Selasa, 02 Mei 2017

SAAT WUDHU, APAKAH MENGUSAP KEPALA DAN TELINGA DI PISAH?

00.43.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Apakah benar dipisah antara mengusap kepala dan telinga saat berwudhu?

Dalam Bulughul Maram pada hadits no.42 tentang tata cara wudhu disebutkan hadits berikut,

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ { رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذُ لِأُذُنَيْهِ مَاءً غَيْرَ الْمَاءِ الَّذِي أَخَذَهُ لِرَأْسِهِ } .أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَهُوَ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ بِلَفْظِ : { وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ } ، وَهُوَ الْمَحْفُوظُ

Dari Abdullah bin Zaid, ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air untuk kedua telingannya dengan air yang berbeda dengan yang diusap pada kepalanya. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi.

Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari tangannya.” Inilah hadits yang mahfuzh.

Takhrij Hadits

Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab sunannya (1: 65), dari riwayat Al Haitsam bin Kharijah, dari Abdullah bin Wahb. Ia berkata: Telah menceritakan padaku Amr bin Al Harits, dari Hibban bin Wasi’ Al Anshari, bahwa bapaknya telah menceritakan padanya, ia mendengar Abdullah bin Zaid menceritakan bahwa Abdullah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air untuk kedua telinganya bukan dengan air yang digunakan untuk kepala. Artinya, saat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisah antara kepala dan telinga, tidak bersambung.

Hadits yang kedua diriwayakan oleh Muslim no.236 dari jalur Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa’id Al Ayliy dan Abu Thahir, dari Abdullah bin Wahb, seterusnya. Dalam riwayat Muslim hanya disebutkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakan air bekas dari tangannya. Namun ini tidak menunjukkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memisah antara kepala dan telinga saat wudhu. Hadits Muslim cuma menunjukkan beliau menggunakan air baru lagi untuk mengusap kepala setelah sebelumnya mencuci kedua tangannya.

Ibnu Hajar berkomentar bahwa hadits Muslim itu mahfuzh, yaitu diriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqah (kredibel) menyelisihi yang tsiqah. Syadz adalah kebalikan dari mahfuzh.

Berarti riwayat Al Baihaqi adalah riwayat syadz. Karena Al Haitsam bin Kharijah walaupun tsiqah (kredibel) namun ia menyelisihi yang lebih maqbul (yang lebih diterima) karena yang mengambil hadits dari Abdullah bin Wahb yang jumlahnya lebih banyak meriwayatkan dengan lafazh seperti pada hadits Muslim, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari tangannya.” Di situ tidak menyebutkan dipisah antara kepala dan telinga.

Kesimpulannya, hadits riwayat Al Baihaqi tidaklah shahih walaupun periwayat yang ada di dalamnya kredibel. Namun karena syadz, yaitu menyelisihi riwayat yang lebih kuat, maka tidak diterima. Selamat dari syadz ini dipersyaratkan untuk dikatakan suatu hadits itu bisa shahih atau bisa diterima. Al Baihaqi juga sudah mendatangkan riwayat Muslim, lantas beliau berkata,

وَهَذَا أَصَحُّ مِنَ الَّذِى قَبْلَهُ

“Hadits ini lebih shahih dari hadits sebelumnya.”

Pemahaman Hadits

Hadits Al Baihaqi menjadi pegangan Imam Ahmad dan Imam Syafi’i bahwa untuk telinga diambil air baru lagi yang tidak sama dengan air untuk kepala.

Sedangkan hadits riwayat Muslim hanya menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air yang baru lagi untuk kepala, tidak menggunakan air sisa membasuh tangan sebelumnya. Sehingga hadits Muslim ini tidak mendukung pendapat yang menyatakan memisah antara kepala dan telinga.

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3: 111), “Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan air baru, bukan air yang ia gunakan untuk tangannya.”

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, “Tidaklah ada hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa beliau mengambil air baru untuk kedua telinganya (setelah mengusap kepalanya). Yang ada hanyalah dari Ibnu ‘Umar. Namun tidak shahih jika hal itu disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Zaad Al Ma’ad, 1: 187)

Ada hadits dari Malik dalam Al Muwatha’ (1: 34) dalam pembahasan Thaharah disebutkan Bab “Mengusap kepala dan kedua telinga.” Sanad hadits ini shahih dan inilah dalil yang jadi pegangan Imam Syafi’i rahimahullah.

حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ :أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَأْخُذُ الماءَ بِأُصْبُعَيْهِ لِأُذُنَيْهِ

Telah menceritakan padaku Yahya, dari Malik, dari Nafi’, ia berkata, “’Abdullah bin Umar mengambil air dengan kedua jarinya untuk kedua telinganya.” (Zaad Al Ma’ad 1: 187-188)

Apakah Dipisah antara Kepala dan Telinga?

Imam Asy Syaukani rahimahullah menyebutkan, para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Tsaur bahwa yang untuk telinga diambil air baru lagi. Sedangkan Al Hadi, Ats Tsauri, Abu Hanifah, telinga diusap dengan kepala dengan satu air (bersambung, tidak dipisah). Ibnu Abdil Barr berkata, “Diriwayatkan dari sekelompok sahabat dan tabi’in yang berpendapat seperti ini (yaitu menyambung antara mengusap kepala dan telinga). (Nail Al Authar 1: 467-468)

Yang lebih baik ketika mengusap kepala dilanjutkan dengan mengusap telinga tanpa mengambil air yang baru. Dalilnya adalah hadits Abu Umamah (walau diperselisihkan ini adalah perkataan Abu Umamah ataukah langsung sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam),

الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ

“Dua telinga adalah bagian dari kepala.” (HR. Abu Daud no.134, Tirmidzi no.37 dan Ibnu Majah no.444. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Banyak sahabat juga yang menyebutkan hadits di atas selain Abu Umamah yaitu dari Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Aisyah, Abu Musa, Anas, dan Abdullah bin Zaid. (Subulus Salam tahqiq Muhammad Shabhiy Hasan Hallaq 1: 202)

Muhammad bin Isma’il Al Amir Ash Shan’ani rahimahullah menjelaskan, “Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi ada berbagai jalan yang menguatkan satu sama lain. Sebagai penguat hadits tersebut adalah hadits yang mengatakan bahwa mengusap dua telinga adalah sekaligus dengan kepala sebanyak sekali. Hadits yang menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada dari Ali, Ibnu Abbas, Ar Rabi’ dan Utsman. Semua hadits tersebut sama membicarakan bahwa mengusap kedua telinga sekaligus bersama kepala sebanyak sekali usapan. Sebagaimana hal ini adalah makna zhahir (tekstual) dari kata marroh (yang artinya: sekali). Jika untuk mengusap kedua telinga digunakan air yang baru, tentu tidak dikatakan, “Mengusap kepala dan telinga sebanyak sekali”. Jika ada yang memaksudkan bahwa beliau tidaklah mengulangi mengusap kepala dan telinga, akan tetapi yang dimaksudkan adalah mengambil air yang baru, maka ini pemahaman yang terlalu jauh.

Adapun pemahaman lain dari hadits (ta’wil hadits), yang menyatakan bahwa air yang digunakan untuk mengusap kedua telinga berbeda dengan kepala, bisa dipahami kalau air yang ada di tangan ketika mengusap kepala sudah kering, sehingga untuk mengusap telinga digunakan air yang baru lagi.” (Subulus Salam 1: 202-208)

Jadi Kesimpulannya adalah mengusap kepala dilanjutkan dengan mengusap telinga dengan menggunakan air sisa mengusap kepala. Mengusap kepala dan telinga adalah sebanyak sekali..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

BOLEHKAH MEMAMERKAN BODY SIX PACK?

00.35.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Aurat pria memang antara pusar dan lutut. Namun pantaskah seorang pria membuka dadanya atau memamerkan bodynya yang six pack?

Tidak pantas seorang laki² memamerkan bodynya yang six pack, lebih² lagi di hadapan para wanita. Taruhlah dada tidak termasuk aurat, namun memamerkan dada semacam itu termasuk khawarim al muruah (menjatuhkan martabat dan wibawa seseorang). Memamerkan body seperti itu pula termasuk perilaku orang fasik yang tidak pantas untuk diikuti.

Ada kaedah pula yang perlu dipahami bahwa perkara mubah jika berdampak jelek (mafsadat), maka perkara mubah tersebut menjadi terlarang karena adanya dampak tadi. Jikalau memamerkan dada akan menimbulkan godaan syahwat atau membuka pintu kejelekan, perbuatan tersebut menjadi terlarang.

Kita berpakaian itu punya beberapa tujuan (hikmah):

• Secara fitrah kita dituntut berpakaian

• Berpakaian untuk berpenampilan atau tampil menawan

• Berpakaian untuk melindungi diri dari panas dan dingin

• Berpakaian untuk menutup aurat.

Namun ada pakaian yang lebih dituntut bagi kita untuk memakainya yaitu libasut taqwa (pakaian taqwa).

Disebutkan dalam ayat Al Qur’an,

يَا بَنِي آَدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآَتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آَيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ , يَا بَنِي آَدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآَتِهِمَا

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda² kekuasaan Allah, mudah²an mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.” (QS. Al A’raf: 26-27)

Silahkan jika ingin memiliki body six pack. Namun perhatikan pakaian taqwa. Ingat, pakaian takwa..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..