka berpuasa. Jika bukan karena orang yang ahli ibadah tadi, tentu ia tidak akan bersemangat seperti ini.

Sebagian orang menyangka bahwa amalan semacam ini adalah riya. Namun sangkaan ini adalah keliru karena semacam ini bukanlah riya. Akan tetapi di dalamnya mesti ada perincian. Setiap mukmin pada dasarnya memang senang beribadah kepada Allah. Akan tetapi seringkali ada kendala dan sering lalai. Mungkin saja karena menyaksikan orang lain, kelalaian tersebut lenyap. Kemudian beliau berkata, “Dia perlu menguji dirinya dengan melaksanakan ibadah di suatu tempat, di mana ia dapat melihat orang lain namun orang lain tidak menyaksikannya. Jika ia merasa tenang ketika itu, maka berarti ia telah beribadah ikhlas karena Allah. Namun jika dirinya tidak tenang, maka berarti apa yang ia lakukan di hadapan ahli ibadah lainnya adalah amalan riya. Amalan lainnya, silakan dianalogikan semisal dengan ini.”

Sebenarnya semangat ketika melakukan ibadah masuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ

“Karena itu berjama’ahlah kalian.”

Dan rasa malas sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

“Karena sesungguhnya serigala hanya akan menerkam domba yang sendirian.”
(HR. Abu Daud no.547)

Ketiga: Berpenampilan yang baik.

Hal ini tidak termasuk riya karena termasuk keindahan yang disukai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walau sebesar semut kecil.” Lantas ada seseorang yang berkata,

إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً.

“Sesungguhnya seseorang sangat suka berpenampilan indah ketika berpakaian atau ketika menggunakan alas kaki.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

« إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ ».

“Sesungguhnya Allah itu Jamiil (indah) dan menyukai keindahan. Yang dimaksud sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no.91)

Keempat: Tidak membicarakan dosa dan selalu menyembunyikannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya (padahal telah Allah tutupi), ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka aib²nya yang telah Allah tutup.” (HR.Bukhari no.6069 dan Muslim no.2990)

Kelima: Mendapatkan ketenaran, namun tanpa dicari-cari.

Artinya sejak ia beramal, tidak pernah ia mencari ketenaran. Namun setelah ia beramal, baru ia terkenal dan tenar. Imam Al Ghozali mengatakan, “Yang tercela adalah apabila seseorang mencari ketenaran. Namun jika ia tenar karena karunia Allah tanpa ia cari², maka itu tidaklah tercela.”

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..