Rabu, 08 Maret 2017

BERAPA UMUR YANG TELAH KITA LALUI?

00.41.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Umur berlalu begitu cepat, dan umur yang telah berlalu tentu tidak mungkin kembali lagi.

Ada yang berkata kepada Muhammad bin Wasi,

كيف أصبحت ؟

“Bagaimana engkau di pagi ini?”. Beliau lantas mengatakan,

ما ظنك برجل يرتحل كل يوم مرحلة إلى الآخرة ؟

“Apa pendapatmu mengenai seseorang yang setiap harinya akan berpindah ke negeri akhirat?”

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إنما أنت أيام مجموعة ، كلما مضي يوم مضي بعضك .

“Sungguh, engkau bagaikan sekumpulan hari. Apabila satu hari berlalu darimu, maka berlalu pula sebagian (umur)mu.”

Beliau juga mengatakan,

ابن آدم إنما أنت بين مطيتين يوضعانك ؛ يوضعك الليل إلى النهار والنهار إلى الليل حتى يسلمانك إلى الآخرة ، فمن أعظم منك يا ابن آدم خطراً ؟

"Wahai manusia. Sungguh engkau berada di antara dua binatang tunggangan (yaitu malam dan siang) yang akan saling memindahkanmu. Malam akan memindahkanmu ke waktu siang. Siang pun akan berganti memindahkanmu ke waktu malam, hingga engkau pun akan sampai ke negeri akhirat. Adakah yang akan menghalangimu hingga negeri akhirat?"

Beliau mengatakan pula,

الموت معقود بنواصيكم ، والدنيا تطوي من ورائكم .

“Kematian akan diikat di bagian depan kepala kalian. Sedangkan dunia akan dilipat (dibiarkan) di belakang kalian.”

Daud Ath Tho’i mengatakan,

إنما الليل والنهار مراحل ينزلها الناس مرحلة مرحلة حتى ينتهي ذلك بهم إلى آخر سفرهم ، فإن استطعت أن تـُـقدِّم في كل مرحلة زاداً لما بين يديها فافعل ، فإن انقطاع السفر عن قريب ما هو ، والأمر أعجل من ذلك ، فتزوّد لسفرك ، واقض ما أنت قاض من أمرك ، فكأنك بالأمر قد بَغَـتـَـك

"Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Tunaikanlah kewajiban yang patut engkau tunaikan. Karena mungkin saja, perjalananmu akan berakhir dengan tiba²."

Sebagian salaf menuliskan nasehat pada saudaranya,

يا أخي يَخيّـل لك أنك مقيم ، بل أنت دائب السير ، تُساق مع ذلك سوقا حثيثا ، الموت متوجِّه إليك ، والدنيا تطوى من ورائك ، وما مضى من عمرك فليس بِكَـارٍّ عليك حتى يَكُـرَّ عليك يوم التغابن .
سبيلك في الدنيا سبيل مسافر == ولا بـد من زاد لكل مسافر 
ولا بد للإنسان من حمل عدة == ولا سيما إن خاف صولة قاهر

"Wahai saudaraku, kami menduga engkau adalah seorang mukim (yang tidak bepergian jauh). Namun sebenarnya engkau adalah seorang yang melakukan perjalanan (safar). Engkau akan digiring dengan cepatnya. Kematian pun akan ada di hadapanmu. Sedangkan dunia akan berada di belakangmu. Umur yang telah berlalu darimu tidak akan kembali padamu, sampai engkau akan bertemu kembali dengan hari yang dinampakkan kesalahan²."

Perjalanan kita di dunia seperti perjalanan seorang musafir. Setiap musafir haruslah memiliki bekal.
Setiap orang haruslah memiliki persiapan, apalagi jika dia takut tidak akan sampai pada Rabb Yang Maha Tinggi.

Sebagian salaf pun ada yang melantunkan sya’ir..

إنا لنفــرح بالأيام نقطعهـا == وكل يوم مضي يدني من الأجلِ
فاعمل لنفسك قبل الموت مجتهدا == فإنما الربح والخسران في العملِ

"Sungguh kami sangat bergembira dengan hari yang kami lalui. Setiap hari yang telah berlalu adalah pertanda semakin dekatnya ajal."

Beramallah untuk diri kita dengan sungguh² sebelum datang kematian. Karena keberuntungan dan kerugian di akhirat tergantung pada amal kita. (Faedah dari Ibnu Rojab di Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)

Mengenai Umur Akan Ada Dua Pertanyaan

Pertanyaan pertama mengenai keadaan di waktu muda atau dewasa.

Pertanyaan kedua mengenai umur secara keseluruhan.

Oleh karena itu, dua telapak kaki manusia tidak akan beranjak pada hari kiamat hingga dia ditanyakan mengenai lima hal, di antaranya..

1. Mengenai umurnya di mana dia habiskan.

2. Mengenai waktu mudanya untuk apa dia gunakan.

3. Siapkanlah jawaban yang benar untuk pertanyaan tersebut!

4. Renungkanlah Umurmu!

5. Berapa umur yang telah berlalu darimu?

Apakah umurmu yang telah lewat engkau gunakan untuk hal yang bermanfaat? Ataukah untuk hal yang sia²?

Imam Asy Syafi’i pernah ditanyakan oleh seseorang mengenai umurnya, lalu beliau menjawab..

ليس من المروءة أن يُخبِر الرجل بِسِنِّـه

“Bukan merupakan sikap yang bagus jika seseorang menceritakan umurnya.”

Imam Malik juga pernah ditanyakan hal ini (yaitu mengenai umurnya), lantas beliau menjawab..

أقبل على شأنك . ليس من المروءة أن يُخبِر الرجل بسنه ؛ لأنه إن كان صغيرا استحقروه ، وإن كان كبيرا استهرموه .

“Aku terima maksudmu. Bukan merupakan sikap yang bagus jika seseorang menceritakan umurnya. Jika dia memang muda, maka dia akan direndahkan. Jika dia memang sudah tua, maka dia akan dianggap pikun.”

Renungkanlah Umur Kita

Jika memang kita masih muda, sungguh amat jelek jika kita menghabiskan umur kita hanya untuk bersenang² dan sering gegabah.

Jika kita sudah berusia senja, maka hendaklah kita memperbaiki hal² yang telah kita lalaikan. Sungguh amatlah jelek, jika orang yang sudah berusia senja malah ingin bersenang² saja.

Renungkanlah Perkataan Berikut Ini..

الناس صنفان ك موتى في حياتهمُ == وآخرون ببطن الأرض أحياءُ

“Manusia itu ada dua golongan. Ada yang hidup, namun sebenarnya dia mati. Namun ada pula yang berada di bawah tanah, namun mereka dalam keadaan hidup.”

Kita ingin jadi seperti apa dari dua golongan ini?

Berikut sejarah dua golongan tersebut..

Coba kita perhatikan Syech Hafizh Hakamiy rahimahullah,

Beliau memiliki banyak karya tulis dalam aqidah dan ilmu lainnya.
Pasti kita akan kagum dengan sejarah hidupnya.

Beliau lahir pada tahun 1342 H dan meninggal dunia pada tahun 1377 H.
Berapa umur beliau ketika meninggal dunia?
Umurnya hanya 35 tahun saja.

Begitu besar pengaruhnya bagi manusia (melalui karya²nya) dan dia mati dalam usia muda.
Bagaimana jika dia hidup dalam waktu yang lebih lama lagi?

Sebelum Al Hakami, ada pula Al Imam An Nawawi rahimahullah.
Beliau memiliki karya tulis yang amat banyak. Beliau meninggal dunia pada usia 45 tahun.

Coba kita berhenti sejenak membicarakan sejarah ulama yang mati dalam usia muda di atas, namun meninggalkan karya yang bermanfaat bagi umat. Sekarang, marilah kita beralih ke sejarah sebagian ulama yang menuntut ilmu setelah usia 40 tahun.

Tidak ada usia muda dalam menuntut ilmu. Begitu pula tidak ada usia tua dalam belajar dan mendalami agama ini.
Pada biografi Syibl bin ‘Abbad Al Makkiy. Beliau menuntut ilmu agama setelah berusia 50 tahun.

Lihatlah pula kehidupan Abi Nashr At Tammaar beliau melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu setelah usia 60 tahun.

Perhatikanlah kehidupan Syech Hafizh Hakamiy, bagaimana pengaruh beliau bagi umat melalui karyanya? Bukankah mendatangkan banyak manfaat?

Renungkan pula perjalanan hidup orang² pilihan di atas yang belajar dan menuntut ilmu baru setelah berusia senja, namun lihatlah jejak² melalui karya mereka yang ditinggalkan bagi umat ini?

Tidak ada udzur lagi bagi kita ketika kita menyia-nyiakan umur kita.
Sudah seharusnya kita memperhatikan umur kita dan selalu melihat bagaimana orang lain memanfaatkan umurnya.

Bakr bin Abdillah mengatakan, “Jika engkau melihat orang yang lebih tua darimu, maka katakanlah: Orang ini lebih beriman dan lebih banyak memiliki amal sholeh dariku, maka dia lebih baik dariku. Namun jika engkau melihat orang yang lebih muda darimu, maka katakanlah: Aku lebih banyak berbuat dosa dan maksiat daripada dia, maka dia lebih baik dariku.”

Jika kita masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia tua, baru aku akan beramal.
Jika kita sudah berada di usia tua, apa lagi yang kita tunggu'?
Setelah usia tua yang ada hanya kematian yang menunggu.

Sungguh menyenangkan jika seseorang bergegas melalukan kebaikan lalu dia meninggalkan bekas sehingga ada yang memanfaatkannya.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

NABI SHALALLAHU ALAIHI WA SALLAM, MENJADIKAN SHALAT UNTUK MENGADU KEPADA ALLAH

00.32.00 Posted by Admin No comments


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ {45} الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang² yang khusyu’, (yaitu) orang² yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(QS. Al Baqarah [2] : 45-46).

Ibnu Katsir rahimahullah , dalam Tafsir al Qur'ani al ‘Azhim (1/89) menerangkan ayat di atas dengan bertutur : “Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai pijakan bantuan dalam meraih apa yang mereka harapkan dari kebaikan dunia dan akhirat”.

Dari sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu, ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى

"Bila kedatangan masalah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan shalat."

Itulah shalat yang sebenarnya, yang berperan sebagai piranti bagi seorang muslim dalam meminta perlindungan dan mengadu kepada Allah Ta’ala dari berbagai macam kesulitan dan kesedihan, permasalahan dan kepenatan. Dia tidak akan merasa sendirian, tetapi mendapatkan dukungan dari Allah, Pemilik langit dan bumi.

Maka, tidak disangsikan lagi potensi yang tersimpan pada shalat. Sebab kondisi seorang hamba sangat dekat dengan Allah dalam shalat. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Seorang hamba akan menjadi paling dekat dengan Rabb-nya saat ia sedang sujud. Maka, perbanyaklah doa (di dalamnya). [HR. Muslim no.482]

Oleh karena itu, semestinya seorang muslim memperbanyak doa saat bersujud, bertadharru’ (tunduk) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , supaya Dia menyingkirkan berbagai permasalahan dan kesulitan, serta memberi kita anugerah kebaikan dunia dan akhirat.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan faidah shalat, “Shalat termasuk faktor dominan dalam mendatangkan maslahat dunia dan akhirat, dan menyingkirkan keburukan dunia dan akhirat. Ia menghalangi dari dosa, menolak penyakit hati, mengusir keluhan fisik, menerangi kalbu, mencerahkan wajah, menyegarkan anggota tubuh dan jiwa, memelihara kenikmatan, menepis siksa, menurunkan rahmat dan menyibak tabir permasalahan."

Shalat itu sendiri akan mendatangkan ketenangan dan ketentraman jiwa. Dan seorang muslim, ia akan menggapai ketenangan jika dekat dengan Allah Ta’ala.

Disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

قُلْ إِنَّ اللهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ أَنَابَ {27} الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Katakanlah: “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang² yang bertaubat kepada-Nya. (Yaitu) orang² yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar Ra’du [13] : 27-28).

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata berkata kepada Bilal,

يَا بِلَالُ, أَقِمِ الصَّلَاةَ ! أَرِحْنـــَا بِهَا

“Wahai, Bilal. Kumandangkan iqamah shalat. Buatlah kami tenang dengannya”.
[Hadits hasan, Shahihu al Jami’ : 7892].

Maka dengan demikian, Bagi kita yang mencari ketenangan, ketentraman, dan kesejukan mata, tujulah shalat dengan penuh khusyu dan rasa hina di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar kita dapat merengkuh keinginan kita. Kalau tidak, maka janganlah mencela kecuali kepada diri kita sendiri.

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

PERINTAH BERSABAR DAN KEUTAMAANNYA

00.25.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Dalam sebuah firman-Nya, Allah Ta’ala menyeru,

Artinya,  “Hai orang² yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali ‘Imron [3] : 200).

Juga seperti firman-Nya berikut,

Artinya, “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang² yang khusyu’, (yaitu) orang² yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
(QS. Al Baqarah [2] : 45-46).

Dalam kedua ayat tersebut diatas, Allah Ta’ala mewajibkan kepada setiap hamba-Nya untuk selalu bersabar dalam menjalankan ketaatan dan ketika menjauhi kemaksiatan, serta ketika tengah mendapat kesulitan dan juga bersabar ketika hendak mencapai suatu tujuan. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dahulu juga mencontohkan sikap terpuji tersebut seperti pada hadits berikut..

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزَعَ إِلَى الصَّلَاةِ.

Artinya, “Kebiasaan Rasulullah ketika menghadapi kesukaran adalah segera melakukan shalat.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Demikian juga seperti yang dikatakan oleh Hudzaifah radhiallahu 'anhu,

Artinya, “Ketika aku kembali kepada nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam pada malam perang Ahzab (Khandaq), sedang pada saat itu nabi berselimut sambil shalat, dan kebiasaan nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam apabila menghadapi kesukaran adalah beliau shalat.”

Sementara Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu mengatakan,

لَقَدْ رَأَيْتَنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا فَيْنَا إِلَّا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُصَلِّى وَ يَدْعُ حَتَّى أَصْبَحَ.

Artinya, “Pada malam akan terjadi perang Badar, tidak seorangpun diantara kami melainkan ia tidur, kecuali nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, ia melakukan shalat dan berdo’a hingga pagi.”  (Tafsir Ibnu Katsir).

Bahwa untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, Muqatil bin Hayyan menjelaskan haruslah bersabar ketika mengerjakan kewajiban dan shalat, maka sabar itu sendiri  ialah berusaha keras dan tidak mengenal jenuh, tidak malas dan tidak berhenti, serta menahan diri dari maksiat, karena itu Allah mengiringkannya dengan shalat sebagai ibadah yang mulia dan utama.

Menurut Sa’id bin Jubair bahwa sabar itu adalah pengakuan seorang hamba bahwa penderitaan yang dirasakannya itu datangnya dari Allah, dan adakalanya seseorang mengeluh sambil menahan derita dan ‘memaksa’ diri untuk bersabar, maka itupun juga disebut sabar.

Sementara itu Abu Aliyah berkata agar hendaklah mempergunakan sabar dan shalat  untuk mencapai ridho Allah Ta’ala, yang dengan sabar dan shalat tersebut menjadi sebesar² alat untuk mampu melaksanakan sikap tabah dalam menjalankan ibadah, sebagaimana firman-Nya,

Artinya, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan²) keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah² yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut [29] : 45).

Ketahuilah bahwa sesungguhnya iman dan ujian merupakan kelaziman yang mesti berlaku bagi seorang mu’min, sementara kebenaran iman itu baru dapat diketahui melalui sampai seberapa jauhkah seseorang bersabar dalam menghadapi ujian dan penderitaan yang menimpanya.

Allah Ta’ala berfirman,

Artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang² yang sabar.” (QS. Al Baqarah [2] : 155)

Dan firman-Nya,

Artinya, “Dan sesungguhnya Kami benar² akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang² yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. Muhammad [47] : 31).

Allah Ta’ala menyiapkan bekalan bagi setiap hamba-Nya dengan ujian hidup. Ujian hidup yang dimaksud tersebut ada dua macam, yaitu ujian yang berupa kesenangan, seperti harta kekayaan yang banyak, kesehatan, popularitas yang melambung tinggi, pangkat dan kedudukan, kecantikan, atau kepandaian. Sementara ujian yang berupa keburukan misalnya seperti kesakitan, kemiskinan, penderitaan, kematian, dan sebagainya. Dua hal tersebut merupakan ujian keimanan, sampai batas mana kemampuan seseorang untuk senantiasa taat kepada Allah dan dalam menjauhi maksiat yang dibenci-Nya. Apakah seseorang tetap dalam keimanan dan ketaqwaan bilamana diberikan penderitaan dan kemiskinan, ataukah sebaliknya?

Pengalaman yang panjang dalam sirah mujahid membuktikan bahwa kesenangan hidup lebih cepat menjadikan seseorang itu menjadi kafir dan munafik, dibandingkan apabila ia diuji dengan kemiskinan, kesakitan dan penderitaan. Oleh karena itu kesabaran dalam menghadapi ujian merupakan barometer iman bagi seorang muslim dan mu’min.

Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu berkata,

الصَّبْرُ صَبْرَانِ: صَبْرٌ عِنْدَ الْمُصَيْبَةِ حَسَنٌ وَ أَحْسَنُ مِنْهُ الصَّبْرُ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ.

Artinya, “Sabar itu ada dua macam, sabar dalam menghadapi ujian adalah baik, tetapi yang lebih baik lagi adalah menahan diri dari perbuatan maksiat.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dalam Al Jihad Sabiluna, Imam Ibnu Mubarak berkata,

إِنَّ الْمُصِيْبَةَ وَاحِدَةٌ, فَإِنْ جَزِعَ صَاحِبَهَا فَهُمَا إِعْنَتَانِ, لِاَنَّ إِحْدَهُمَا الْمُصِيْبَةُ بِعَيْنًا, وَاثَّانِيَاةُ ذَهَابُ أَجْرِهِ وَ هُوَ أَعْظَمُ مِنَ الْمُصِيْبَةِ.

Artinya, “Sesungguhnya musibah itu satu, apabila mengeluh maka hal itu menjadi dua, karena salah satu dari keduanya adalah musibah itu sendiri dan yang kedua adalah hilangnya pahala, dan ia lebih besar dari musibah tersebut.”

Dan dikatakan pula,

الصَّبْرُ مِفْتَاحُ الظُّفْرِ, وَالتَّوَكُّلِ عَلَى اللهِ تَعَالَى رَسُوْلُ النَّجَاحِ, وَ مَنْ لَمْ يَلْقَ نَوَاإِبَ الدَّهْرِ بِالصَّبْرِ طَالَ عَتْبُهُ عَلَيْهِ.

Artinya, “Sabar adalah kunci kemenangan dan tawakal kepada Allah adalah penyebab kesuksesan, dan barangsiapa belum pernah menghadapi musibah dengan kesabaran, maka akan semakin lama gerutuan dia diatasnya.”

Oleh karena itu sudah sewajarnya bagi seorang mujahid yang sholeh untuk bersungguh² dan rajin di dalam ketaatannya serta menggunakan seluruh waktu luangnya untuk berdzikir kepada Allah, berdo’a kepadanya, membaca al qur’an, memahami dien, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang kemungkaran. Lalu wajib juga bagi seorang mujahid menjauhi maksiat, menghindari dan lari dari padanya, karena maksiat itu dapat menghitamkan wajah, menggelapkan hati, membebalkan akal dan akan menjauhkan dari Allah Yang Maha suci, serta menyebabkan kemarahan-Nya. Seorang mujahid juga diutamakan supaya senantiasa sabar dalam menghadapi bala’ atau ujian, serta mampu  menahan penderitaan, kesakitan, dan kesempitan hidup. Juga agar memiliki keteguhan di medan jihad, berani dan tangkas di depan pasukan musuh yang banyak, tanpa ada perasaan takut yang berlebihan.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu pernah berkata,

الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ: فَصَبْرٌ عَلىَ الْمُصِيْبَةِ, وَ صَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ, وَ صَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, فَمِنْ صَبَرَ عَلَى الْمُصِيْبَةِ حَتَّى يَرُدُّهَا بِحُسْنِ عَزَائِهِ كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلَاثَمِا ئَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجِةِ كَمَا بَسْنَ السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ, وَ مَنْ صَبَرَ عَلَى الطَّاعَةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ سِتَّ مِائَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تَخُوْمُ اْلأَرَضِيْنَ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ مَرَّتَيْنِ.

Artinya, “Sabar itu ada tiga yaitu sabar dalam musibah, sabar dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat. Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik atas apa yang menimpa dirinya (ia ridho atas bala’ yang diberikan-Nya), maka Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiap² derajat jaraknya antara langit dengan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melaksanakan taat, maka Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit dunia dengan Sidratul Muntaha. Dan barangsiapa yang bersabar dalam menjauhi maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti ‘Arasy dua kali.” (HR. Abu Dunya, Al Firdaus bi Ma’tsuur Al Khittab)

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

وَ مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ, وَمَا أُعْتِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَ أَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ.

Artinya, “Barangsiapa yang sabar akan disabarkan Allah, dan tidak ada pemberian Allah yang paling luas dan lebih baik daripada kesabaran.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Malik, Ad Darimi).

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam juga pernah bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَ لَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ, إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَ إِنْ اَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.

Artinya, “Menakjubkan semua urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya serba baik, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila ia memperoleh kebaikan ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika ditimpa kesusahan ia sabar, maka ini baik pula baginya.” (HR. Muslim)

Mensyukuri nikmat Allah Ta’ala itu bermaksud mengakui bahwa nikmat itu datangnya dari Allah dan menggunakannya pada jalan yang juga diridhoi oleh-Nya. Dengan demikian, Allah akan mendatangkan nikmat yang lebih banyak dari apa yang telah diberikan-Nya tersebut. Di segi lain, Allah akan memberikan pahala yang besar di akhirat dan inilah sebesar²nya kenikmatan. Tetapi jika seseorang tidak mampu mensyukuri nikmat Allah yang sedikit, maka kemungkinan besar dipastikan ia tidak akan dapat mensyukuri nikmat Allah yang banyak. Dan kalau hal ini terjadi, maka Allah akan mendatangkan bala’ dan cobaan-Nya.

Bila seseorang bersabar dalam menghadapi bala’ yang ditimpakan Allah kepadanya, maka hal itu adalah lebih baik baginya, sebab pahala kesabaran adalah lebih besar dari penderitaan yang dihadapi. Maka mensyukuri nikmat yang ada, kenyataannya jauh lebih berat dan lebih susah daripada bersabar tatkala seseorang ditimpa musibah dan ujian. Oleh karena itu perkataan sabar disebutkan setelah syukur, sebagai gambaran bahwa pelaksanaan syukur lebih berat daripada sabar. Tetapi bagi seorang mu’min kedua hal tersebut akan mampu dilaksanakannya dan keduanya itu mendatangkan kebaikan baginya. Wallahu a’lam'..

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ, وَ إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ, فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَ مَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.

Artinya, “Sesungguhnya besarnya pahala itu bergantung daripada besarnya ujian. Barangsiapa yang ridho, mendapat keridhoan Allah dan barangsiapa yang murka, maka mendapat kemurkaan Allah.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَا يَزَالُ الءبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَ الْمُؤْمِنَةِ فِيْ نَفْسِهِ وَ وَلَدِهِ وَ مَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ.

Artinya, “Tidak henti²nya bala’ menimpa kepada seorang mu’min laki² dan wanita, baik mengenai dirinya maupun mengenai keluarganya atau harta kekayaannnya, hingga ia menghadap kepada Allah sudah bersih dari padanya dosa.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Abu Abdullah bin Al Art berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah ketika beliau sedang berbaring di bawah sebuah naungan dengan berbantalkan sorbannya. Maka kami berkata, “Tidakkah engkau mendo’akan dan memintakan bantuan serta pertolongan untuk kami?”

Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الحَدِيْدِ مَا دُيْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحِمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ َذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ يُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ لَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا الْاَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلاَّ اللهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ.

Artinya, “Dahulu orang² yang sebelum kamu adakalanya ditanam hidup² dan digergaji dari atas kepalanya sehingga terbelah menjadi dua. Dan adakalanya dikupas kulitnya dengan sisir dari besi yang mengenai tulang dan daging, tetapi yang demikian itu tidak menggoyahkan iman dan diennya. Demi Allah, Allah pasti akan menyempurnakan dien Islam ini hingga merata keamanan, orang dapat berjalan dari Shan’a (Yaman) ke Hadramaut tanpa ada yang ditakutkannya, kecuali kemurkaan Allah, atau serigala yang dikhawatirkan menerkam kambingnya, tetapi kamu terburu².”  (HR. Bukhari).

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam juga bersabda,

مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ.

Artinya, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah padanya suatu kebaikan, maka diberinya penderitaan.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Malik).

Abu Hurairah radhiallahu 'Anhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَ لاَ وَصَبٍ وَ لاَ هَمِّ وَ لاَ حُزْنٍ وَ لاَ أَذًا وَ لاَ غَمِّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.

Artinya: “Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan atau kesusahan hati, bahkan gangguan yang berupa duri melainkan semua kejadian itu akan menjadi penebus dosa.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Demikian besar karunia Allah kepada seorang muslim yang menderita kelelahan atau penyakit, bahwa Allah Ta’ala bersedia menjadikannya sebagai penebus dosa asalkan disambut dengan jiwa iman dan kesabaran.

Allah Ta’ala berfirman,

Artinya, “Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertaqwalah kepada Tuhanmu.” Orang² yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang² yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar [39] : 10).

Dan firman-Nya,

Artinya, “… dan orang² yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka itulah orang² yang benar (imannya), dan mereka itulah orang² yang bertaqwa.”
(QS. Al Baqarah [2] : 177).

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..