Sabtu, 20 Agustus 2016

KEUTAMAAN SURAT AL IKHLAS DAN SURAT AL BAQARAH

09.01.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
Inilah 2 surat dalam Al Quran yang dapat menjadi pembela bagi pembacanya di hari akhir kelak

Pada Al-Qur'an, ada dua surat yang Allah jelaskan akan membela pembacanya di hari akhir. Ini dapat memberikan pengetahuan bagi kita bahwa sekecil apapun perbuatan baik kita di dunia, Allah bakal memberi ganjaran yang lebih gede. Biarpun, seluruhnya dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an serta hadits mempunyai manfaat bagi manusia, tetapi kita bisa memakai dua surat ini untuk menjadi pembela diri kita di hari akhir nanti.

Pertama SURAT AL IKHLAS


Surat Al-Ikhlas seimbang 1/3 kandungan Al-Qur’an. Faktor ini jadi basic para alim ulama berpendapat bahwa membaca surat Al-Ikhlas sejumlah 3 kali sama dengan jikalau kita membaca 30 juz Al-Qur’an. Tidak hanya itu, para ulama lain berpendapat bahwa sepertiga itu berhubungan dengan kandungan makna di dalam surat ke 112 itu. Inilah khasiat surah Al Ikhlas yang mesti digunakan sebaik-baiknya dalam kehidupan sehari-hari sebagai perbuatan baik kita.

Kedua SURAT AL BAQARAH


Rasulullah pun menjelaskan surat lain sebagai pembela di hari akhir adalah surat Al-Baqarah. Surat ini merupakan surat terpanjang yang mempunyai 286 ayat. Tidak hanya itu, dalam surat ini pun terdapat ayat terpanjang dalam Al-Qur’an yaitu pada ayat 282. Surat ini mempunyai keutamaan akan mampu membuat setan lari dari tempat tinggal yang jika orang di dalamnya membacakan surat Al-Baqarah. Tempat tinggal yang ditempati oleh syetan maka manusia yang menghuninya bakal dengan gampang dijerumuskan dalam tindakan maksiat.

Imam Ahmad meriwayatkan sabda Rasul yang berisikan bahwa seluruh ayat di dalam Al-Qur’an sanggup memberikan syafaatnya terhadap pembacanya di kehidupan akhirat nanti. Oleh sebab itu, luangkan dikala tiap-tiap hari buat membaca surat-surat di dalam Al-Qur’an. Tapi, dapat lebih baik apabila kita pun mendalami tujuan dari ayat tersebut biar bisa mengamalkannya dalam kehidupan.

Jikalau surat Ali ‘Imran dipadukan dengan surat Al-Baqarah (dinamakan Az-Zahrawain), maka hadits dari Abu Umamah ini meneruskan maksudnya, yaitu panduan buat membaca Az-Zahrawain dikarenakan ke-2 surat tersebut dapat datang di hari akhir seperti TUMPUKAN AWAN atau seperti DUA BUAH KUMPULAN BURUNG yang melebarkan sayapnya atau dua benda yang menaungi yang bakal membela bagi pembacanya. Kelebihan surah al Baqarah tak mengurangi manfaat dari surat-surat lain sebagai tips dalam menjalani hidup dijalan Allah. Seluruh dalil dalam Al-Qur’an serta hadits bisa dijadikan petunjuk hidup.

Imam Muslim pun meriwayatkan suruhan buat membaca surat Al-Baqarah akan dapat mendatangkan limpahan barokah. Jikalau kita tak mengamalkannya adalah sebuah kerugian bagi kita.

Bahkan tukang sihir tak dapat sanggup menjangkau pembaca dari 2 surat ini. Imam Muslim dan Bukhari di dalam shahihnya menyebut kalau Rasulullah sempat membaca ke-2 surat ini di dalam satu rakaat shalat. Faktor ini membuktikan bahwa ke-2 surat ini mempunyai kekhususan tersendiri maka Rasulullah menggunakannya juga sebagai surat pendek dalam shalatnya.

Sebagai muslim, manfaat membaca surat Al-ikhlash setiap hari mampu membuat serta meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan sampai kita membiarkan satu detik pun terlewatkan tidak dengan kita mengingat Allah. Tidak Sedikit amalan yang akan kita jalankan biar senantiasa mengingat Allah disetiap langkah kita. Allah sudah sediakan banyak opsi perbuatan baik hingga kita sanggup melaksanakan ibadah sunnah mana yang bisa kita jalankan sesuai kapabilitas kita masing-masing..

Insyaa Allah setelah ini akan ane jelasin keutamaan dari surat Al Ikhlas secara detail sesuai yang ada di hadist²..
Biar kita semakin mantep lagi untuk mengamalkan surat Al Ikhlas sebagai tambahan wirid untuk pegangan hidup di dunia maupun buat bekel di akherat nti'..

 "Aamiin Yaa Mujibas Saailiin"

MENYIKAPI MALAM NUZULUL QUR'AN SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH SAW

08.40.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
Akhie Ukhtie, Malam Nuzulul Qur’an adalah malam diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة 185

“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185)

Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.

Pernahkan kita bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu mereka memperingati kejadian ini?

Sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu tentang apa yang beliau lakukan,

كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ . رواه البخاري

“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.” (Riwayat Al Bukhari)

Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, membaca Al Qur’an bersama Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam shalatnya. Seberapa banyak dan seberapa lama kah beliau membaca Al Qur’an dalam shalatnya?

Sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalaman beliau shalat tarawih bersama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:

الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat rakaat.” (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)

Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Qur’an pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau sebanyak 5 juz lebih.

Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta makan-makan, apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari..

Terus apakah yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu pada bulan Ramadhan?

Imam As Syafi’i pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak enam puluh (60) kali.

Bila merasa sebagai pengikut Imam As Syafi’i, Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni, pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al Qur’an.

Al Aswab An Nakha’i setiap dua malam menghatamkan Al Qur’an.

Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Qur’an sekali. Akan tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga malam sekali. Dan bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau senantiasa menghatamkannya setiap malam sekali.

Demikianlah teladan ulama’ terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta ria, makan-makan, apa lagi na’uzubillah pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.

Orang-orang seperti merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Ta’ala:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاء وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ .  الزمر23

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (Qs. Az Zumar: 23)

Dan oleh firman Allah Ta’ala:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. الأنفال 2-4

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (Qs. Al Anfaal: 2-4)

Kebetulan ini malem adalah malem Nuzulul Qur'an..
Yuk jangan sampe kite kelewat buat ngebaca Qur'an, pahamin dan hayatin isinye'..
Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan orang² yang senantiasa mendapatkan syafa'at Al Qur'an di akherat nti'..

 "Semoga jadi ilmu yang manfaat"

SIAPA SAJA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

08.06.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
kepada siape aje zakat itu harus di serahin'?

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai makanan bagi orang miskin ….” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syech Al-Albani)

Hadist ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi zakat fithri adalah sebagai makanan bagi orang miskin. Ini merupakan penegasan bahwa orang yang berhak menerima zakat fithri adalah golongan fakir dan miskin.

Bagaimana dengan enam golongan yang lain?

Dalam surat At-Taubah, Allah berfirman,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ  (التوبة: 60

“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (Qs. At-Taubah:60)

Ayat di atas menerangkan tentang delapan golongan yang berhak menerima zakat. Jika kata “zakat” terdapat dalam Alquran secara mutlak, artinya adalah ‘zakat yang wajib’. Oleh sebab itu, ayat ini menjadi dalil yang menguraikan golongan-golongan yang berhak mendapat zakat harta, zakat binatang, zakat tanaman, dan sebagainya.

Meskipun demikian, apakah ayat ini juga berlaku untuk zakat fithri, sehingga delapan orang yang disebutkan dalam ayat di atas berhak untuk mendapatkan zakat fithri? Dalam hal ini, ulama berselisih pendapat..

Pertama, zakat fithri boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Mereka berdalil dengan firman Allah pada surat At-Taubah ayat 60 di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan zakat fithri dengan “zakat”, dan hukumnya wajib untuk ditunaikan. Karena itulah, zakat fithri berstatus sebagaimana zakat-zakat lainnya yang boleh diberikan kepada delapan golongan. An-Nawawi mengatakan, “Pendapat yang terkenal dalam mazhab kami (Syafi’iyah) adalah zakat fitri wajib diberikan kepada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat harta.” (Al-Majmu’)

Kedua, zakat fithri tidak boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut, selain kepada fakir dan miskin. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Dalil pendapat kedua:

Perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai makanan bagi orang miskin ….” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syech Al-Albani)
Berkaitan dengan hadis ini, Asy-Syaukani mengatakan, “Dalam hadis ini, terdapat dalil bahwa zakat fithri hanya (boleh) diberikan kepada fakir miskin, bukan 6 golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar, 2:7)

Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan zakat fitri dan membagikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukupi kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Juzajani; dinilai sahih oleh sebagian ulama)

Yazid (perawi hadis ini) mengatakan, “Saya menduga (perintah itu) adalah ketika pagi hari di hari raya.”
Dalam hadis ini, ditegaskan bahwa fungsi zakat fithri adalah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin ketika hari raya. Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu kemungkinan  tujuan perintah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin di hari raya adalah agar mereka tidak disibukkan dengan memikirkan kebutuhan makanan di hari tersebut, sehingga mereka bisa bergembira bersama kaum muslimin yang lainnya.
Di samping dua alasan di atas, sebagian ulama (Ibnul Qayyim) menegaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum tidak pernah membayarkan zakat fithri kecuali kepada fakir miskin. Ibnul Qayyim mengatakan, “Bab ‘Zakat Fitri Tidak Boleh Diberikan Selain kepada Fakir Miskin’. Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan orang miskin dengan zakat ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membagikan zakat fitri kepada seluruh delapan golongan, per bagian-bagian. Beliau juga tidak pernah memerintahkan hal itu. Itu juga tidak pula pernah dilakukan oleh seorang pun di antara sahabat, tidak pula orang-orang setelah mereka (tabi’in). Namun, terdapat salah satu pendapat dalam mazhab bahwa tidak boleh menunaikan zakat fithri kecuali untuk orang miskin saja. Pendapat ini lebih kuat daripada pendapat yang mewajibkan pembagian zakat fithri kepada delapan golongan.” (Zadul Ma’ad, 2:20)

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

BATAS WAKTU PEMBAYARAN ZAKAT

07.48.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
Untuk melanjutkan pertanyaan dari mba Noer yang menanyakan soal batas waktu zakat fitri berikut penjelasan nye..

Zakat fithri atau fitrah adalah zakat yang ditunaikan karena berkaitan dengan waktu Idul Fithri sehingga waktunya pun dekat dengan waktu perayaan tersebut.

Waktu pembayaran zakat itu ada dua macam:

1. Waktu utama (afdhol) yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied.

2. Waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar. (Mau lebih jelasnye lihat aje Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, 640 & Minhajul Muslim, 231)

Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syech Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ

“Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari no. 1511).

Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata,

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ

“‘Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fithri.” (HR. Malik dalam Muwatho’nya no. 629, 1: 285).

Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fithri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan. Ada pula yang berpendapat boleh ditunaikan satu atau dua tahun sebelumnya. (Mau lebih jelasnye liat pendapat berbagai ulama dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2: 8284 dan Al Mughni, 5: 494).

Namun pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini, dikarenakan zakat fithri berkaitan dengan waktu fithri (Idul Fithri), maka tidak semestinya diserahkan jauh hari sebelum hari fithri. Sebagaimana pula telah dijelaskan bahwa zakat fithri ditunaikan untuk memenuhi kebutuhan orang miskin agar mereka bisa bersuka ria di hari fithri. Jika ingin ditunaikan lebih awal, maka sebaiknya ditunaikan dua atau tiga hari sebelum hari ‘ied.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fithri, Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.” (Al Mughni, 4: 301).

Terus kepada siape aje zakat itu harus di serahin'?

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai makanan bagi orang miskin ….” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syech Al-Albani)

Hadist ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi zakat fithri adalah sebagai makanan bagi orang miskin. Ini merupakan penegasan bahwa orang yang berhak menerima zakat fithri adalah golongan fakir dan miskin.

Bagaimana dengan enam golongan yang lain?

Dalam surat At-Taubah, Allah berfirman,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ  (التوبة: 60

“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (Qs. At-Taubah:60)

Ayat di atas menerangkan tentang delapan golongan yang berhak menerima zakat. Jika kata “zakat” terdapat dalam Alquran secara mutlak, artinya adalah ‘zakat yang wajib’. Oleh sebab itu, ayat ini menjadi dalil yang menguraikan golongan-golongan yang berhak mendapat zakat harta, zakat binatang, zakat tanaman, dan sebagainya.

Meskipun demikian, apakah ayat ini juga berlaku untuk zakat fithri, sehingga delapan orang yang disebutkan dalam ayat di atas berhak untuk mendapatkan zakat fithri? Dalam hal ini, ulama berselisih pendapat..

Pertama, zakat fithri boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Mereka berdalil dengan firman Allah pada surat At-Taubah ayat 60 di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan zakat fithri dengan “zakat”, dan hukumnya wajib untuk ditunaikan. Karena itulah, zakat fithri berstatus sebagaimana zakat-zakat lainnya yang boleh diberikan kepada delapan golongan. An-Nawawi mengatakan, “Pendapat yang terkenal dalam mazhab kami (Syafi’iyah) adalah zakat fitri wajib diberikan kepada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat harta.” (Al-Majmu’)

Kedua, zakat fithri tidak boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut, selain kepada fakir dan miskin. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Dalil pendapat kedua:

Perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai makanan bagi orang miskin ….” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syech Al-Albani)
Berkaitan dengan hadis ini, Asy-Syaukani mengatakan, “Dalam hadis ini, terdapat dalil bahwa zakat fithri hanya (boleh) diberikan kepada fakir miskin, bukan 6 golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar, 2:7)

Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan zakat fitri dan membagikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukupi kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Juzajani; dinilai sahih oleh sebagian ulama)

Yazid (perawi hadis ini) mengatakan, “Saya menduga (perintah itu) adalah ketika pagi hari di hari raya.”
Dalam hadis ini, ditegaskan bahwa fungsi zakat fithri adalah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin ketika hari raya. Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu kemungkinan  tujuan perintah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin di hari raya adalah agar mereka tidak disibukkan dengan memikirkan kebutuhan makanan di hari tersebut, sehingga mereka bisa bergembira bersama kaum muslimin yang lainnya.
Di samping dua alasan di atas, sebagian ulama (Ibnul Qayyim) menegaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum tidak pernah membayarkan zakat fithri kecuali kepada fakir miskin. Ibnul Qayyim mengatakan, “Bab ‘Zakat Fitri Tidak Boleh Diberikan Selain kepada Fakir Miskin’. Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan orang miskin dengan zakat ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membagikan zakat fitri kepada seluruh delapan golongan, per bagian-bagian. Beliau juga tidak pernah memerintahkan hal itu. Itu juga tidak pula pernah dilakukan oleh seorang pun di antara sahabat, tidak pula orang-orang setelah mereka (tabi’in). Namun, terdapat salah satu pendapat dalam mazhab bahwa tidak boleh menunaikan zakat fithri kecuali untuk orang miskin saja. Pendapat ini lebih kuat daripada pendapat yang mewajibkan pembagian zakat fithri kepada delapan golongan.” (Zadul Ma’ad, 2:20)

"Semoga jadi ilmu yang manfaat"

JUAL BELI YANG DILARANG

07.41.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..
Melanjutkan pertanyaan dari akhie Asman yang menanyakan salah satu hadist dari salah satu hal yang dapat menyebabkan hilangnya keberkahan yang bunyi hadist nya

" Dari Said bin Huraits dia berkata, Saya mendengar Nabi bersabda, Barangsiapa yang menjual rumah atau harta yang tidak bergerak lain nya, kemudian ia tidak menggunakan harganya untuk membeli yang semisalnya, maka sudah sepantesnya ia tidak mendapat keberkahan padanya.." (HR.Ahmad)

Hadist tersebut secara keseluruhan mengandung arti adanya kebohongan dalam proses jual beli'..

Di antara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pembeli lainnya).
Contoh misalnya dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan harga tertentu, kemudian ada seseorang yang menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak.

Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berminat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabdanya :

لاَ تَنَاجَشُوْا

Janganlah kalian melakukan jual beli najasy

Orang yang tidak berminat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang diinginkan.

Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada si penjual, kemudian ia bermaksud membantu agar si penjual kian bertambah keuntungannya, sehingga ia menambahkan harga. Menurutnya, yang ia lakukan akan menguntungkan penjual. Atau ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang menawar dengan harga yang lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara bathil.

Termasuk jual beli najasy –sebagaimana disebutkan oleh ulama ahli fikih- yaitu perkataan seorang penjual “aku telah membeli barang ini dengan harga sekian”, padahal dia berbohong. Tujuannya untuk menipu para pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual “aku berikan barang ini dengan harga sekian”, atau perkataan “barang ini dihargai sekian”, padahal dia berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di hadapan Allah Azza wa Jalla.

Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh pembeli “anda membelinya dengan harga berapa?” Beritahukan harga yang sebenarnya. Jangan dijawab “barang ini dijual kepada saya dengan harga sekian”, padahal dia berbohong.

Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di pasar atau pemilik toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram.

Sampe sini jelas ye'..
Bahwa sesungguhnya salah satu hal yang dapat menghilangkan keberkahan rizki itu adalah adanya KEBOHONGAN dalam memperoleh rizki itu sendiri'..

 "Semoga jadi ilmu yang manfaat"