Rabu, 02 November 2016

ANTARA SUCI LAHIR DAN BATIN

01.35.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Pelajaran berharga lagi dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah berkata,
Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk menyucikan hati dan juga menyucikan badan. Kedua penyucian ini sama² diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 16)

فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Di dalamnya mesjid itu ada orang² yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang² yang bersih.” (QS. At Taubah: 108)

إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang² yang bertaubat dan menyukai orang² yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)

أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ

“Mereka itu adalah orang² yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka.” (QS. Al Maidah: 41)

إنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS. At Taubah: 28)

إنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)

Kita dapat perhatikan bahwa para ahli ibadah, perhatian mereka hanyalah pada penyucian badan saja. Mereka begitu semangat memperhatikan dan mengamalkannya. Namun sayangnya mereka meninggalkan penyucian batin yang diperintahkan baik yang wajib atau pun yang sunnah.
Mereka hanya memahami penyucian hanyalah penyucian badan saja (secara lahiriyah).

Sebaliknya, kita perhatikan pada orang² tasawuf, perhatian mereka hanyalah pada penyucian jiwa. Mereka begitu semangat memperhatikan dan mengamalkannya. Mereka meninggalkan penyucian badan yang diperintahkan baik yang wajib atau pun yang sunnah.
Kelompok pertama (para ahli ibadah) selalu merasa was² dan was² di sini tercela. Mereka begitu boros dalam bersuci dengan air dan membersihkan sesuatu yang dianggap najis padahal bukanlah najis.

Lantas mereka meninggalkan penyucian jiwa yang disyariatkan seperti menjauhkan diri dari hasad, sombong dan dendam pada saudaranya. Inilah yang menyebabkan mereka tidak jauh beda dengan Yahudi.

Sedangkan kelompok kedua (orang² sufi), terlalu menyibukkan diri sampai dinilai tercela. Mereka begitu berlebihan dalam memperhatikan selamatnya batin (hati). Sampai² mereka menempatkan kebodohan di belakang dan mereka lebih memperhatikan hati mereka. Mereka tidak bisa membedakan antara keselamatan batin untuk melakukan sesuatu yang terlarang dan keselamatan hati untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan. Sampai² dari kebodohan semacam ini, mereka tidak menjauhi najis dan mengerjakan thoharoh yang wajib.
Orang² tasawuf di sini tidak jauh berbeda dari Nashrani.

Seorang muslim  yang benar adalah yang memperhatikan antara lahir dan batin, antara sucinya hati dan badan.

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa mudahkan kita sekalian untuk memperhatikan keduanya..

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..

BEDA RIYA DAN UJUB

01.16.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan pelajaran berharga mengenai perbedaan antara riya’ dan ujub (takjub akan diri sendiri).

Beliau rahimahullah menjelaskan,
Seringnya riya’ dan ujub disandingkan. Perlu diketahui bahwa riya’ berarti menyekutukan atau menyandingkan dengan makhluk. Sedangkan ujub berarti menyandingkan dengan jiwa yang lemah.

Ujub ini adalah keadaan orang² yang sombong. Orang yang berbuat riya’ tidak merealisasikan firman Allah Ta’ala,

إيَّاكَ نَعْبُدُ

“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah.”

Sedangkan orang yang merasa ujub pada diri sendiri tidak merealisasikan firman Allah Ta’ala,

وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan.”

Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah,

إيَّاكَ نَعْبُدُ

“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah”, maka ia akan terlepas dari riya’ (karena ia akan beribadah pada Allah semata).

Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah,

وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan”, ia akan terlepas dari sifat ujub (takjub pada diri sendiri).

Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

*“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan:* 
(1) Tamak lagi kikir,
(2) Mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan),
(3) Dan Ujub (takjub pada diri sendiri).”

Wallahu Waliyyut Taufiq..

Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat'..

BAHAYA SIKAP MENUNDA-NUNDA

01.04.00 Posted by Admin No comments


Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

“Iya nanti sajalah”, demikian yang dikatakan dalam rangka menunda-nunda pekerjaaan atau amalan padahal masih bisa dilakukan saat itu. Kebiasaan kita adalah demikian, karena rasa malas, menunda-nunda untuk belajar, menunda-nunda untuk muroja’ah (mengulang) hafalan qur’an, atau melakukan hal yang manfaat lainnya, padahal itu semua masih amat mungkin dilakukan.

Akhi Ukhti, perlu kita ketahui bahwa perkataan “sawfa … sawfa”, “nanti sajalah” dalam rangka menunda-nunda kebaikan, ini adalah bagian dari “tentara² iblis”. Demikian kata sebagian ulama salaf.
Menunda-nunda kebaikan dan sekedar berangan-angan tanpa realisasi, kata Ibnul Qayyim bahwa itu adalah dasar dari kekayaan orang² yang bangkrut.

إن المنى رأس أموال المفاليس

“Sekedar berangan-angan (tanpa realisasi) itu adalah dasar dari harta orang² yang bangkrut.”

Dalam sya’ir Arab juga disebutkan,

وَ لاَ تَرْجِ عَمَلَ اليَوْمِ إِلَى الغَدِ          لَعَلَّ غَدًا يَأْتِي وَ أَنْتَ فَقِيْدُ

"Janganlah engkau menunda-nunda amalan hari ini hingga besok.
Seandainya besok itu tiba, mungkin saja engkau akan kehilangan"

Dari Abu Ishaq, ada yang berkata kepada seseorang dari ‘Abdul Qois, “Nasehatilah kami.” Ia berkata, “Hati-hatilah dengan sikap menunda-nunda (nanti dan nanti).”

Al Hasan Al Bashri berkata, “Hati² dengan sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada di hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang engkau masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah engkau sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.”

Itulah yang dilakukan oleh kita selaku penuntut ilmu. Besok sajalah baru hafal matan kitab tersebut. Besok sajalah baru mengulang hafalan qur’an. Besok sajalah baru menulis bahasan fiqih tersebut. Besok sajalah baru melaksanakan shalat sunnah itu, masih ada waktu. Yang dikatakan adalah besok dan besok, nanti dan nanti sajalah.

Jika memang ada kesibukan lain dan itu juga kebaikan, maka sungguh hari-harinya sibuk dengan kebaikan. Tidak masalah jika ia menset waktu dan membuat urutan manakah yang prioritas yang ia lakukan karena ia bisa menilai manakah yang lebih urgent. Namun bagaimanakah jika masih banyak waktu, benar² ada waktu senggang dan luang untuk menghadiri majelis ilmu, muroja’ah, menulis hal manfaat, melaksanakan ibadah lantas ia menundanya. Ini jelas adalah sikap menunda-nunda waktu yang kata Ibnul Qayyim termasuk harta dari orang² yang bangkrut. Yang ia raih adalah kerugian dan kerugian.

Lihatlah bagaimana kesibukan ulama silam akan waktu mereka. Sempat² nya mereka masih sibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah.

Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata, “Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya. Lalu dia berkata pada kami, ‘Bertasbihlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertasbih sampai di pohon yang dia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata pada kami, ‘Bertakbirlah sampai di pohon itu.’  Lalu kami pun bertakbir. Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami.”

Subhanallah …
Lisan selalu terjaga dengan hal manfaat dari waktu ke waktu.
Ingatlah nasehat Imam Asy Syafi’i di mana beliau mendapat nasehat ini dari seorang sufi, “Aku pernah bersama dengan orang² sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. (Di antaranya), dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”

Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.”

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa memudahkan kita untuk memanfaatkan waktu kita dengan hal yang bermanfaat dan menjauhkan kita dari sikap menunda-nunda.

Aamiin Yaa Allah Yaa Mujibas Saailiin..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang manfaat'..